Adalah Nobel bidang kimia tahun 1988 ini dimenangkan oleh tiga ilmuwan Jerman yaitu Johann Diesenhofer (45), Robert Huber (51) dan Hartmut Michel (42) atas keberhasilannya menemukan struktur tiga dimensi protein yang digunakan tumbuhan dan bakteri tertentu untuk mengubah energi matahari menjadi energi kimia (Kompas, 21 Oktober 1988).
Kemenangan ketiga ilmuwan itu merupakan kelanjutan sukses J .C. Kendrew dan M.F. Perutz yang bersama-sama memperoleh hadiah Nobel pada taun 1962. J.C. Kendrew pada tahun 1960 menemukan struktur tiga dimensi myoglobin (suatu protein rantai tunggal pada otot kelompok hewan yang berperan sebagai pembawa oksigen), sedangkan M.F. Perutz pada tahun 1969 juga, menemukan struktur tiga dimensi hemoglobin (suatu protein yang terdiri dari empat rantai protein/polipeptida yang berperan sebagai pembawa oksigen dalam dalam darah). J.C. Kendrew dan M.F. Perutz inilah yang pertama kali meletakkan dasar bagi pengungkapan struktur tiga dimensi protein dengan menggunakan analisis difraksi Sinar-X.
Pada myoglobin dan hemoglobin, ada molekul nonprotein yang disebut gugus prostetik yakni hem. Gugus prostetik inilah yang memberikan aktivitas biologis pada myoglobin dan hemoglobin. Suatu protein yang aktivitas biologisnya dicirikan oleh adanya gugus prostetik, disebut holoprotein, sedangkan protein yang dicirikan oleh tidak adanya gugus prostetik, disebut apoprorotein. Protein yang berperan mengubah energi matahari menjadi energi kimia juga mengandung gugus prostetik. Protein ini terlibat dalam proses fotosintesis pada tanaman dan bakteri tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Proses fotosintesis
Tanaman tingkat tinggi, lumut , ganggang (ganggang hijau, biru, coklat dan merah), mikroorganisme seperti protozoa golongan Euglena, bakteri belerang ungu Thiorhodaceae, bakteri belerang biru Chlorobacteriaceae dan bakteri ungu Rhodopseudongonas viridis, dapat mengambil karbon dioksioda (C02) dari udara guna menghasilkan glukosa (karbohidrat). Pada tanaman, glukosa ini diubah menjadi molekul karbohidrat yang lebih besar yakni pati dan selulosa maupun diubah menjadi produk lain dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman itu.
Proses pembentukan karbohidrat dan karbon dioksida dan air, memerlukan energi yang berasal dari sinar matahari. Energi sinar matahari tersebut (foton) akan dipakai untuk membentuk senyawa berenergi tinggi ATP (Adenosin trifosfat) dari ADP (Adenoain trifosfat) dan fosfat. Pembentukan ATP dari ADP tersebut merupakan suatu mekanisme penyimpanan energi mahari oleh organisme yang dapat melakukan reaksi fotosintesis.
ATP ini (dan senyawa berenergi tinggi NADPH) kemudian dipakai untuk proses reduksi CO menjadi glukosa. Mekanisme pembentukan glukosa ini tidak sederhana karena melibatkan beberapa enzim dan molekul yang dapat mengikat CO2 yaitu ribulosa 1,5 difosfat.
Pembentukan ATP dari ADP melibatkan pengaliran electron melalui pigmen berwarna dari molekul air (sebagai donor elektron) ke NADP3+ (sebagai penerima elektron). Proses pengaliran elektron itu membutuhkan energi sinar matahari. Pembentukan ATP dan tahap pengangkutan elektron pada proses fotosintesis terjadi dalam membran kloroplas (dalam tanaman) atau pada membrane mitokondria (pada bakteri yang dapat melakukan proses fotosintesis).
Pusat reaksi
Tahap pertama dalam reaksi fotosintesis adalah penyerapan energi dari sinar matahari oleh suatu kompleks pengumpul sinar. Energi ini kemudian dipindahkan pada pusat rekasi (PR), selanjutnya dipakai untuk mentrasfer elektron-elektron melewati membran.
Pusat reaksi pada bakteri ungu Rhodopseudomonas viridis terdiri dari empat rantai tunggal (monomer subunit) protein, yaitu subunit L, M, H, sitokrom C yang berikatan dengan gugus prostetik hem. Gugus prostetik lain yan terikat pada protein ini adala empat molekul bakterioklorufil b, dua bakteriofeopitin b, dua kuinon, satu karotenoid dan satu ion besi non hem. Pusat reaksi dari bakteri ini yang pertama kali berhasil dikristalkan oleh Michel pada tahun 1982. Setahun kemudian, Michel berhasil mengukur aktivitas fotokimia dari kristal tersebut.
Keberhasilan Michel mengkristalkan PR itu merupakan awal dari perjalanan singkat meraih hadiah Nobel 1988 bersama kedua peneliti lainnya. Mengapa? Penentuan struktur tiga dimensi protein PR dapat dilakukan dengan analisis difraksi Sinar-X bila protein itu murni dan berupa Kristal. Tentu saja harus diketahui lebih dahulu urutan asam amino penyusun masing-masing subunit protein, komponen apa saja yang ada pada protein PR dan pengujian sifat fisik PR.
Michel Deisenhofer dan Huber ini memilih meneliti pusat reaksi dari bakteri Rhodopseudomonas viridis karena teknik isolasinya lebih mudah daripada mengisolasi pusat reaksi yang terdapat pada tanaman. lsolasi pusat reaksi dari sel dilakukan dengan memakai deterjen tertentu dan dihasilkan dalam bentuk yang murni, tidak tercampur dengan pigmen warna yang lain, berbeda halnya bila PR itu diisolasi dari tanaman.
Michel Deisenhofer dan Huber memang lagi kejatuhan rejeki. Betapa tidak. Banyak peneliti yang menggeluti pusat reaksi dari berbagai subspesies Rhadopseudomonas, serta dari sudut penelitian yang berbeda-beda. Semuanya ini menunjang penelitian Michel dan kawannya. Contohnya saja adanya empat subunit protein dan molekul lain yang terintegrasi urutan asam amino penyusun subunit protein dan sebagainya, itu bukanlah penemuan Michel dan kawannya. Tetapi dengan kemampuannya membuat kristal protein PR dan kemampuan “membaca gambar buta” dari film Sinar-X, maka mereka bisa menentukan bentuk struktur tiga dimensi bentuk struktur tiga dimensi masing-masing subunit dan lokasi pengikatan gugus prostetik serta ion besi non hem pada protein.
Argumentasinya cukup kuat untuk menerangkan bahwa suatu molekul berada di suatu posisi tertentu. Argumentasi dan hasil penelitiannya yang dimuat di majalah Nature, Desember 1985, inilah yang dihargai, walau timbulnya argumentasi yang benar itu sebagian ditunjang oleh pembuktian eksperimen yang dilakukan peneliti lain pada periode yang sama.
Michel, Deisenhofer dan Huber telah menguak misteri struktur tiga dimensi protein pada pusat reaksi fotosintesis suatu bakteri. Hasil penelitiannya memang belum bisa diaplikasikan secara langsung, tetapi pemahaman terhadap struktur pusat lokasi itu memberikan pengertian yang lebih dalam mengenai proses fotosintesis, sehingga memberikan kemungkinan dikemudian hari untuk meningkatkan efisiensi proses fotosintesis pada tanaman serta pencarian herbisida baru yang lebih efektif menyerang tanaman karena herbisida pada umumnya menghambat proses pengaliran elektron pada proses fotosintesis.
Markus G. Subiyakto, dosen biokimia, Jurusan Kimia FMIPA-UI
Sumber: Kompas, 30 OKTOBER 1988