Resolusi 2011: Ingin Tambah Pintar

- Editor

Rabu, 5 Januari 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menyimak berbagai tantangan pekerjaan atau perkembangan berbagai sisi kehidupan yang semakin rumit, masuk akal kalau ada yang mengadopsi ”ingin jadi lebih pintar dari 2010” sebagai resolusi tahun 2011. Ya, resolusi yang bisa terdengar tidak berlebihan. Perkembangan sains dan teknologi, atau ekonomi, atau masalah kesehatan memang makin pelik hingga masyarakat pun— mau tak mau—harus berusaha menyesuaikan diri dengan meningkatnya kerumitan soal di atas.

Pintar atau cerdas, bagi sebagian kalangan, dianggap sudah bawaan lahir. Dan, dalam kaitan ini, masa-masa 9 bulan di kandungan merupakan masa yang amat menentukan. Pada masa itulah antara lain otak terbentuk (Time, 4/10/10).

Sebagian memandang kecerdasan adalah anugerah sehingga sosok brilian seperti Albert Einstein atau Isaac Newton adalah unik tidak ada duanya. Kalaupun kedua tokoh dari bidang sains ini banyak jadi idola, sah saja apabila setiap insan mendambakan jadi lebih pintar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam perkembangan berikutnya dikenal konsep kecerdasan majemuk, yang dimajukan oleh Howard Gardner (1943- ) dalam karyanya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983, 1993).

Menurut Gardner, kecerdasan bukan satu entitas tunggal dan diturunkan seperti yang banyak dianut di zaman keemasan psikometri dan behavioris. Seperti diulas kembali oleh Mark Smith (di Infed, 2002, 2008), dengan pemahaman akan kecerdasan majemuk ini, dunia pendidikan mendapatkan pendekatan baru yang lebih terbuka untuk mengapresiasi adanya kecakapan lain di luar kecerdasan logika-matematika yang acap diukur oleh perangkat tes IQ.

Sekadar menyebut kembali, Gardner menyebutkan bahwa setidaknya ada tujuh jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa (linguistik), kecerdasan logika-matematika, kecerdasan kinestetik (yang banyak diperlihatkan oleh atlet cemerlang), kecerdasan musikal, kecerdasan antarpersonal (pintar bergaul dengan orang), kecerdasan intrapersonal (mampu memahami perasaan dan kondisi diri), dan kecerdasan spasial (cakap memahami ruang).

Setelah itu, seperti juga dipahami Gardner bahwa daftar yang ia buat belum lengkap, diakui adanya jenis kecerdasan lain, seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan naturalis/ lingkungan, dan kecerdasan eksistensial.

Paradigma yang diusulkan oleh Gardner banyak mendapat sambutan dari kalangan pendidik dan orangtua, yang kemudian menerima adanya tipe kecerdasan selain logika/ matematika dan menindaklanjuti dengan mengarahkan anak ke bidang yang lebih sesuai dengan bakatnya serta tidak memaksa anak untuk menempuh bidang studi yang disukai orangtua atau dianggap populer oleh masyarakat tetapi sebenarnya tidak cocok bagi si anak.

Memacu otak

Di luar munculnya pemahaman baru yang mengakui adanya jenis kecerdasan lain di luar kecerdasan logika/matematika, fokus masih banyak dicurahkan untuk memahami dan meningkatkan kemampuan otak. Hanya saja diakui, hasrat meningkatkan kemampuan otak ini terkendala oleh fakta bahwa sejauh ini pemahaman ahli mengenai mekanisme kecerdasan masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemahaman ahli mengenai mekanisme kekuatan otot (Newsweek, 10, 17/1/11).

Namun, di tengah miskinnya hasil riset yang meyakinkan, keinginan untuk memperbesar kapasitas kognitif bukannya tanpa harapan.

Seiring dengan terus dipacunya riset neurosains, muncul pula pemahaman akan proses atau mekanisme fisik yang terjadi, meskipun juga tetap diakui bahwa pemahaman tuntas mengenai pikiran manusia masih merupakan hal misterius.

Menerima bakat

Ketika tantangan kognitif makin tinggi dan resep jitu untuk meningkatkan daya otak masih terus dicari, sebagian mencoba mendapatkan daya konsentrasi dan motivasi melalui pendekatan tradisional dan modern. Nikotin dan kafein juga sempat disinggung dalam laporan Newsweek selain stimulan seperti Adderall dan Ritalin. Dua produk terakhir diciptakan untuk meningkatkan level dopamin otak. Ini cairan yang melahirkan motivasi dan perasaan dihargai.

Kearifan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah di satu sisi merupakan keinginan sah untuk menjadi lebih pintar, tetapi di sisi lain hal itu secara ilmiah juga menghadapi kendala.

Jalan tengah yang dapat diambil lebih kurang adalah terus berusaha meningkatkan kepintaran, tetapi di sisi lain setiap insan juga bijak menerima bakat yang telah dianugerahkan kepadanya. Seseorang yang kenyataannya lebih memiliki kecerdasan musikal bisa saja memendam keinginan untuk menjadi seorang atlet. Namun, mungkin ia harus mengeluarkan upaya ekstrabesar untuk mencapai keunggulan (excellence). Itu pun kalau memang bisa.

Pencapaian pemahaman akan pengetahuan sendiri, dalam banyak hal, sering disebut karena pencurahan akal budi secara total. Beethoven tak kenal urusan lain selain musik, dan ia hanya mondar-mandir di ruang kerjanya tanpa memikirkan soal lain. Dengan itu, ia lalu mencapai kejeniusan musik. Pertanyaan relevan, di tengah zaman gadget sekarang ini, sanggupkah kita yang ingin meningkatkan kepintaran menjalani laku seperti Beethoven? [OLEH NINOK LEKSONO]

Sumber: Kompas, Rabu, 5 Januari 2011 | 04:43 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 4 Juli 2025 - 17:25 WIB

Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB