Solar Impulse 2 Bertahan di Atas Laut Jepang

- Editor

Rabu, 3 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pesawat revolusioner Solar Impulse 2 bertahan di atas Laut Jepang, Senin (1/6). Sementara para organisator memperingatkan bahwa cuaca buruk pada hari-hari mendatang bisa menghalangi upaya ambisius pesawat itu untuk melintasi Samudra Pasifik.

Bagian ketujuh dari perjalanan keliling dunia itu akan membawa pilot Andre Borschberg (62) dalam penerbangan enam hari enam malam sejauh 8.500 kilometer dari kota Nanjing, Tiongkok, melintasi Samudra Pasifik ke Hawaii.

Borschberg menyelesaikan malam pertama dari bagian perjalanan Solar Impulse 2 itu dengan mengandalkan baterai yang diisi oleh energi surya. Namun, cuaca buruk hari-hari mendatang menimbulkan keraguan pada bagian perjalanan maraton itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kemarin, kami mempunyai kemungkinan untuk melintasi perairan sebelum Hawaii pada hari kelima,” kata tim Solar Impulse dalam sebuah pernyataan.

“Namun, dengan ramalan cuaca sekarang, kami tidak melihat kemungkinan ini lagi. Artinya, untuk saat ini, jalan ke Hawaii terhambat.”

“Sementara menanti prakiraan cuaca, kami memutuskan untuk menahan posisi pesawat. Kami telah meminta Andre untuk tetap di tempatnya berada,” ujar pernyataan itu.

Borschberg akan tetap bertahan di atas Laut Jepang. Namun, tim masih mengharapkan kemungkinan melanjutkan bagian perjalanan tersebut.

Penerbangan dari Nanjing ke Hawaii adalah bagian paling panjang dari perjalanan keliling dunia pertama dengan tenaga surya. Perjalanan itu merupakan upaya mempromosikan energi hijau.

Perjalanan Solar Impulse 2 dimulai di Abu Dhabi pada Maret dan dijadwalkan terdiri atas 12 bagian dengan waktu penerbangan sekitar 25 hari.

Sabtu, beberapa jam sebelum berangkat dari Nanjing, Borschberg mengatakan kepada wartawan, pesawat itu bisa mendarat di Jepang kalau ada masalah teknis.

Para perencana telah mengidentifikasi bandara-bandara di Jepang seandainya pesawat itu harus berhenti, tetapi samudra terbuka tidak memberi kemungkinan itu, katanya.

“Begitu meninggalkan bagian dunia ini, setelah itu kami berada di laut terbuka. Tidak bisa untuk memutar arah,” ucap Borschberg.

954cccfeaf3b41b3877b7d3347400481Peta dunia ini menunjukkan perjalanan pesawat Solar Impulse 2 dari Nanjing, Tiongkok, menuju Hawaii, Amerika Serikat.–REUTERS/Solar Impulse/Handout via Reuters

Kegagalan bisa berarti terjun payung ke samudra, ratusan kilometer dari pertolongan.

Tidak ada kapal yang menguntit karena pesawat itu terbang terlalu cepat bagi kapal laut. Padahal, kecepatan maksimumnya 140 kilometer per jam itu jauh lebih lambat dibandingkan dengan pesawat jet konvensional.

Sel surya
Solar Impulse 2 didayai oleh lebih dari 17.000 sel surya yang dipasang di sayap sepanjang 72 meter. Sayap itu lebih panjang dibandingkan dengan sayap pesawat Boeing 747 dan mendekati panjang sayap Airbus A380.

Pesawat itu adalah penerus Solar Impulse yang terbang 26 jam pada 2010 dan membuktikan kemampuannya menyimpan energi dalam baterai litium pada siang hari untuk tetap terbang pada malam hari.

Ketika pertama kali diluncurkan, pesawat tenaga surya ini dicemooh oleh industri penerbangan. Kini, upaya itu dipuji di seluruh dunia, termasuk oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.(AFP)–DIAH MARSIDI

Sumber: Kompas Siang | 1 Juni 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB