Perempuan Rentan Terkena Hipertensi Paru

- Editor

Selasa, 19 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perempuan rentan terkena hipertensi paru. Jika terlambat ditangani, itu mengancam keselamatan jiwa penderita, terutama ibu hamil dan bayi yang dikandung. Namun, penyakit itu kerap tak terdiagnosis karena gejalanya menyerupai penyakit lain.

Hipertensi paru ialah jenis tekanan darah tinggi di arteri paru, saluran penghubung sisi kanan jantung ke paru. Hipertensi paru terjadi saat arteri paru dan kapiler menyempit sehingga darah sulit mengalir lewat paru-paru. Akibatnya, bagian kanan jantung meningkatkan tekanan demi memompa darah ke paru-paru sehingga jantung melemah.

“Penyebab hipertensi paru lebih banyak menyerang perempuan belum diketahui. Kemungkinan terkait epidemologi,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito, Yogyakarta, Lucia Kris Dinarti, Sabtu (16/4), di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lebih dari 25 juta kasus hipertensi paru di dunia, prevalensi 5-10 pasien per 100.000 jiwa, 50 persennya tak berobat hingga meninggal kurang dari dua tahun. “Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi kena hipertensi paru ketimbang pria,” ujarnya.

Menurut data RSUP Sardjito, sejak Juli 2012 sampai Desember 2015, jumlah kasus hipertensi paru 336 orang, 80 persennya perempuan. Hipertensi paru akibat penyakit lain, seperti jantung bawaan dan paru-paru. Perempuan menikah dan hipertensi paru tak boleh hamil karena berisiko tinggi pada kehamilan, bahkan memicu kematian ibu dan anak.

Namun, pasien hipertensi paru umumnya berobat di usia di atas 18 tahun dengan gejala sesak napas, bibir membiru, mudah lelah, kerap pingsan, dan kaki bengkak. Banyak pasien tak terdiagnosis karena gejala mirip asma, paru kronis, dan bronkitis.

Diagnosis dini
Prof Noriaki Emoto, MD, PhD dari Kobe University, Jepang, memaparkan, hipertensi paru harus terdiagnosis sedini mungkin demi mempercepat terapi. Di Jepang, diagnosis dimulai sejak masa kehamilan, kelahiran bayi, dan rutin dipantau. Penanganan pasien melalui operasi, intervensi nonbedah, obat, hingga cangkok organ paru. Biaya obat penyakit itu Rp 3,6 juta per hari.

Menurut Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia Indriani Ginoto, stok obat hipertensi paru di Indonesia minim. Dari 14 jenis obat hipertensi paru, baru 4 obat masuk Indonesia. Akibatnya, pasien terpaksa membeli obat penyakit itu di luar negeri. (C05)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Perempuan Rentan Terkena Hipertensi Paru”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB