Indonesia Bisa Bersanding dengan Negara Maju
Pendidikan sebagai fondasi kemajuan bangsa harus mampu menyiapkan generasi mendatang untuk dapat membawa Indonesia sebanding dengan negara-negara lain. Pendidikan dikembangkan dalam rangka menyiapkan manusia Indonesia yang produktif dan memegang nilai-nilai positif.
“Keberhasilan pendidikan tidak bisa dinilai sekarang. Bicara mutu manusia tidak mudah karena tidak bersifat fisik,” kata Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2015 di Depok, Jawa Barat, Senin (30/3). Hadir pula Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Dalam hal pembangunan manusia, Indonesia belum maksimal dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Sebagai tambahan, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada 2014 di peringkat ke-108 dari 287 negara. Laporan indeks itu diterbitkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia belum bisa bersanding dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura yang indeks pembangunan manusianya tinggi. Salah satu penentu indeks itu ialah pendidikan. Bahkan, Indeks Pembangunan Manusia Singapura dapat bersanding dengan negara-negara maju di Eropa.
Rembuk nasional yang digelar 30-31 Maret 2015 itu dihadiri 916 peserta, antara lain pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kepala dinas pendidikan, anggota Komisi X DPR, dan pemangku kepentingan pendidikan lain. Rembuk nasional bertema “Memperkuat Pelaku dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan Berkarakter Dilandasi Semangat Gotong Royong” itu juga ajang untuk memberikan masukan dalam perumusan kebijakan-kebijakan terkait dengan pembangunan pendidikan dan kebudayaan.
Melihat ke depan
Kalla mengatakan, harus disadari bahwa prinsip pendidikan ialah melihat ke depan. Sistem pendidikan saat ini baru akan terlihat mutunya sepuluh tahun ke depan.
Kalla menyatakan, pembangunan manusia penting dalam membangun pendidikan karena dapat memperkuat kemajuan di segala sisi. Seiring dengan kemajuan pesat di aneka bidang di dunia, pendidikan seharusnya dapat mengimbangi agar tidak tertinggal. Pendidikan juga harus bermanfaat untuk semua pihak, mulai dari siswa, orangtua, bangsa, dan negaranya. Pengembangan pendidikan perlu difokuskan pada potensi Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memberikan pengantar dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2015 di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Senin (30/3). Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan diikuti 916 peserta, antara lain pejabat Kemdikbud, kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota, anggota Komisi X DPR, serta pemangku kepentingan pendidikan lain.KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketika merancang sistem pendidikan, lanjut Kalla, harus disadari bahwa kebutuhan akan tenaga-tenaga terampil yang bisa menjadi tenaga kerja terdidik. Tidak semua lulusan pendidikan menengah akan masuk perguruan tinggi. “Oleh karena itu, pendidikan seperti sekolah menengah kejuruan penting dikembangkan,” kata Kalla.
Dalam kesempatan tersebut Kalla juga menyinggung ujian nasional. Keberadaan ujian nasional, yang disadari Kalla masih menjadi momok bagi sebagian orang, sebenarnya bisa jadi pemacu keberhasilan siswa. Selain menjamin mutu pembelajaran yang sama, ujian nasional juga berperan membentuk karakter disiplin dan kerja keras.
Pada acara yang sama, Anies Baswedan mengatakan, rembuk nasional pertama pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla itu memiliki arti strategis untuk menata barisan dan mengimplementasikan Nawacita serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Anies mengatakan, pihaknya fokus untuk menguatkan aktor atau pelaku pendidikan, yakni guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, siswa, dan orangtua. “Selama ini, ketika membahas pendidikan, para pelaku utama pendidikan tidak diperhatikan. Ini harus dipertegas atau difokuskan kepada aktor pendidikan,” ujar Anies. (ELN)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2015, di halaman 11 dengan judul “Pendidikan Setarakan Bangsa”.