Gelar doctor honoris causa dapat diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan.
Pemberian gelar honoris causa kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu mendapat pro dan kontra dari publik. Sebab, pemberian gelar honoris causa atau profesor kehormatan yang diberikan harus melalui dan memenuhi rangkaian proses akademik tertentu.
Pemberian gelar profesor diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005. Undang-undang tersebut menjelaskan, profesor adalah jabatan fungsional tertinggi yang diberikan kepada dosen di lingkup perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam aturan, dosen yang mendapat jabatan fungsional profesor berhak menyandang gelar guru besar. Syaratnya pun cukup kompleks, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan publikasi, dan pengabdian masyarakat.
Publikasi ilmiah tersebut harus pernah diterbitkan di jurnal internasional Scopus dan jurnal ilmiah nasional Sinta. Sedangkan jenjang karir untuk mendapatkan gelar profesor berawal dari jabatan fungsional asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar.
Di lingkungan kampus, profesor lebih dari sekadar jabatan fungsional tertinggi, menyandang profesor berarti seorang dosen memiliki kapasitas keahlian dan produktivitas ilmiah yang tinggi.
Kehadiran profesor secara langsung akan memberi dampak ganda terhadap perguruan tinggi, dunia akademik, dan peradaban keilmuan suatu bangsa. Adanya seorang profesor di kampus sudah jelas mengutamakan prestasi akademik.
Sebutan profesor atau guru besar hanya dipergunakan selama seseorang masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tingginya, hal ini dijelaskan dalam UU No.20/2003/SISDIKNAS.
Sedangkan profesor atau guru besar yang bekerja di perguruan tinggi swasta yang diakui pemerintah, dapat memperpanjang usia pensiun dan diangkat menjadi Profesor Emeritus yang harus diusulkan oleh perguruan tingginya kepada Mendiknas melalui Kopertis dengan persyaratan yang berlaku pada perguruan tinggi negeri.
Seorang profesor yang sudah pensiun secara akademik, tidak berhak lagi menuliskan kata Prof di depan namanya. Hal ini juga berlaku bagi profesor yang menjabat sebagai birokrat dan tidak ada waktu untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, juga harus menanggalkan sebutan profesor di depan namanya.
Secara garis besar, professor atau guru besar bukanlah gelar akademik tertinggi, namun merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang mengajar di lingkungan perguruan tinggi yang diakui pemerintah serta melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Sedangkan gelar doctor honoris causa tertuang di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi sebagai pelaksanaan dari ketentuan BAB VII Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi.
Pada Pasal 15 menjelaskan, gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa dapat diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan.
Doctor honoris causa adalah gelar kesarjanaan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi/universitas yang memenuhi syarat kepada seseorang, tanpa orang tersebut perlu untuk mengikuti dan lulus dari pendidikan yang sesuai untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya tersebut.
Untuk mendapatkan gelar doctor honoris causa, seseorang harus memiliki gelar akademik sekurang-kurangnya sarjana dan berjasa luar biasa dalam pengembangan suatu disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan atau kemanusiaan.
Sedangkan perguruan tinggi pemberi gelar tersebut harus universitas atau institut yang memiliki wewenang menyelenggarakan program pendidikan doktor berdasarkan surat keputusan menteri.
Integritas doctor honoris causa harus menjunjung tinggi tiga aspek, yaitu Veritas (kejujuran), Probitas (kebenaran), Iustitia (keadilan). Dalam pengusulan doctor honoris causa juga perlu melibatkan pihak ketiga, seperti lembaga pemantau pendidikan, hal ini guna menghindari bisnis gelar oleh pihak kampus atau pemangku kepentingan lainnya.
Oleh: Willa Wahyuni
Sumber: hukumonline.com, 1 Juni 2022