KETIKA oksidasi ditemukan oleh Priestley pada abad ke 18, kimia masih merupakan pengetahuan yang tidak mempunyai bentuk. Kimia belum mempunyai sistematika di dalam penulisan reaksi kimia, belum mempunyai sistematika di dalam penyusunan unsur, dan demikian pula dengan sistematika kimia lainnya. Kimia masih merupakan kumpulan penemuan terpisah yang dikenal oleh para cendekiawan sampai saat itu.
Lebih dari itu, para ilmuwan belum memiliki kata sepakat tentang apa sesungguhnya yang menjadi bahan dasar di dalam kimia. Mereka hanya membagi bahan kimia ke dalam beberapa kelas seperti asam, alkali, garam, tanah alkali, dan logam. Pada waktu itu, gas baru saja mulai dikenal sehingga tiada orang yang mengetahui dengan pasti apa sebenarnya hawa itu.
Selanjutnya, tidak ada ahli yang mengetahui dengan jelas tentang reaksi yang terjadi pada zat kimia. Paling-paling, hal yang paling memagut perhatian mereka adalah pemanasan dan pembakaran. Dan untuk itu, teori pembakaran yang banyak mempengaruhi pikiran cendekiawan adalah teori phlogiston. Pada saat itu, teori inilah satu-satunya yang dapat menerangkan peristiwa pembakaran dan pengaratan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak lama, para ahli mencari-cari apa sebenarnya yang terjadi pada pembakaran. Geber, pada abad ke-8, misalnya, menerangkan bahwa asas pembakaran itu adalah sulfur (belerang) karena pada pembakaran tercium bau yang menyerupai belerang. Pada abad ke-16 atau ke-17, Becher menerangkannya melalui pengertian terra pinguis. Becher mempunyai mahasiswa yang bernama Georg Ernst Stahl. Tertarik kepada teori gurunya, Stahl kemudian mengemukakan teori phlogiston, yakni kata yang diambilnya dari bahasa Yunani yang berarti menyala atau terbakar.
Menurut teori Stahl, bahan mudah terbakar mengandung banyak phlogiston. Pada waktu terbakar, phlogiston itu keluar. Keluarnya phlogiston itulah yang menampakkan gejala bakar. Sisa bakar tidak lagi mengandung phlogiston sehingga mereka tidak dapat terbakar. Dengan demikian, kayu mengandung banyak phlogiston, sedangkan abu sisa bakar tidak lagi mengandungnya.
Pada zaman itu, para cendekiawan telah juga mengenal peristiwa pengaratan (calcination). Melalui pemanasan, zat seperti raksa dapat berubah menjadi karat (calx) raksa. Demikian pula dengan zat lainnya. Pada waktu itu, Stahl juga beranggapan bahwa, analogi dengan pembakaran, pengaratan termasuk ke dalam teori phlogiston. Dengan demikian, logam mengandung phlogiston serta karat tidak lagi mengandungnya.
Teori phlogiston ini beranggapan bahwa hawa hanya bertugas sebagai media pembawa phlogiston ketika phlogiston itu keluar dari zat. Pada pengolahan logam dari bahan tambang, misalnya, teori phlogiston ini mengemukakan bahwa phlogiston keluar dari arang yang dibakar, dibawa oleh hawa, dan masuk ke dalam logam. Dan dengan cara itu, logam memperoleh phlogiston di dalam proses pemurnian logam.
Hal yang mengganggu teori phlogiston ini adalah berat zat. Arang yang terbakar menjadi abu yang lebih ringan, pada hal logam yang berkarat menjadi karat yang lebih berat. Ini berarti bahwa kehilangan phlogiston dapat menambah atau mengurangi berat zat. Dengan kata lain, Kerajaan pada tahun 1768. Sekalipun demikian, perhatiannya yang paling besar dicurahkannya untuk kimia.
Konon kabarnya, ketika di Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan itu, ia sempat membangkitkan permusuhan, gara-gara ia pernah menolak makalah yang tidak bermutu yang ditulis oleh wartawan yang bernama Marat. Kelak pada zaman revolusi Perancis, Marat membalas dendamnya dengan menyeret Lavoisier ke pengadilan revolusioner. Sekalipun Marat sendiri kemudian dihukum mati oleh pengadilan revolusioner itu, namun Lavoisier yang diseretnya itu juga di hukum mati.
Dendam Marat bukan satu-satunya penyebab yang mencelakakan Lavoisier. Penyebab lainnya adalah keterlibatannya pada pemungutan pajak. Pada tahun 1768, Lovoisier menggabungkan diri ke perusahaan swasta Fermes Generale yang memperoleh pekerjaan mengumpul pajak untuk Pemerintah Perancis. Kelebihan pajak dapat disimpan oleh perusahaan itu. Konon kabarnya, Lavoisier menggunakan uang itu untuk keperluan penelitian kimia dengan mendirikan laboratorium pribadi yang mentereng.
Dalam perusahaan pengumpul pajak itu, Lavoisier bertemu dengan anak gadis pernimpin perusahaan yang bernama Marie-Anne. Pada tahun 1771, mereka menikah. Kemudian, isterinya itu banyak membantunya di dalam laboratorium.
Pada tahun 1775, Lavoisier diangkat untuk menduduki jabatan di Komisi Mesiu Nasional serta mengurus senjata. Ia bertempat tinggal di daerah gudang senjata itu serta di situ pula ia membangun laboratoriumnya. Sekalipun demikian, ia masih terlibat dalam banyak kegiatan lain. Di dekat Blois, ia membeli tanah dan melakukan percobaan di bidang pertanian.
Menjelang revolusi Perancis, ia ditunjuk sebagai direktur bank pada Caisse d’Escompte. Aktif di bidang politik, ia merupakan penganjur pembaharuan sosial. Bahkan dalam masa revolusi Perancis, pada tahun 1791, ia menerbitkan laporan tentang keadaan keuangan Perancis. Pada waktu yang sama, ia juga menerbitkan studi statistika klasik tentang sumberdaya ekonomi Perancis. Dan ketika Perancis menyusun sistem metrik di bidang ukur dan timbang, Lavoisier juga ikut terlibat dan memainkan peranan yang penting di situ.
Dengan laboratoriumnya itu, Lavoisier banyak terlibat di dalam penelitian kimia. Melalui percobaan dengan pengukuran yang teliti, ia kemudian membantah teori kuno yang mengatakan bahwa air dapat berubah menjadi tanah. Kemudian, melalui penelitiannya tentang oksidasi, ia menolak teori phlogiston. Tidak saja ia mempelajari oksidasi pada logam, melainkan ia juga mempelajari oksidasi yang terjadi pada pernapasan hewan dan manusia.
Ia merupakan orang pertama yang menyatakan bahwa semua zat dapat berada dalam tiga fasa yakni fasa padat, cair, dan gas. Selanjutnya, dari tahun 1785 sampai 1789, bersama kawannya, ia menyusun kembali sistem penamaan pada kimia . Setelah itu, ia menulis buku tentang kimia. Satu di antaranya, Traite Elementaire de Chemie, merupakan buku teks yang memberikan gambaran terpadu tentang teori barunya. Dan bersama itu, lahirlah kimia modern yang menggantikan kimia kuno.
Kegiatan Lavoisier tidak lepas dari laboratoriumnya. Selama satu hari penuh dalam setiap minggu, ia berada di dalam laboratorium. Selain itu, setiap hari dari pukul 6 sampai pukul 9 pagi serta dari pukul 19 sampai 22 malam, ia bekerja di tungku pemanas di dalam laboratorium. Sekalipun demikian, pikiran Lavoisier pernah bercabang ke lain bidang. Ia mencoba menulis drama berjudul La Nouvelle Heloise. Namun, tulisan itu tidak pernah sampai dirampungkannya.
Lavoisier merupakan cendekiawan yang dikenal menumbangkan teori phlogiston. Namun, cukup aneh juga, karena ia pula yang menjadi pencetus teori kalorik pada panas. Teori ini menganggap bahwa panas adalah semacam fluida yang kalau kita pikir kembali, mirip teori phlogiston. Dan bersama teori kalorik itu, ia merintis kalorimetri.
Pada suatu hari, Lavoisier sedang menyelidiki oksidasi pada pernapasan manusia. Ia menempatkan asistennya, Seguin, di dalam kantong yang tertutup rapat serta menimbangnya dengan teliti. Ia ingin menimbang kantong napas Seguin yang menurut pikirannya mengandung hawa bekas napas yang dapat menunjukkan oksidasi. Pada saat itu, pintu laboratoriumnya dibuka orang. Lavoisier ditangkap oleh kaum revolusioner yang dipimpin oleh Marat.
Berbagai tuduhan dilimpahkan kepada Lavoisier. Pada bulan Mei 1794, ia diadili dengan tuduhan membasahi tembakau untuk tentara serta mengambil uang yang seharus-nya masuk ke kas negara. Ketika ada petisi pembelaan dari kawan-kawannya yang menunjukkan bahwa Lavoisier adalah cendekiawan besar, maka hakim berkata bahwa “Republik tidak memerlukan orang genius.” Vonis matipun dijatuhkan dan Lavoisier dipancung di tiang guillontine pada tanggal 8 Mei 1794.
Oksidasi
DARI tahun 1772 sampai 1774, Lavoisier melakukan penelitian tentang peristiwa pengaratan dan pembakaran. Pada pembakaran, misalnya, ia menemukan bahwa teori phlogiston tidak dapat menerangkan banyak hal. Pada tahun 1772, bersama ahli kimia lainnya, ia membakar benda ia di dalam hawa. Dibantu oleh perusahaan permata di Paris, ia membakar intan. Satu dibakar di dalam hawa serta
satu lagi dibakar tanpa hawa. Ternyata yang di dalam hawa terbakar menjadi “gas tetap”, sedangkan yang tanpa hawa tidak terbakar.
Lavoisier membakar fosfor dan belerang di dalam hawa. Hasilnya ditimbang. Ternyata hasil bakar itu lebih berat dari bahan semula. Karena tidak percaya kepada berat negatif dari phlogiston, ia menduga bahwa penambahan berat itu berasal dari hawa tadi.
Pada tahun 1773, setelah mempelajarinya dari tulisan Boyle, maka dalam tabung tertutup, ia memanaskan timbal dan timah. Dari pemanasan itu, ia menemukan karat. Namun, berat keseluruhannya, dari sebelum sampai setelah pemanasan, tidak berubah. Ketika tabung itu dibuka, ia menemukan adanya hawa yang mendesak masuk. Ia mengulangi percobaan ini pada tahun 1774 serta melaporkan hasilnya kepada Akademi Ilmu Pengetahuan.
Pada lahun 1774 itu, di dalam tabung tertutup, Lavoisier memanaskan timah dan tmbal dengan hawa yang terbatas. Pemanasan itu menghasilkan lapisan karat pada logam itu. Pemanasan selanjutnya tidak dapat lagi menambah jumlah karat. Berat bejana dari sebelum pemanasan sampai setelah pemanasan adalah tetap sama, pada hal, berat karat lebih besar dari logam asalnya. Kalau begitu, pikir Lavoisier, penambahan berat itu seharusnya disertai oleh pengurangan berat pada hawa. Itu berarti akan terjadi kehampaan sebagian. Ternyata pikiran Lavoisier tidak meleset. Ia menunjukkan bahwa karat adalah logam ditambah hawa.
Pada tahun 1774, Priestey datang ke Paris serta berbicara dengan Lavoisier tentang “hawa dephlogistiasi” yang ditemukannya. Lavoisier mengulangi percobaan itu serta memahami bahwa ada dua macam gas di dalam hawa. Gas macam pertama menunjang pembakaran serta gas macam kedua tidak menunjang pembakaran. Gas kedua ini dinamakan azote (tiada kehidupan). Pada tahun 1778, Lavoisier mengumumkan pikirannya itu. Namun, buruknya, ia sama sekali tidak menyinggung nama Priestley. Dan hal ini mengundang kritik dari para cendekiawan lain.
Pada tahun 1779, Lavoisier menamakan kembali “hawa dephlogistiasi” dari Priestley sebagai oksigen. Pada tahun 1783, Lavoisier menamakan kembali “gas mudah terbakar” dari Cavendish sebagai hidrogen. Dan pada tahun 1790, Jean Antoine Claude Chaptal menamakan kembali azote sebagai nitrogen. Dengan demikian, pada saat itu, para cendekiawan telah menemukan tiga macam gas di dalam hawa yakni oksigen, hidrogen, dan nitrogen.
Dalam percobaan itu, Lavoisier suka juga main rahasia-rahasiaan. Setelah merampungkan percobaannya, pada suatu hari, di dalam catatan yang disegel, ia menulis, Satu minggu yang lalu, saya menemukan bahwa belerang jika dipanaskan akan bertambah berat. Begitu juga dengan fosfor. Penambahan berat itu datang dari sejumlah besar hawa. Saya didorong untuk mengatakan bahwa pe nambahan berat pada karat logam itu juga disebabkan oleh penyebab yang sama. Karena penemuan ini tampaknya merupakan salah satu yang paling menarik sejak zaman Becher, maka saya merasa adalah kewajiban saya untuk meletakkan komunikasi ini ke dalam tangan sekretaris Akademi, untuk tetap sebagai rahasia, sampai saya dapat mengumumkan percobaan saya itu.
Lavoisier masih mencoba oksidasi itu dengan raksa dan memperoleh hasil yang sama. Kemudian, ia mengalihkan perhatiannya, dari pembakaran dan pengaratan ke pernapasan. Ia merasa yakin bahwa pernapasan adalah sama dengan peristiwa pembakaran dan pengaratan. Dari percobaannya dengan pernapasan, ia menyatakan bahwa “pernapasan hanya berlangsung pada bagian hawa yang murni atau dephlogistigasi yang terkandung di dalam atmosfir; bahwa sisanya atau bagian mephitik hanya sebagai media pasif yang masuk ke paru dan keluar lagi dalam keadaan yang sama, tanpa berubah atau mengalami perubahan.
“Jika hewan dikurung di dalam jumlah hawa tertentu,” kata Lavoisier lebih lanjut, “ia akan mati sebegitu ia habis menyerap atau mengubah ke bentuk hawa tetap, sebagian besar bagian hawa dapat dinapasi, sedangkan sisanya direduksi ke keadaan mephitik.”
Lavoisier juga menunjukkan bahwa sisa hawa yang tertinggal setelah peristiwa pengaratan adalah sama dengan sisa hawa yang tertinggal setelah pernapasan. Penemuannya itu ditulis di dalam makalah berjudul Experiences surla respiration des animaux serta disampaikannya kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan.
Kimia Modern
SEBAGAI cendekiawan, Lavoisier telah banyak mem-beri sumbangan sehingga memungkinkan munculnya kimia modern. Ia telah menunjukkn bahwa ketelitian pengukuran dan penimbangan adalah penting di dalam ilmu kimia. Bahkan, bersama itu, ia memasukkan hukum kekekalan massa ke dalam kimia. Ia juga menunjukkan adanya reaksi kimia di dalam kimia, terutama reaksi dengan oksigen yang dikenal sebagai oksidasi. Melalui oksidasi ini, sejumlah bahan mulai dikenal melalui komposisi zat di dalam bahan itu, termasuk komponen oksigennya.
Setelah mendengar dari Cavendish bahwa air adalah gabungan dari hidrogen dan oksigen, Lavoisier meluaskan oksidasi ke air. Buruknya, dalam hal ini, ia pun lupa menyebut nama Cavendish, sehingga hal itu mengundang banyak kritik ke alamat Lavoisier.
Melalui ketekunan percobaan yang teliti, ia menunjukkan bahwa anggapan kuno tentang air berubah menjadi tanah tidak benar. Untuk itu, pada tahun 1768, ia memasak air terus menerus sampai selama 101 hari dari tanggal 26 Oktober 1768 sampai 1 Februari 1769. Melalui timbangan, ia menunjukkan bahwa sisa tanah yang tertinggal setelah air menguap, sebenarnya berasal dari bejana. Timbangan bejana, kata Lavoisier, berkurang seberat zat yang tertinggal pada penguapan air.
Kemudian, dari tahun 1785 sampai 1789, bersama Guyton de Morveau, Antoine Francois Fourcroy, dan Claude Louis Berthollet, Lavoisier menyusun penamaan pada zat kimia. Pada bulan Mei tahun 1787, mereka menerbitkan buku tentang Metode Nomenklatur Kimia yang mereka sampaikan kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Di situ, mereka mencoba memberi nama kepada zat sesuai dengan komposisi zat yang membentuk zat itu. Mereka menggunakan istilah oksida, sulfat, dan sejenisnya untuk menunjukkan zat senyawa.
Nomenklatur itu tidak segera diterima baik oleh semua cendekiawan. Sebagian ahli tua mencemoohnya. “Jadi untuk karat logam, Lavoisier menggantinya dengan oxide,” kata Kirwan dari Irlandia. Lantas apa bedanya dengan oxhide, kulit sapi. Namun, teori baru ini kian bertumbuh sementara teori lama kian memudar. Demikian pula, teori phlogiston ikut lenyap bersama mundurnya teori lama di dalam kimia.
Oleh Dali S. Naga
Sumber: Majalah AKU TAHU/ APRIL 1988