Dalam E-dagang, UMKM Jangan Hanya Jadi Distributor
Pelambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok berdampak terhadap industri teknologi, informasi, dan komunikasi, termasuk perdagangan elektronik. Tiongkok akan gencar mengekspor barang ke Indonesia dan mencari perusahaan di negara lain untuk berinvestasi.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, investor “Negeri Tirai Bambu” akan menanamkan modal ke perusahaan yang tepat di negara lain. Saat ini, Tiongkok sudah menjadi pasar e-dagang terdepan di Asia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Henri Kasyfi Soemartono menyampaikan, dengan jumlah penduduk besar, Indonesia kerap menjadi sasaran pasar negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam konteks pelambatan ekonomi Tiongkok, dana mereka dipastikan keluar. Apabila industri teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) lokal kekurangan dana, suntikan investasi mereka cukup membantu. Namun, apakah industri lokal benar-benar membutuhkan dana asing?” ujar Henri di Jakarta, Sabtu (23/1).
Dia mencontohkan, belum ada peta kebutuhan dana dalam usaha rintisan berbasis teknologi aplikasi yang tengah berkembang di Indonesia.
“Kami tidak bisa mengatakan investasi Tiongkok sebagai ancaman. Mengapa para pemain lokal tidak mencoba alternatif pendanaan secara kolektif? Kami melihat dana asing yang masuk Indonesia sebagai utang, belum banyak ke bentuk kemitraan,” tutur Henri.
Dari segi daya saing tenaga kerja, lanjut Henri, sumber daya manusia lokal tidak kalah kompeten. Pemerintah perlu mendorong pengusaha untuk melibatkan pekerja lokal di industri dalam negeri.
“Investasi, harus diakui, memang mendatangkan pajak dan pendapatan negara. Namun, harus dipastikan, seberapa banyak tenaga kerja lokal dilibatkan,” kata Henri.
Pemain lokal
Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa menyampaikan, Tiongkok sudah lama menjadi produsen, sedangkan Indonesia adalah konsumen.
“Sedikit sekali barang produksi Indonesia yang bisa dijual ke Tiongkok. Pemain e-dagang lokal yang fokus ke pasar mereka, saya rasa, akan semakin berkembang pesat,” ungkapnya.
Selama ini, menurut Daniel, sejumlah pemain e-dagang lokal sudah turut memperdagangkan barang asal Tiongkok, misalnya telepon seluler pintar.
Kondisi pertumbuhan ekonomi Tiongkok belakangan, lanjut Daniel, mendorong produsen negara tersebut memasarkan barang melalui elektronik hingga ke Indonesia. Pengusaha lokal yang ingin menjadi distributor barang asal Tiongkok diperkirakan bertambah. Hal ini menjadi tantangan bagi industri e-dagang lokal, kecuali Pemerintah Indonesia secara tegas memberlakukan standar nasional Indonesia (SNI).
Dominan
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan, eksistensi produk industri manufaktur TIK, aplikasi, dan pendanaan dari Tiongkok di pasar Indonesia sudah cukup kuat. Dia mengamati, ada kecenderungan perusahaan Tiongkok belakangan semakin dominan.
“Vendor komponen TIK Tiongkok sudah menguasai pasar industri digital Indonesia. Akhir-akhir ini, mereka bahkan sudah membawa konsep modal ventura dan inkubasi ke luar, lalu aplikasi hasil pembinaannya dibawa ke Tiongkok,” katanya.
Chief Executive Officer Bukalapak.com Achmad Zaky berpendapat, pelambatan ekonomi Tiongkok sebagai sebuah kesempatan. Dari sisi sektor e-dagang, sekarang saatnya menggenjot kualitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
“UMKM harus berani memproduksi barang sendiri, bukan menjadi distributor produk asal Tiongkok. Tantangannya pada kreativitas dan inovasi. Produk-produk mereka sebagian besar memang dijual dengan tarif murah, tetapi pemain lokal perlu meningkatkan kualitas dengan harga kompetitif,” kata Achmad.
Secara terpisah, Marketing Manager Baidu Indonesia Iwan Setiawan menyampaikan, Baidu mempunyai program pengembangan ekonomi dan ekosistem berbasis internet. Baidu siap membangun infrastruktur kerja, seperti pusat inkubasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
Baidu adalah perusahaan teknologi berbasis di Tiongkok yang mengembangkan mesin pencari.
(MED)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Januari 2016, di halaman 17 dengan judul “Tiongkok Semakin Dominan”.