Apkomindo mendukung kebijakan Kementerian Perindustrian melakukan pelarangan impor komputer bekas dengan alasan apa pun. Terutama tindak pelarangan dengan alasan agar Indonesia jangan menjadi sasaran limbah elektronik, seperti yang terjadi di China, India, dan negara-negara Afrika. Karena terbukti, pada kandungan produk elektronik dan komputer mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Beberapa tahun yang lalu, impor komputer bekas pernah diizinkan melalui proses pengondisian terlebih dulu maupun langsung ditumpuk dalam peti kemas. Tindakan impor komputer bekas semula didukung tujuan mulia untuk mencerdaskan anak bangsa dan hanya digunakan di kalangan pendidikan. Kenyataannya terbukti nyaris dua per tiga total komputer bekas yang diizinkan masuk tidak dapat digunakan lagi.
Yang lebih menyakitkan lagi, komputer bekas dalam kondisi baik malahan ada yang masuk ke pasar, meleset dari tujuan semula. Dijual sebagai komputer bekas atau digunakan beberapa komponen pendukung secara diam-diam pada komputer rakitan yang dipasarkan sebagai komputer baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Komputer bekas biasanya dihibahkan atau dijual dengan harga murah untuk sekolah-sekolah di kota-kota kecil di Jawa maupun berbagai kota menengah di luar Pulau Jawa. Namun, setelah masa pakai komputer bekas berakhir, terjadi penumpukan limbah elektronik di kota-kota tersebut. Bukan hanya itu, sekolah-sekolah bahkan tidak menyadari telah menyimpan limbah elektronik yang tergolong B3.
Bekas dalam negeri
Sikap melunak Apkomindo terhadap pelarangan impor komputer bekas adalah tetap menyetujui penghibahan komputer bekas asal perusahaan-perusahaan dalam negeri ke sekolah-sekolah. Bahkan, beberapa tahun terakhir ini, Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) sangat berpotensi melakukan pendistribusian hibah komputer bekas dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dibagikan ke sekolah-sekolah untuk pendidikan anak didiknya.
Sama halnya dengan komputer bekas impor, hibah komputer bekas perusahaan-perusahaan di Indonesia ke sekolah-sekolah juga akan menimbulkan limbah elektronik bila masa pakainya berakhir. Hal ini yang belum pernah terpikirkan oleh perusahaan yang melakukan proses hibah maupun oleh Apkomindo dan AOSI.
Padahal, setiap produsen produk elektronik sudah selayaknya menerapkan program EPR (extended producer responsibility) dari hulu sampai hilir, menggunakan komponen yang ramah lingkungan dan wajib melakukan penarikan produk elektronik yang telah dipasarkannya untuk dikelola dengan baik dan benar.
Setiap kantor perwakilan pemegang merek di Indonesia umumnya hanya dibekali tanggung jawab bidang sales-marketing dan masalah pra-purnajual saja. Urusan limbah elektronik biasanya menjadi program principal negara asalnya. Alasannya, tidak ada dana EPR diberikan kepada kantor di Indonesia.
Nota kesepahaman
Pengimpor komputer bekas yang menyasar sekolah-sekolah wajib memikirkan dampak limbah elektronik. Bila ada perusahaan atau institusi bermaksud mengimpor komputer bekas, mereka selain memperhitungkan biaya impor dan pengapalan, wajib menganggarkan dana pengelolaan limbah elektronik.
Setiap upaya impor komputer bekas wajib melibatkan berbagai kementerian, mulai Kementerian Diknas, Perindustrian, Perdagangan, Keuangan, dan Lingkungan Hidup. Harus ada nota kesepahaman antara institusi pengimpor, kelima kementerian, dan perusahaan lingkungan yang telah memiliki fasilitas pengolahan limbah elektronik.
Hal sama perlu dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berniat menghibahkan komputer bekas ke sekolah-sekolah, perlu menyisihkan anggaran ongkos angkut limbah elektronik dari sekolah-sekolah ke lokasi perusahaan lingkungan yang telah memiliki fasilitas pengolahan limbah elektronik yang baik dan benar.
Ini harus menjadi tanggung jawab pengimpor maupun perusahaan yang melakukan hibah sambil menunggu kesadaran produsen atau para pemegang merek produk elektronik dan komputer menerapkan program EPR dengan konsekuen.
Seharusnya pemerintah menjalankan peran melindungi masyarakat dan lingkungan dari limbah elektronik. Pemerintah tidak boleh membiarkan satu masyarakat pun terkena dampak pengelolaan limbah elektronik yang tidak benar. Pemerintah harus melindungi semua warga masyarakat untuk bisa selamat dari dampak limbah elektronik yang tergolong B3.
Sutiono Gunadi Pengurus Apkomindo dan AOSI
Sumber: Kompas, Senin, 30 Agustus 2010 | 03:19 WIB