Pekerja Teladan dari Zhongguancun, Kisah Lei Jun Memimpin Xiaomi

- Editor

Rabu, 7 Juli 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kisah Lei Jun memimpin Xiaomi. Produsen ponsel berpertumbuhan terpesat di dunia.

Di China National Convention Center, Beijing, 15 Mei lalu, Lei Jun, seorang eksekutif kawakan di dunia teknologi, naik ke panggung di hadapan ribuan penggemar dan sorotan media. Pemandangan seperti itu kini lazim terlihat di mana saja. Layaknya banyak pimpinan perusahaan teknologi, Jun mewarnai pidatonya dengan beberapa kisah sukses perusahaannya, produsen telepon seluler (ponsel) Xiaomi. Penjualan mereka melampaui ekspektasi. Lebih dari 50 juta orang memakai sistem operasi MIUI Xiaomi.

Kemudian dia mulai berceritera tentang produk-produk barunya: televisi pintar yang dapat dikendalikan dengan aplikasi dan komputer tablet berbasis Android, MiPad, dalam lima pilihan warna dan harganya lebih murah dibanding iPad mini. “Saya berharap melalui upaya ini kami bisa membuat Apple merasa sedikit tertekan,” ujar Jun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Publik menyambut setiap pengenalan produk itu layaknya menyaksikan gol di Piala Dunia. Peranti kerasnya memang tampak mulus—televisi mereka menawarkan spesifikasi definisi tinggi terbaru, dan tablet MiPad merupakan peranti pertama yang memakai prosesor terbaru keluaran produsen cip Nvidia. Namun, Jun menyampaikan pesan lain yang lebih kuat. Sejatinya selama satu jam itu ia mempresentasikan sebuah momen bersejarah. Untuk pertama kalinya China memiliki merek teknologi sendiri yang benar-benar dicari konsumen.

Setelah acara tersebut, para penggemar berkeliling Beijing, kota dengan tingkat polusi tinggi. Memotret selfie dengan MiPhone masing-masing, melambai-lambaikan simbol Xiaomi, bertukar foto peranti canggih baru mereka. Beberapa pengunjung rela menempuh perjalanan hingga 15 jam untuk mendatangi acara itu. Zhi Yuan (28), yang menempuh perjalanan tu-juh jam dengan kereta dari provinsi Shandong, bangga memamerkan ponsel Xiaomi miliknya, model Red-Mi yang ekonomis. Dia menyukainya karena mudah digunakan. “Lei Jun bisa mengerti keinginan kami. Dia tahu apa yang diinginkan penggemar Xiaomi,” katanya.

Xiaomi (dibaca syiao-mi) merupakan salah satu perusahaan teknologi dengan pertumbuhan terpesat di
dunia. Menurut firma riset Canalys, Xiaomi termasuk produsen peranti genggam terbesar keenam di dunia dan nomor tiga di China, setelah Samsung Electronics dan Lenovo Group. Pertumbuhan Xiaomi baru-baru ini mengesankan, terlebih lagi potensinya. Mereka mengklaim menjual 18,7 juta unit ponsel cerdas dan hampir seluruhnya lewat situs perusahaan sendiri tahun lalu, meraup pendapatan US$5 miliar.

Awal tahun ini Jun menentukan target internal untuk menjual 40 juta ponsel cerdas pada 2014, kemudian menaikkannya menjadi 60 juta. Dalam putaran pendanaan Agustus lalu, para pemodal ventura menaikkan valuasi perusahaan menjadi US$10 miliar, kurang lebih setara dengan Lenovo yang sudah 30 tahun berdiri dan dua pemain kesayangan di Silicon Valley, Dropbox dan Airbnb. Pada saat bersamaan, Xiaomi juga melebarkan sayap di luar ponsel cerdas untuk merambah tablet, televisi layar besar definisi tinggi, dekoder dan home router, bingkai ponsel, portable charger, serta boneka kelinci putih seharga US$16—Mitoo, maskot perusahaan yang digambarkan mengenakan topi angkatan bersenjata China berhiaskan bintang merah.

Meski ponsel dan tabletnya jelas menyerupai produk-produk keluaran Apple dan Samsung yang lebih terkenal, produk Xiaomi bukan barang kloningan. Ponsel cerdas Mi3, produk unggulan perusahaan itu, enteng dan tipis (8,1 milimeter), dengan sudut-sudut melengkung manis. Layar LG yang menampilkan warna-warna tajam serta prosesor Qualcomm berperforma tingginya sama seperti ponsel canggih lain. Mi3 berbasis MIUI, semacam sistem operasi Android proprieter Xiaomi.

“Perusahaan teknologi China akan mulai menjelajahi seluruh dunia”

Pembaruan peranti lunak rutin, yang dilakukan tiap akhir pekan, sering memasukkan ide-ide dari pengguna. Salah satu fitur populer yang diusulkan dalam forum online Xiaomi dapat mengaktifkan lampu flash dan mematikan display yang menguras daya baterai ketika si pemilik Mi3 menekan tombol power selama lima detik. “Biasanya, perusahaan China selalu dituding sebagai tukang tiru,” kata Chetan Sharma, konsultan strategi produsen-produsen ponsel. “Lei Jun bercita-cita membangun merek China yang mampu menghadapi para legenda industri teknologi.”

Penemuan sejati Xiaomi sebenarnya adalah model bisnisnya. Mereka hanya menjual secara online, tidak pernah lewat toko. Mereka juga menghindari konsep beriklan konvensional, hanya mengalokasikan sekitar 1% dari pendapatannya untuk pemasaran. (Sebagai perbandingan, biaya pemasaran Samsung 5,4%.) Tapi, Xiaomi justru mengandalkan jejaring sosial China, Weibo dan WeChat, serta publikasi gratis lewat media yang didapat Jun sebagai pahlawan teknologi nasional. Uang yang dihemat Xiaomi dari pemasaran memungkinkannya membeli komponen-komponen nomor satu sambil terus menekan harga ritel.

Harga Mi3 CN¥1.699 atau sekitar US$270 (kurang dari Rp3 juta). Di China, harga iPhone minimal dua kali lipatnya. Ponsel Mi3, ataupun model-model lainnya, seperti memiliki signifikansi tersendiri bila Anda cukup beruntung bisa mendapatkannya —model-model terbaru biasanya terjual habis. Xiaomi menjual ponsel dalam kuantitas-kuantitas tertentu, biasanya hanya sekitar 100.000 unit. Mereka sesumbar rilis Mi3 pertama terjual habis dalam 86 detik. Fenomena teknologi itu bisa disetarakan dengan rilis sepatu Air Jordan Nike.

Target terbaru Jun membawa Xiaomi keluar China dan memasuki pasar Brasil, Meksiko, Rusia, Turki, India, dan lima negara di Asia Tenggara. “Perekonomian kreatif di sini terus naik, kewirausahaan meningkat, dan kemampuan inovasi kami bertumbuh,” kata Jun dalam email yang diterjemahkan dari bahasa China, karena ia tidak menguasai bahasa Inggris lisan maupun tulisan. “Kami pasar konsumen terbesar di dunia. Setelah beberapa dekade berusaha, inilah tren yang muncul. Perusahaan teknologi China akan mulai menjelajahi seluruh dunia.”

Lei Jun lahir pada 1969 di tengah keluarga biasa di Xiantao, kota berskala menengah di provinsi Hubei. Pada 1987, pria yang memang jago matematika itu mendapat beasiswa di fakultas ilmu komputer Wuhan University, tak jauh dari tempat tinggalnya. Pada tahun pertamanya sebagai mahasiswa, Jun menemukan buku Fire in the Valley: The Making of the Personal Computer yang sudah diterjemahkan ke bahasa China di perpustakaan. Buku yang mengisahkan tonggak sejarah dalam industri teknologi Amerika serta awal karier Bill Gates dan Steve Jobs itu menjadi inspirasi baginya. Dua tahun kemudian Lei Jun lulus dan bergabung dengan Kingsoft. Kala itu, Kingsoft hanyalah pemain kecil penyedia peranti lunak perkantoran di Beijing, yang jelas-jelas meniru Microsoft.

Konon, orang China yang bermigrasi ke Beijing biasanya bekerja lebih keras ketimbang warga aslinya karena mereka ingin membuktikan diri. Tak terkecuali Jun yang tekun bekerja siang-malam. Setelah lima tahun, ia diangkat sebagai Chief Executive Officer Kingsoft dan memimpin perusahaan bersama sang pendiri. Surat kabar pada akhir 1990-an menjulukinya /láomó (artinya `pekerja teladan’) Zhongguancun, distrik teknologi yang mulai berkembang di Beijing.

Semua itu bukan perjalanan mudah baginya. Hampir sepanjang masa-masa awalnya, Kingsoft sibuk menangkis momok kepailitan. Pembajakan produknya marak, dan peranti lunak word processing mereka, WPS Office, bersaing langsung dengan Microsoft Word. Selama satu dasawarsa Jun berusaha menemukan posisi yang lebih aman, menggiring Kingsoft ke video game dan peranti lunak pengaman, serta melepas Joyo.com. Perusahaan e-commerce itu diakuisisi Amazon.com 10 tahun lalu dengan harga relatif murah —sekitar US$70 juta.

Lei Jun

Kingsoft akhirnya go public pada 2007. Mereka berhasil mengumpulkan US$99 juta di Hong Kong Stock Exchange sebagian besar berkat kekuatan pendapatan game online miliknya. Namun, kapitalisasi pasar Kingsoft kecil, hanya US$400 juta. Dua bulan kemudian Jun mengundurkan diri.

Pemberitaan setempat melansir Jun mundur lantaran masalah kesehatan. Namun, menurut teman-temannya, Jun sudah muak. Para entrepreneur yang lebih muda, seperti Jack Ma di konglomerasi e-commerce Alibaba Group, Pony Ma di perusahaan hiburan Tencent Holdings, dan Robin Li di situs mesin pencarian terdepan Baidu, telah membangun kerajaan internet yang lebih besar. Merekalah bintang sejati di ajang teknologi China. “Secara finansial [jun] memang aman, tapi soal reputasi tidak,” kata Robin Chan, angel investor yang mendukung Xiaomi. “Dia tidak dianggap selevel dengan Jack Ma dan Pony Ma. Itulah yang memotivasinya.”

Setelah mundur dari Kingsoft, Lei Jun mendirikan perusahaan pemodal ventura individual, membentuk investasinya seputar perusahaan ponsel, jejaring sosial, dan e-commerce. Pada 2007, ia berinvestasi di Vancl, peritel online yang menjual perabot rumah tangga dan pakaian. Vancl nyaris gulung tikar tiga tahun lalu setelah menyetok gudang-gudangnya dengan barang-barang seperti tas tangan dan sapu yang tidak laku. “Itu pelajaran yang sangat penting bagi Lei Jun. Jangan sampai terjebak oleh timbunan inventaris,” kata Hans Tung, pemodal ventura yang berinvestasi baik di Vancl maupun Xiaomi.

Musim gugur 2009, Jun mulai bertemu dengan Lin Bin, eksekutif Google untuk China, dengan ide hendak mendirikan perusahaan rintisan. Saat itu Bin memimpin aksi mobile Google di China, membawahi sekitar 50 teknisi. Musim gugur tahun itu keduanya sering bertemu di lobi hotel di Beijing. Pertama untuk membahas hubungan Google dengan perusahaan aplikasi peramban ponsel bernama UCWeb, di mana Jun berinvestasi, lalu membahas ambisi kewirausahaan Bin.

Ketika itu usia Jun mendekati 40 tahun, dan sedang terobsesi dengan maraknya mania ponsel pintar. Dia membawa dua lusin ponsel di ranselnya, yang semua dipelajarinya dengan cermat. Ia juga membongkar Kindle Amazon untuk memahami cara kerjanya. Dia banyak bicara soal peranti lunak yang dipakai dalam ponsel pintar. Menurut dia, masih bisa lebih ditingkatkan lagi untuk populasi pengguna ponsel di China yang sangat besar, hampir melampaui satu miliar.

Mereka berdua sering bertemu malam hari. Walau sama-sama sudah berkeluarga dan memiliki anak yang masih kecil, mereka kerap mengobrol sampai pagi. Keduanya berteman kompak, sama-sama termotivasi dan sangat mendalami hal-hal teknis. Bin akhirnya mengetahui ada hal lain di balik pertemuan-pertemuan mereka tengah malam. “Saya tiba-tiba sadar kalau dia ingin mendirikan perusahaan rintisan bersama saya,” katanya. “Rasanya tidak logis. Saya mengecek kekayaannya. Dia sangat sukses dalam berinvestasi sehingga kekayaannya luar biasa besar. Banyak investasinya dan hendak menggelar penawaran saham perdana (IPO). Itu bisa menjadikannya 100 kali lebih kaya lagi.”

Awal 2010, Google menyatakan sedang mereorganisasi operasionalnya di China di tengah semakin besarnya tuntutan sensor dari pemerintah Beijing. Itulah dorongan yang dibutuhkan Bin. Kepada Jun, Bin menyatakan kesiapannya meninggalkan Google dan mendirikan perusahaan bersama. Jun ingin menciptakan tak hanya peranti lunak ponsel untuk pasar Negeri Tirai Bambu; tapi juga ponsel pintarnya. Dia berniat menjual ponselnya hanya lewat online agar mereka dapat menghemat komisi 20-25% untuk peritel, dan mengirimkan ponsel berkualitas dengan harga terjangkau kepada penduduk lokal yang rata-rata berpenghasilan sedikit di atas US$2.000 setahun.

Kedua mitra itu bermarkas di sebuah kantor kecil dekat Third Ring Road, utara Beijing. Jun menjadi chief executive officer dan pimpinan produk, sedangkan Bin menjabat sebagai presiden yang bertanggung jawab atas operasional sehari-hari. Salah satu tugas pertama mereka mencari nama perusahaan. Pilihan pertamanya Redstar, seperti lambang negara komunis negaranya, yang jelas bakal menginspirasi antusiasme patriotis konsumen China. Namun, merek dagang tersebut sudah diambil orang. Kemudian ada yang mengusulkan kata Mi', yang berarti beras. Ejaan romawinya bisa berasal dari singkatanmobile internet,’ meski sayangnya bisa juga untuk `mission impossible.’ Mereka mempertimbangkan varian beras hitam dan beras besar dari kata tersebut, sebelum akhirnya memutuskan alternatif yang terkesan lebih rendah hati: beras kecil, atau Xiaomi.

Lei Jun (keempat dari kiri) dan Lin Bin (pojok kanan) bersama para pendiri Xiaomi lainnya pada 2013

Para investor skeptis merek China baru itu bisa membawa pengaruh pada pasar ponsel pintar yang sudah sesak. “Orang pikir mereka gila,” kata Richard Liu, Managing Director Morningside Ventures yang berbasis di Shang-hai. “Semua orang tahu memasuki bisnis ponsel membutuhkan dana besar mengingat kompetisinya sangat ketat.” Salah satunya mengatakan, “Satu-satunya cara agar mereka berhasil jika Nokia dan Motorola gulung tikar dan ada posisi kosong di pasar,” Chan, angel investor mengenang. Ternyata aksi mereka berdua tidak terlalu mengecewakan.

Liu, yang berinvestasi di UCWeb, pertama kali mendengar proposal Lei Jun lewat telepon, dalam obrolan dari jam sembilan malam hingga sembilan pagi. Liu ingat Jun menggambarkan sebuah perusahaan ponsel pintar yang bergerak secepat perusahaan rintisan internet, mendengar dan menanggapi keinginan pengguna, menjual peranti keras dengan harga tak jauh dari biaya pembuatannya, serta meraup laba dari aksesori dan layanan internet. Liu akhirnya memasok separuh modal awal sebesar US$10 juta. Unit modal ventura Qualcomm menjadi investor minoritas.

Lei Jun dan Lin Bin mulai membentuk tim pendiri berjumlah besar, yang sebenarnya tidak lazim. Mereka merupakan para veteran teknologi tinggi yang sudah ahli dan dapat mengelola bagian-bagian perusahaan yang saling berkaitan secara independen, termasuk peranti keras, peranti lunak, desain, dan manufaktur. Untuk menarik para eksekutif China agar memilih mereka dibanding pemain teknologi lainnya, mereka memberikan status co-founder dan saham. (Saat ini ada delapan pendiri Xiaomi. Jun dan Bin menolak digaji.)

Hong Feng, yang pernah menjadi anggota tim Bin di Google, bergabung memimpin divisi MIUI. Dalam wawancara pertamanya dengan sang inisiator, kata Feng, satu jam lamanya Jun menceritakan rencananya untuk mendesain ulang jam alarm di ponsel pintar karena pada kenyataannya
pengguna tidak benar-benar sedetail itu mengeset alarm (hanya segelintir orang yang mengeset alarm pukul 7:37 pagi, misalnya). Tapi, fitur itu belum diluncurkan. “Masih banyak dari pembicaraan kami waktu itu yang belum terealisasi,” ujar Feng.

Pertama-tama Xiaomi membuat MIUI, menyediakannya gratis secara online pada pertengahan 2010. Para pengguna Android yang paham teknis dapat menginstall peranti lunak itu menimpa sistem operasi default ponsel mereka. MIUI, yang diunduh setengah juta kali dalam beberapa bulan pertama, dipuji para penyuka Android lantaran fitur-fiturnya ramah pengguna dan rasional. Umpamanya, ada cara mudah merekam panggilan telepon dan mengirim pesan singkat secara simultan ke beberapa kelompok kontak.

Xiaomi menempa budaya kantor yang sangat memacu diri. Para pendirinya mau bekerja dari jam 10 pagi sampai 10 malam—10 to 10, kata mereka—enam hari seminggu. Mereka juga memasang target untuk merilis versi baru peranti lunak pada akhir setiap pekan. Xiaomi masih melakukannya, menyediakan pembaruan MIUI untuk sekelompok penguji beta yang bekerja tanpa bayaran mencoba peranti lunak awal dan mencari bug.

Jun dan Bin berencana menunggu setahun sebelum mulai menggarap ponsel pertama mereka. Namun, para pendiri tak senang dengan performa MIUI untuk peranti keras lainnya. Kebetulan tak disangka-sangka Xiaomi juga mendapat co-founder baru, Zhou Guangping atau `Dr. Zhou,’ yang pada 2005 membidani produksi Ming, ponsel populer Motorola di China. Jun, Bin, dan Dr. Zhou pun mencari pemasok, menawarkan pembayaran tunai di depan untuk komponen-komponen seperti baterai dan modul kamera. Mereka mengunjungi produsen layar Sharp di Tokyo pada musim semi 2011 dan mengikat kontrak dengan pabrikan Taiwan, Inventec, untuk merakit ponselnya.

Mi1 dipublikasikan pada Agustus 2011 di hadapan 2.000 penggemar MIUI dan media. Jun muncul berbalut kaus hitam dan jeans, sengaja memancing orang membandingkannya dengan seorang tokoh yang pasti juga Anda kenal. Salah satu daya tarik Mi1 yang membuatnya banyak dibicarakan orang antara lain komponen-komponennya paling baru, misalnya cip dual-core paling gres keluaran Qualcomm. Itu pertaruhan yang sangat besar. “Itu karena kepercayaan diri yang muncul tiba-tiba,” kata Bin. Harganya juga murah—CN¥ 1.999, atau sekitar US$300, sepertiga harga iPhone 4 impor.

Selama enam bulan berikutnya, Xiaomi menjual habis tiga batch Mi1, masing-masing hanya beberapa jam setelah resmi ditawarkan. Mereka mengklaim tidak sengaja membatasi suplai demi merangsang permintaan. “Ada ungkapan: Jangan rakus. Kerakusan bisa mematikan perusahaan peranti keras,” kata vice president dan mitra pendiri lainnya, Huang Jiangji.

Namun, beberapa masalah muncul setelah Mi1 dijual. Beberapa pembeli mengeluh harus menunggu beberapa minggu sebelum ponsel pesanannya tiba. Lainnya mengeluhkan layanan pelanggan yang di bawah standar, memaksa Xiaomi merekrut lebih banyak lagi representatif via telepon dan membuka jaringan gerai servis di seluruh negeri. Toh, ponselnya tetap laku, dan karena biaya komponen turun sementara harga tetap sama, ponsel mereka akhirnya menyumbang 15% margin laba Xiaomi.

Semula Xiaomi memperkirakan bakal mengirim 300.000 unit Mi1. Ternyata mereka menjual lebih dari 7 juta unit. Setahun kemudian mereka memperkenalkan Mi2, ponsel pertama di pasar yang memakai prosesor Snapdragon terbaru Qualcomm. Xiaomi akan menjual lebih dari 15 juta unit.

Xiaomi diperkuat 5.200 pegawai yang menempati dua gedung kantor di dekat Fourth Ring Road, dalam kawasan bekas distrik manufaktur wol di utara Beijing. Di salah satu lobi terikat seekor anjing liar yang diadopsi para pegawai dan diberi nama Prosperous Wealth. Di belakang anjing itu terlihat barisan pegawai umur 20-an dalam kubikel, staf representatif Xiaomi yang melayani telepon pelanggan. Banyak di antaranya memakai kaus oranye bergambar Mitoo, si maskot kelinci komunis.

Maret lalu, Jun mengumumkan membeli tanah untuk gedung kantor Xiaomi di Zhongguancun, tempat ia pernah menyandang sebutan pegawai teladan. Kompleks kantor itu akan menjadi markas Xiaomi dan Kingsoft—Jun kembali ke perusahaan peranti lunak itu sebagai chairman pada 2011 setelah asetnya semakin turun. Tapi, masih beberapa tahun lagi sebelum tempat itu akan selesai dibangun. Penawaran saham perdana Xiaomi sepertinya belum akan segera terwujud. “Perusahaan ini baru berusia empat tahun,” ujarnya dalam e-mail. “Kami harus fokus pada bagaimana menyediakan produk dan jasa yang lebih baik. Xiaomi tidak berencana go public dalam lima tahun ke depan.”

Laju Xiaomi agak melambat setelah masa-masa awalnya, kendati para pegawainya masih terus bekerja dengan jadwal 10 to 10 sebelum peluncuran produk besar. “Tapi, kami tetap senang setiap hari,” kata Joy Han, salah satu juru bicara Xiaomi. Namun, pekerja keras paling berdedikasi tetaplah Jun, seperti yang sering diutarakan para pegawainya. Bin memperkirakan mitranya itu praktis bekerja 100 jam seminggu. Huang Jiangji, yang memimpin unit home media server baru Xiaomi berbanderol US$110, setiap Sabtu rapat empat jam dengan sang bos membahas rencana produk. Server miliknya, jika semua berjalan sesuai rencana, akan memungkinkan pengguna mengendalikan peranti-peranti baru yang bermunculan, misalnya thermostat dan perabot pintar—banyak di antaranya yang ingin dibuat Xiaomi, tentu saja.

“Ada ungkapan: Jangan rakus. Kerakusan bisa mematikan perusahaan peranti keras”

Dalam e-mail akhir tahun, Jun mengajak para pegawainya bekerja lebih keras untuk menghadapi tantangan dari para pesaing China, Huawei Technology dan Lenovo, yang pangsa pasarnya lebih besar. Dua rival itu kini mengincar pelanggan Xiaomi. “Artinya, kita [perusahaan] akan menghadapi ujian yang lebih berat lagi,” kata Jun. “Kita pelopor dalam perubahan yang memotivasi, tapi pelopor atau bukan, untuk menjadi pemimpin sejati dalam industri ini bergantung pada upaya-upaya kita ke depan.”

Di lantai 11 bangunan utama, ada sebuah ruang pimpinan yang menjadi `kerajaan’ Hugo Barra. Eksekutif Google kelahiran Brasil itu menjadi buah bibir karena bergabung dengan Xiaomi pada 2013 untuk memimpin ekspansinya ke luar negeri. Sambil mengobrol, Barra mondar-mandir di ruang kantornya yang luas, dengan jendela menghadap bangunan bekas asrama buruh pabrik wol. Bangunan pabriknya sendiri sudah dihancurkan. Rak-rak Barra dipenuhi boneka Mitoo dan pernak-pernik lainnya. Bukti lima tahun masa kerjanya di Google menghiasi dinding, termasuk oret-oretan PacMan yang dibingkai—pernah muncul di home page mesin pencari itu.

Barra optimistis dengan prospek Xiaomi di luar negeri, dan senjata barunya antara lain ponsel pintar RedMi berbanderol US$130 yang diperkenalkan Xiaomi tahun lalu dan Mi3 yang lebih mahal. Keduanya mirip, tapi RedMi dilengkapi prosesor murah dari perusahaan Taiwan MediaTek. Barra bahkan membayangkan kemungkinan munculnya ponsel pintar seharga US$50 yang bakal menggoyang ekonomisasi peranti bergerak. “Saya rasa kalau sekarang memang mustahil dengan kualitas peranti lu-nak dan keras yang kami harapkan,” katanya, “tapi nanti itu bisa berubah.”

Xiaomi harus menunjukkan mereka bisa memanfaatkan media sosial Barat seperti Twitter sebagaimana mereka memberdayakan Weibo dan WeChat. Mereka harus memperluas jaringan pemasoknya ke seberang lautan dan menyesuaikan model bisnisnya dengan negara-negara sasaran. Di sana operator menjual peranti genggam dan pelanggan tidak terbiasa membeli ponsel secara online. Mereka juga harus menghadapi asosiasi merek China dengan pembajakan dan pemalsuan. Xiaomi pun harus belajar melakukannya dengan publisitas yang tidak terlalu memujanya dan membutuhkan dana. “Lei Jun kini relatif bukan siapa-siapa di luar China. Jadi, mungkin agak sulit mendongkrak pamornya,” ujar Michael Clendenin, Managing Director RedTech Advisors China. “Takkan segampang itu melakukan pemasaran gerilya.”

Mungkin Jun dapat kembali memanfaatkan kelangkaan demi keuntungan perusahaan—membuat ponsel Xiaomi langka dan dicari-cari di pasar luar negeri seperti yang terjadi di negeri sendiri. Di luar pusat konvensi, kerumunan penggemar Xiaomi akhirnya mulai menipis. Salah satu pengunjung, Ma Yun Yan (24), datang dengan rambut dicat merah, bertopi bisbol pink, dan kaus bertuliskan “Don’t trust anyone” . Dia terbang tiga jam dari Nanning demi acara itu dan mempertimbangkan membeli MiPad yang bingkai plastiknya berwarna kuning. Menurut dia, “Kuning itu cerah dan muda.” Tak jauh dari situ, Zhao Zhe (29) mengaku penggemar berat MIUI, tapi mengeluhkan harga MiPad yang tidak cukup murah dan menyebut pengalaman mencoba membeli peranti Xiaomi lewat online itu sangat merepotkan.

Mereka mungkin menantikan kemunculan Jun lagi untuk terakhir kalinya, tapi terpaksa meninggalkan tempat itu dengan kecewa. Rupanya Jun sudah berada di tempat lain, meski masih rajin berkicau sepanjang siang dan malam untuk 8,6 juta pengikutnya di Weibo. “Kami jelas akan terus maju menghadapi tablet Android,” kicaunya kepada salah seorang fans yang mengkhawatirkan daya saing MiPad. “Tekad kami sangat kuat.” (—Bersama Bruce Einhorn dan Christina Larson)

Sumber: Bloomberg Bussinessweek edisi Indonesia,16 – 22 Juni 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Berita ini 55 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB