Apa kabar proyek kendaraan listrik? Setelah melewati riset panjang, tim ITS yang dipimpin Muhammad Nur sudah bisa membuat mobil listrik dengan kandungan komponen 90 persen lokal.
Muhammad Nur Yuniarto (44) sejak satu dekade lalu mengembangkan riset kendaraan listrik yang tidak hanya hemat energi, tetapi juga ramah lingkungan. Bersama timnya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ia telah membuat mobil dan sepeda motor listrik dengan teknologi terdepan.
KOMPAS/IQBAL BASYARI–Muhammad Nur Yuniarto, Direktur Pusat Unggulan Iptek-Sistem Kontrol Otomotif Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama kurun waktu 2013 hingga 2019, ia dan timnya di Pusat Unggulan Iptek-Sistem Kontrol Otomotif (PUI-SKO) ITS setidaknya telah menciptakan 10 mobil listrik dan satu sepeda motor listrik bersama. Salah satunya, yakni sepeda motor listrik GESITS, sudah mulai diproduksi secara massal.
”Saya ingin membuktikan bahwa peneliti Indonesia mampu mengembangkan teknologi dalam bidang transportasi, terutama membuat kendaraan listrik,” kata laki-laki yang biasa disapa Nur ini di Surabaya, Selasa (11/2/2020).
Kecintaan dosen Teknik Mesin ITS ini pada dunia otomotif mulai tumbuh sejak remaja. Tidak mengherankan jika ia memilih melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Mesin ITS agar bisa mempelajari teknologi kendaraan. Pada usia 22 tahun, ia berhasil memodifikasi mobil pertama miliknya, yakni Holden Torana, yang berkapasitas 2.800 cc menjadi 3.300 cc. Saat itu, yang ada di pikirannya adalah bagaimana membuat mobil bisa melaju lebih kencang.
Lulus dari ITS, ia memilih mengabdi sebagai dosen di almamaternya. Selanjutnya, ia mendapat kesempatan menjadi dosen pembimbing sejumlah mahasiswa ITS yang akan mengikuti kompetisi mobil hemat energi, Shell Eco-marathon 2010, di Kuala Lumpur, Malaysia. Tim Sapuangin 2 yang beranggotakan 14 mahasiswa Teknik Mesin ITS itu membawa mobil berteknologi injeksi yang dinamakan Paijo Experimen (PEX).
Dalam debutnya di kompetisi itu, Tim Sapuangin 2 merebut juara pertama di kategori Urban Concept Combustion. Tim Sapuangin 2 juga membawa pulang penghargaan Urban Gasoline Fuel Award. Mobil itu mampu menempuh jarak 237,6 kilometer per liter bahan bakar minyak. Capaian ini bahkan memecahkan rekor yang dibuat Tim Master Dei High School saat Shell Eco-marathon Americas yang menempuh 185,87 kilometer per liter bahan bakar minyak.
”Kemenangan pertama ini merupakan capaian yang luar biasa karena tim dari ITS baru pertama kali mengikuti kompetisi tersebut,” ujar penerima penghargaan Inovator Teknologi 2015 dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi itu.
Selepas menjuarai kompetisi di Malaysia, Nur mengembangkan engine control unit (ECU) atau unit kontrol elektronik untuk sepeda motor. Setahun berselang, ia mampu membuat ECU yang diberi nama IQUTech-e atau dalam bahasa Jawa dibaca iki uteke (ini otaknya). ECU ini mampu meningkatkan performa sepeda motor, tetapi tetap irit bahan bakar. ECU ini akhirnya diproduksi massal oleh perusahaan otomotif asal Jepang, Daytona. ”Biaya risetnya berasal dari kantong pribadi saya,” katanya.
Kendaraan listrik
Pada 2012, ketika euforia mobil listrik melanda Indonesia, pemerintah menginisiasi riset mobil listrik nasional dengan melibatkan lima perguruan tinggi, yakni ITS, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung. Rektor ITS saat itu, Prof Triyogi Yuwono, meminta Nur untuk memimpin riset mobil listrik dari ITS yang beranggotakan 70 peneliti dan mahasiswa dari Jurusan Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Fisika, Fisika, Desain Produk Industri, dan Teknik Kimia.
Ketika awal riset dimulai pada 2013, dia membeli sebuah motor listrik dari Inggris seharga Rp 250 juta yang digunakan sebagai acuan. Untuk mengetahui teknologi yang dipakai, mobil itu dibongkar agar bisa dipelajari. ”Ibaratnya, dulu waktu membongkar motor listrik sambil menangis karena harganya yang cukup mahal, tetapi harus dilakukan agar bisa membuat teknologinya sendiri,” ucapnya.
Sekitar enam bulan berselang, mobil listrik pertama yang dinamakan Ezzy 1 berhasil diselesaikan. Mobil bergaya mobil perkotaan (city car) itu bisa dipacu dengan kecepatan 130 kilometer per jam dan didukung baterai jenis litium polimer dengan daya 20 kilowatt jam (kWh). Ezzy 1 bisa melaju hingga 100 kilometer atau selama tiga jam dalam sekali pengisian baterai yang memerlukan waktu selama enam jam.
”Mobil listrik Ezzy 1 sempat akan ikut pameran mobil listrik di Kediri, tetapi terbakar saat perjalanan. Kejadian itu membuat para peneliti kian tertarik mengembangkan mobil listrik karena bisa terbakar meskipun arus baterai sudah diputus,” kata Nur.
Mobil listrik terbaru dan tercanggih buatan PUI-SKO ITS ialah Lowo Ireng Reborn. Mobil bertipe supercar itu bisa melaju hingga kecepatan 160 kilometer per jam. Mobil dua penumpang itu didukung baterai litium ion kapasitas 20 kWh yang bisa menjelajah sejauh 100 kilometer. Mobil itu hanya butuh waktu tiga jam untuk mengisi baterai dalam keadaan kosong hingga penuh.
Kebutuhan
Nur mengatakan, kendaraan hemat bahan bakar kian dibutuhkan. Namun, itu saja tidak cukup. Kendaraan irit bahan bakar juga harus ramah lingkungan. Oleh karena itu, Nur memilih untuk melakukan riset kendaraan listrik. Pengoperasian kendaraan listrik juga lebih murah dibandingkan dengan kendaraan bermesin konvensional.
KOMPAS/IQBAL BASYARI–Direktur Pusat Unggulan Iptek-Sistem Kontrol Otomotif ITS Muhammad Nur dengan sepeda motor listrik yang dikembangkan oleh timnya.
”Riset tentang mobil listrik di Indonesia tak terlalu ketinggalan, bahkan hampir sama dengan negara lain. Beda dengan kendaraan pembakaran internal yang ketinggalan hingga 50 tahun,” ucap Nur.
Menurut dia, teknologi dalam pembuatan mobil listrik lebih mudah dibandingkan dengan mobil pembakaran dalam. Komponen yang diperlukan tidak serumit pada mesin mobil pembakaran dalam karena tak mengalami pembakaran di suhu dan tekanan tinggi.
Perbedaan utama antara mobil listrik dan mobil pembakaran dalam adalah di mesin dan sumber energi yang digunakan. Di mobil listrik, komponen utama terdiri dari motor listrik, inverter, gearbox, dan baterai. ”Kandungan lokal dalam mobil listrik dari ITS sudah mencapai 90 persen,” ucapnya.
Dalam perjalanannya melakukan riset kendaraan listrik, Nur mengaku tidak mendapatkan hambatan yang berarti. Dia menerapkan prinsip ATM, yakni amati, tiru, dan modifikasi, dari komponen pabrikan lain yang perkembangannya dinilai sudah maju. Dana yang diperlukan untuk riset sudah disediakan oleh pemerintah, di antaranya melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Nur percaya bahwa kendaraan listrik adalah masa depan yang lambat laun akan menjadi tren di Indonesia. Sebelum itu terjadi, riset tentang kendaraan listrik harus sudah siap dan Indonesia harus bisa menjadi pemain di negeri sendiri, tidak hanya menjadi pasar seperti dalam kendaraan konvensional.
Muhammad Nur Yuniarto
Lahir: Purworejo, 30 Juni 1975
Istri: Febrine Wulan Widyasari
Anak: Faris Norman Yuniarto, Nurin Aisya, Noura Khadeeja
Pendidikan:
SDN Sangubanyu, Purworejo
SMPN 1 Grabag, Purworejo
SMAN 1 Purworejo
S-1 Teknik Mesin ITS
S-1 Teknik Mesin ITS
S-3 The University of Manchester, Inggris
Pekerjaan/aktivitas
Dosen Jurusan Teknik Mesin ITS
Direktur Pusat Unggulan Iptek-Sistem Kontrol Otomotif ITS
Penghargaan:
Inovator Teknologi 2015 dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Bersama Tim Sapuangin 2 ITS merebut juara pertama di kategori Urban Concept Combustion dan membawa pulang penghargaan Urban Gasoline Fuel Award dalam Shell Eco-marathon 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia
Buku: Kendaraan Listrik, Teknologi untuk Bangsa
Oleh IQBAL BASYARI
Editor: BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 19 Februari 2020