Puncak Hujan Meteor Perseid 12-13 Agustus

- Editor

Selasa, 12 Agustus 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hujan meteor Perseid terjadi 17 Juli-24 Agustus. Puncaknya adalah Selasa (12/8) dan Rabu besok. Oleh karena terjadi bersamaan saat bulan purnama, jumlah meteor yang bisa diamati diperkirakan lebih sedikit dibandingkan puncak hujan meteor Perseid tahun sebelumnya.

Ahli meteor Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Bill Cooke, mengatakan, titik puncak hujan meteor Perseid terjadi Rabu (13/8) pukul 07.30 WIB. Karena terjadi pagi hari, hujan meteor di titik puncak itu sulit diamati dengan mata telanjang.

Namun, pengamat di Indonesia tetap bisa mengamati puncak hujan meteor Perseid menjelang dan sesaat sesudah mencapai titik puncak, Selasa-Kamis dini hari. Waktu terbaik mengamatinya adalah selepas tengah malam hingga menjelang fajar. Meteor akan terlihat muncul dari rasi Perseus, di arah timur laut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat langit tak ada Bulan, meteor yang teramati pada puncak hujan meteor Perseid mencapai 100 meteor per jam. Namun, puncak hujan meteor Perseid kali ini terjadi bersamaan dengan bulan purnama dan Bulan berada di titik terdekatnya dengan Bumi pada Senin (11/8), maka meteor yang teramati diperkirakan hanya 30-40 meteor per jam.

Menurut komunikator sains Joe Rao, untuk mengamati hujan meteor tak perlu alat bantu seperti teleskop atau binokuler, cukup mata telanjang. Pengamat hanya butuh langit gelap, jauh dari polusi cahaya kota, dan bersih dari partikel debu. Tempat pengamatan harus punya medan pandang bebas ke timur laut, tak terhalang gedung atau pohon.

Hujan meteor Perseid paling baik diamati di Bumi utara. Wilayah Indonesia yang terletak di khatulistiwa membuat hujan meteor tetap mudah diamati.

Meteor berasal dari sisa partikel komet atau hancuran asteroid. Pada hujan meteor Perseid, kata komunikator astronomi Geoff Gaherty, bahan baku meteor berasal dari sisa Komet 109P/Swift-Tuttle yang mengelilingi Matahari setiap 133 tahun sekali. Terakhir, komet ini mendekati Matahari pada 1992.

Saat mendekati Matahari, komet meninggalkan partikel sisa di bekas lintasannya. Setiap tahun, saat Bumi melewati bekas lintasan komet, partikel sisa itu akan masuk ke atmosfer Bumi, menekan dan memanaskan udara di sekitarnya hingga menimbulkan kilatan cahaya meteor.

Meteor memasuki atmosfer Bumi berkecepatan 59,5 kilometer per detik atau 214.365 km per jam. Suhu permukaan meteor mencapai 1.650 derajat celsius.

Partikel yang kecil membuat meteor terbakar di angkasa. Tidak akan ada yang jatuh ke Bumi. (SPACE/NASA/MZW)

Sumber: Kompas, 12 Agustus 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 19 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB