Enam bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia mengesahkan penggunaan vaksin dengue untuk mencegah demam berdarah, vaksin itu akhirnya masuk ke Indonesia. Dinamai Dengvaxia –hasil 20 tahun penelitian Sanofi-Pasteur, Perancis– vaksin juga telah dipakai di empat negara: Filipina, El Salvador, Meksiko, dan Brasil.
Tidak mudah menghasilkan vaksin ini, karena virus dengue ada empat strain, lebih dari virus polio dan cacar. Hal ini mempersulit isolasi dan membentuk antigennya. Masalah lain yang membuat proses pembuatan vaksin berlangsung lama adalah sulitnya mencari binatang percobaan yang reaksinya terhadap dengue mirip manusia. Akibatnya, uji coba menjadi lebih rumit, panjang, dan mahal karena menyertakan manusia sejak awal.
Namun, vaksin pun tidak akan mengeliminasi dengue dalam semalam. Menurut dr In-Kyu Yoon, Direktur Dengue Vaccine Initiative, konsorsium internasional partner Sanofi, kendala utamanya adalah kapasitas produksi. Sanofi baru mampu memproduksi 100 juta dosis vaksin per tahun, padahal kebutuhannya satu miliar dosis untuk lima tahun (Time, 15/4/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendala berikutnya adalah harga vaksin masih relatif mahal, Rp 1 juta per dosis. Vaksin dengue juga hanya untuk mereka yang berusia di atas 9 tahun dan terutama hidup di kawasan endemik. Hasil pengujian menunjukkan, vaksin ini 70 persen efektif untuk populasi yang rentan terpapar dan 90-95 persen efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi buruk.
Oleh karena itu, pemberantasan penyakit demam berdarah, tidak boleh hanya mengandalkan vaksin. Apalagi, virus dengue juga mudah bermutasi yang bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Dalam segi tiga penularan demam berdarah yang mengaitkan nyamuk, dengue, dan manusia, vaksin berperan memutus hubungan manusia dengan dengue. Pemutusan hubungan manusia dengan nyamuk bisa dengan pemberantasan sarang nyamuk dan pengasapan. Namun, dalam hal hubungan nyamuk dengan dengue, belum banyak metode yang diterapkan.
Wolbachia
Salah satu metode pemutusan rantai nyamuk dengan dengue yang efektif adalah menyisipkan wolbachia ke tubuh nyamuk. Metode baru pengendalian nyamuk Aedes aegypti yang menularkan demam berdarah ini, dikembangkan Eliminate Dengue Project (EDP) Yogya, hasil kerja sama Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogakarta dengan Yayasan Tahija.
Wolbachia adalah bakteri yang umum ditemukan pada serangga. Di alam, lalat buah pembawa (carrier) wolbachia berumur pendek, sehingga muncul ide menempelkan wolbachia pada nyamuk agar mati sebelum sempat menulari manusia. Ternyata keberadaan wolbachia justru melumpuhkan virus dengue.
Nyamuk pembawa wolbachia bukan nyamuk transgenik. Wolbachia juga aman bagi manusia karena hanya bisa bertahan pada sel serangga hidup dan tidak bisa berpindah ke manusia.
Menurut Bekti Andari, Koordinator Komunikasi dan Penyertaan Masyarakat EDP-Yogya, pelepasan nyamuk berwolbachia mulai berlangsung Januari 2014 di dua wilayah Kabupaten Sleman, yakni Dusun Kronggahan dan Nogotirto. Pemantauan hingga kini menunjukkan nyamuk Aedes aegypti berwolbachia, mampu bertahan dan bahkan berkembang biak dengan baik di lingkungan alaminya.
Hasil serupa terjadi pada nyamuk aedes ber-wolbachia yang dilepas di wilayah Bantul, yakni di Dusun Jomblangan dan Singosaren. ”Hasil pengamatan kasus dengue di wilayah-wilayah itu menunjukkan tak ada penularan setempat setelah nyamuk berwolbachia menetap dan berkembang biak,” kata Bekti.
Menurut Agus Susanto, General Manager Dukungan dan Layanan Proyek dari Yayasan Tahija, penurunan kasus demam berdarah akan spesifik diteliti dalam fase berikutnya.
Hingga Agustus 2016, lokasi penyebaran nyamuk Aedes pembawa wolbachia sudah bertambah tujuh kelurahan di kawasan Kota Yogyakarta, yaitu Karangwaru, Bener, Kricak, Tegalrejo, Pakuncen, Wirobrajan, dan Patangpuluhan.
Dengan pemerintah pusat, EDP-Yogya berkoordinasi dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan analisis risiko penelitian. Hasilnya teknologi wolbachia aman. Maka ke depan, Indonesia akan memiliki metode pemutusan mata rantai demam berdarah dengue yang komplet dalam segitiga nyamuk-dengue-manusia.
Oleh AGNES ARISTIARINI
Sumber: Kompas, 9 November 2016