PAKAR biologi modern asal Jerman Ernst Mayr meninggal dunia Kamis (3/1) pada usia 100 tahun. Mayr meninggal karena usia tua.
Mayr dikenal sebagai seorang penulis dan peneliti yang produktif. Semasa hidupnya, dia telah menulis dan mengedit sebanyak 25 buku, dan sedikitnya 600 buah artikel ilmiah yang tersebar di berbagai jurnal internasional.
Sebagai seorang ornitolog (ahli unggas), Mayr telah mengklasifikasikan ribuan jenis burung, kebanyakan di Papua Nugini. Tetapi, karyanya yang paling fenomenal adalah pendefinisian spesies sebagai “suatu kelompok individu yang mampu berkembang biak antarsesama, tetapi bukan dengan individu lain di luar kelompoknya”. Berdasarkan definisi ini, maka suatu spesies baru akan muncul jika dia terpisah dari kelompoknya, kemudian berkembang biak dengan spesies dari kelompok lain dan akhirnya melahirkan keturunan baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemahaman ini hingga kini digunakan oleh seluruh mahasiswa biologi seluruh dunia. Ini menjawab kebingungan yang ditimbulkan oleh teori evolusi Darwin.
Pendapatnya ini dituangkan dalam bukunya Systematics and the Origin of Species yang terbit pada 1942. Di buku tersebut, Mayr menulis teori spesies sebagai allopatric, yang berasal dari bahasa Yunani allo, yang berarti ‘lain’, dan patric (tempat asal).
“Buku ini adalah penghargaan terbesar bagi biologi evolusi,” begitu tanggapan Dr Jerry A Coyne, pakar biologi University of Chicago atas karya Mayr.
Lahir di Kempten, Jerman pada 5 Juli 1904, Mayr muda sangat tertarik pada hewan liar. Tetapi, pada usia 20, dia menekuni dunia medis. Saat ada kesempatan meneliti burung, dia selesaikan studi PhD-nya dalam waktu 16 bulan, sebelum akhirnya bekerja di Museum Berlin pada 1926. Kariernya banyak dihabiskan di AS, sebagai peneliti di museum. Pada 1961, ditunjuk sebagai direktur Museum Zoologi Komparatif di Harvard University.
Walter Bock, seorang murid Mayr pada 1950-an yang kini menjadi pakar biologi evolusi di Columbia University menyamakan kiprah Mayr dengan dua ahli biologi besar yang pernah dimiliki dunia, Theodosius Dobzhansky dan Gaylord Simpson. Ketiganya, kata Bock, adalah arsitek ‘sintesis evolusioner’, yang merupakan rekonsiliasi antara teori evolusi dengan teori penurunan sifat genetik.
Kontribusi Mayr yang paling signifikan adalah argumentasinya bahwa keragaman makhluk hidup banyak dipengaruhi kondisi geografi. Karena itu, banyak pihak menilainya sebagai ‘pembela teori Darwin’ dengan memaparkan bukti-bukti baru, meski pada beberapa hal dia sering menunjukkan ketidaksetujuannya pada teori Darwin.
Meski lebih tenar sebagai ahli biologi evolusi, hasil kerja Mayr di bidang unggas (ornitologi) tidak dapat dipandang sebelah mata. Ketertarikannya pada unggas dimulai sejak kecil, saat ayahnya sering mengajaknya melihat burung-burung. Di bidang ornitologi, Mayr telah berjasa mengumpulkan dan mengklasifikasi tidak kurang 3.000 jenis burung sejak 1928 hingga 1930.
Bukunya yang dianggap paling berpengaruh bagi perkembangan biologi evolusi adalah What Makes Biology Unique?: Considerations on the Autonomy of a Scientific Discipline yang diterbitkan sebulan setelah ulang tahunnya yang ke-100.
sumber: Media indonesia, Minggu, 13 Februari 2005