Pandemi Covid-19 tidak lantas membuat Syarif Hidayat (57) diam. Dia merancang ventilator yang harapannya terjangkau untuk semua yang membutuhkan.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA–Dr.Ir. Syarif Hidayat, MT, di Bandung, Jawa Barat (29/4/2020).
Pandemi Covid-19 tidak lantas membuat Syarif Hidayat (57) diam. Dia merancang ventilator yang harapannya terjangkau untuk semua yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sudah hampir lima minggu tidak pulang ke rumah karena membuat ventilator. Masjid Salman ini menjadi tempat tinggal sementara saya,” tuturnya saat ditemui di Masjid Salman, Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/4/2020).
Nama Syarif naik daun dalam beberapa waktu terakhir. Ia bersama rekan-rekannya merancang Ventilator Indonesia (Vent-I). Keberadaan Vent-I diharapkan menabalkan bukti karya anak bangsa bisa berperan besar memerangi Covid-19.
Vent-I diklaim dapat membantu pernapasan pasien Covid-19 dalam model Continous Positive Airway Pressure (CPAP). Modelnya digunakan untuk memasukkan udara ke dalam paru-paru secara terus menerus sehingga mempertahankan rongga udara di dalamnya.
“Paru-paru penderita Covid-19 itu sudah penuh lendir. Jadi, alat ini akan mempertahankan rongga udara sehingga paru-paru tidak terkatup. Kalau terkatup, lendirnya menjadi lengket dan itu yang membuat pasien susah bernapas,” tutur dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) itu.
Dalam pengembangannya, Vent-I dapat dipergunakan dalam tiga fungsi ventilator, yaitu CPAP, CPC (Continuous Pressure Control), dan SPC (Synchronize Pressure Control). CPC adalah fungsi ventilator untuk mempertahakan tekanan, dan SPC berfungsi untuk membantu siklus pernapasan. Namun, dalam produksi saat ini Vent-I difungsikan untuk model CPAP saja. Model ini lebih dibutuhkan pasien untuk bernapas normal hingga membaik.
Sejauh ini, alat ini lolos uji Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan (BPFK) pada Selasa (21/4/2020). Selain dari BPFK, Vent-I juga lolos uji dan mengantongi standard SNI IEC 60601-1:204. Pesanan pun berdatangan.
Untuk kebutuhan sosial, Vent-I akan diproduksi sekitar 300-500 unit sesuai dengan jumlah donasi yang masuk ke Rumah Amal Salman. Unit akan diproduksi melalui kerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia.
Sederhana
Syarif mengatakan, ide itu muncul dari keprihatinan dia dan rekan peneliti lainnya. Pandemi Covid-19 yang merenggut ribuan korban jiwa di seluruh dunia. Hal itu memuncak setelah wabah yang menyerang saluran pernapasan ini sampai di Indonesia. Dengan cepat, ribuan orang dinyatakan positif.
“Saya juga sempat takut kemana-mana. Takut badan ini membawa virus Covid-19. Saya juga punya cucu yang masih kecil. Bahkan sebelum tinggal di sini (Salman), untuk masuk ke rumah pun saya harus memastikan tidak demam,” ujarnya.
Di akhir Maret 2020, kekhawatiran itu jadi energi. Bersama rekannya dari Universitas Padjadjaran Bandung, dia memetakan masalah dalam upaya meminimalkan dampak wabah. Salah satu yang terjadi adalah minimnya ketersediaan alat bantu pernapasan. Padahal, pasien gagal napas sangat rentan masuk ke fase kritis Covid-19.
Tidak hanya itu, penggunaan ventilator dengan teknologi yang kompleks juga hanya tersedia untuk pasien dengan kondisi kritis. Belum lagi penggunaan ventilator impor harus dilakukan petugas berkemampuan khusus, karena dalam prakteknya, memasukkan selang ke dalam saluran pernapasan tidak bisa dilakukan oleh petugas biasa.
Berdasarkan gambaran dan diskusi bersama tim, Syarif memutuskan merancang ventilator portabel yang ringkas dan mudah dioperasikan. Meski sederhana, teknologinya diyakini bisa membantu pasien dalam kondisi gejala klinis tahap 2 atau meminimalisir potensi gagal napas bagi pasien yang masih bisa bernapas mandiri.
Berliku
Selain kemampuan rancang bangun, keyakinan bakal membuat perangkat berguna bagi sesama manusia juga jadi modal terbesarnya. Hal itu, kata dia, sudah tercermin ketika menciptakan kurang lebih 10 paten dan empat hak cipta dalam karirnya sebagai insinyur. Dia berujar, seluruh alat yang dia ciptakan itu tidak jauh dari problem yang dia alami di kehidupan sehari-hari.
“Paten pertama saya itu sebuah urinoir. Itu juga waktu saya kesulitan bersuci setelah menggunakan urinoir yang ada di mall. Saya menciptakan urinoir yang bisa menyesuaikan kebutuhan air untuk bersuci setelah buang hajat,” tuturnya sambil tertawa.
Keyakinan itu kembali dia terapkan dalam pembuatan ventilator. Caranya beragam. Dia mempelajari mekanisme ventilator dari internet dan jurnal-jurnal ilmiah.
“Saya tidak mau menunggu dengan rasa takut. Lebih baik mati berdiri daripada mati memeluk lutut, tidak berbuat apa-apa,” ujarnya. Dalam waktu beberapa hari, Syarif sudah bisa memahami sistem elektronik dari ventilator beserta bahan baku yang bisa ditemukan di Indonesia.
Syarif tidak sembarangan menentukan bahan bakunya. Dia berdiskusi dengan beberapa akademisi dan praktisi medis di FK Unpad. Mereka beberapa kali mengadakan diskusi daring maupun mengundang untuk melihat cara kerja ventilator, kemudian memberikan evaluasi.
Akan tetapi, jalannya juga bukan tanpa liku. Syarif sempat kewalahan mengutak-atik bahan yang ada. Sistem yang gagal, meledak, bahkan kehabisan bahan baku menjadi tantangan yang dia dapatkan selama merancang ventilator.
“Saya sempat menangis karena kompresornya meledak. Capek, tetapi saya tidak hilang akal. Akhirnya saya melakukan reverse engineering (rombak total atau rekayasa balik) di kompresor itu. Eh, malah saya mendapatkan mekanisme baru,” tuturnya sembari tersenyum lebar.
Kini, Syarif mengatakan, Vent-I sudah banyak diminati. Namun, dia mengatakan, masih belum ingin pulang ke rumah sebelum produknya telah sampai ke tangan pasien dan berjalan dengan lancar.
“Sekarang masih setengah langkah. Saya belum lega. Saya akan memperbaiki terus. Saat ini pun kami tengah merancang bentuk yang lebih ringkas. Ini masih belum bentuk final,” ujarnya.
Bagi Syarif, roda inovasi yang tidak akan pernah berhenti berputar itu adalah anugerah. Semua akan dia syukuri dengan terus memanfaatkannya bagi manusia di sekitarnya.
Biodata:
Nama : Syarif Hidayat
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung 29 Agustus 1962
Pendidikan :
SMA 3 Bandung (lulus 1982)
STEI ITB (lulus 1988)
Magister Teknik ITB (lulus 1991)
Doktoral bidang Electrical Engineering Universitas Tokyo, Jepang (lulus 1996)
Oleh MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Editor: CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Sumber: Kompas, 14 Mei 2020