Sejarah; Teori Sosial Jarang Digunakan

- Editor

Jumat, 2 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Narasi sejarah saat ini dianggap tak mampu mencerminkan kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Teori-teori sosial jarang digunakan sebagai pisau analisis sejarah.

”Tren pengembangan sejarah sekarang ialah mampu menggambarkan kondisi masyarakat, tidak hanya pada suatu dinasti atau pemimpinnya. Untuk itu, sejarah harus meminjam teori-teori sosial,” tutur sejarawan dari Universitas Indonesia, Saleh As’ad Djamhari, Kamis (1/5), di Jakarta.

Narasi sejarah dinasti kerap dipadati soal masa jatuh bangun dinasti dan peperangan. Hal itu memerangkap sistem belajar sejarah yang kemudian hanya sekadar menghafal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nilai penting sejarah menjadi berkurang karena narasinya tak mendukung penghayatan terhadap kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Padahal, kondisi masyarakat juga melatari peristiwa-peristiwa penting pada masa lalu.

teori sosialBuku ajar
Di samping itu, menurut Saleh, kerap terdapat masalah dalam buku-buku ajar sejarah. Persoalan buku ajar sejarah sangat penting. UNESCO, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, misalnya, telah menyusun acuan buku ajar sejarah. Hal itu disebabkan buku ajar sejarah kerap menjadi sumber konflik internasional.

”Buku ajar sejarah Jepang, contohnya, menimbulkan penentangan Korea dan Tiongkok sebagai daerah yang pernah terjajah oleh Jepang,” kata Saleh.

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufik Abdullah, mengatakan, untuk mengembangkan sejarah, perlu dilihat aspek historiografi (penulisan sejarah) Indonesia yang baru dimulai pada 1957. Ketika itu, terjadi penentangan terhadap sumber acuan sejarah yang dibuat FW Stapel dengan sudut pandang Indonesia sebagai Hindia Belanda.

”Sumber acuan sejarah yang ditulis Stapel menyinggung pula masa perkembangan Hindu di Indonesia. Namun, juga tersirat Indonesia mengalami penjajahan Hindu sehingga buku Stapel ditentang,” ujar Taufik. (NAW)

Sumber: Kompas, 2 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB