Salah Menalar Diabetes

- Editor

Rabu, 22 Februari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peran media sosial yang kian dominan sepertinya bisa mempermudah menemukan jawaban. Namun, tak demikian kenyataannya. Bisa jadi malah menyesatkan jika semua informasi diterima tanpa didasari pemahaman benar.

Secara medis kedokteran, masalah diabetes melitus atau kencing manis belum ada obatnya. Yang ada adalah mengendalikannya dengan mengubah gaya hidup dan pola makan. Akan tetapi, info yang bertebaran di dunia maya sungguh berbeda. Pengobatan alternatif menjadi pilihan menarik ketika penderita sudah frustrasi dengan penyakit seumur hidup itu.

Bahan herbal, terutama dari dedaunan, paling banyak ditawarkan, sekalipun hanya satu-dua yang diteliti dan tanpa uji klinis. Dibumbui kata-kata bombastis yang menghipnotis, seperti “diabetes sembuh seketika berkat ramuan daun ini”, orang pun berbondong mencobanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika dicermati, ada kerancuan pemahaman antara penyembuhan dan penurunan kadar gula darah. Ini menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap diabetes. Memang ada tumbuhan yang bisa membantu menurunkan kadar gula darah sewaktu, tetapi bukan untuk penyembuhan permanen.

Artinya, jika tidak mengonsumsi daun itu, gula darah akan naik lagi, sama fungsinya seperti pil dari dokter. Dengan tablet bahkan lebih mudah mengukur dosis dan jauh lebih praktis daripada minum ramuan daun. Ada jenis pil sulphonylurea yang berfungsi menstimulasi kelenjar pankreas dan biguanides yang mengefektifkan kerja insulin.

Hal itu pun hanya menyangkut penanganan diabetes tipe II akibat produksi insulin di tubuh kurang. Berbeda dengan penderita tipe I, pankreas tak bisa atau amat kurang menghasilkan insulin sehingga perlu suntikan insulin setiap kali makan.

Bayangkan bagaimana repotnya menyiapkan rebusan daun sukun, daun sirsak, atau daun kersen yang diklaim bisa menurunkan glikogen. Setidaknya ada 25 jenis daun-belum termasuk jenis buah dan sayuran-yang diklaim mampu mengatasi diabetes, dan sebagian besar sulit diperoleh. Namun, hampir semua tidak ada penjelasan kenapa bisa menyembuhkan. Yang ada, pengakuan sepihak dan testimoni. Disinformasi itu kerap menjadi pengantar pemasaran kapsul ekstrak daun atau buah.

Memang, di antaranya ada yang menarik, seperti upaya meneliti daun insulin. Ada dua jenis pohon yang dijuluki insulin: pohon paitan (Tithonia diversifolia) yang berdaun jari-jari, ada pula pohon yakon (Tithonia diversifolia) yang berdaun lebar.

Peneliti daun yakon meyakini, daun yakon lebih berkhasiat daripada daun paitan. Yakon diklaim mengandung insulin dan mampu memperbaiki sel beta, pembuat insulin dalam pankreas yang rusak. Namun, itu baru dicobakan pada tikus.

Tentu masih banyak pertanyaan, seperti bagaimana bisa mempertahankan kualitas insulin jika yakon dikonsumsi secara oral. Sampai saat ini belum ada insulin oral karena hormon insulin yang merupakan protein itu akan rusak ketika terkena enzim atau asam lambung. Karena itu, pemakaian insulin dari luar harus selalu disuntikkan.

Upaya membuat pil insulin sudah lama dilakukan, tetapi kalau tidak gagal, ya, terlalu mahal. Saat ini pengembangan pil insulin masih dalam tahap uji klinis, seperti dilakukan peneliti Universitas Niagara, Amerika Serikat. Pil yang mereka sebut cholestosome memakai polimer semacam lemak (lipid) untuk membungkus insulin agar bisa melewati lambung dengan aman.

Sebenarnya penanganan diabetes secara medis sudah maju pesat, terutama dalam hal pengendalian. Contohnya, bagaimana memantau gula darah dalam tubuh tanpa harus mengeluarkan darah dengan cara menusukkan jarum ke ujung jari.

Pakar kimia Universitas Pittsburgh, AS, telah membuat alat untuk menganalisis embusan pernapasan. Aroma urine pun bisa dideteksi, bahkan hidung terlatih bisa mengetahui tinggi atau rendah gula darah. Google telah membuat arloji pintar yang mampu mendeteksi kadar gula darah pemakainya. Mahasiswa pascasarjana Universitas California, San Diego, AS, membuat sensor glukosa dengan perangkat seperti tato.

Upaya penyembuhan secara tetap bisa diharapkan dari metode sel punca, yakni menanamkan atau menumbuhkan sel baru yang rusak. Cara itu diharapkan menjadi cara penyembuhan atau pemulihan penyakit degeneratif.–AW SUBARKAH
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Salah Menalar Diabetes”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB