Khaerul Anam, Di Balik Sinyal Perbatasan

- Editor

Rabu, 19 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di kota-kota besar, sinyal internet yang stabil dan kuat seolah menjadi kewajaran, tetapi tak begitu halnya di daerah perbatasan. Di balik sinyal telekomunikasi yang kuat di tapal batas, ada sosok-sosok tak terlihat yang tak kenal waktu, cuaca, dan ancaman keamanan untuk memastikan masyarakat bisa menikmati sinyal komunikasi secara prima. Khaerul Anam adalah salah satu di antara mereka.

Irul, sapaan akrab Khaerul, sedang menjalankan perawatan rutin pada mesin pembangkit daya atau genset yang berada di bawah menara BTS Telkomsel pada di pertengahan Juli lalu. Genset itu menjadi sumber energi BTS yang berjarak beberapa puluh meter dari Pos Lintas Batas Negara RI-Papua Niugini (PNG) di Skouw, Kota Jayapura, Papua. Namun, pada malam hari hingga pagi, energi BTS itu bersumber dari baterai yang dayanya terisi selama genset hidup.

Pria kelahiran 23 Mei, 41 tahun silam itu, menjadi penjaga BTS Telkomsel di perbatasan RI-PNG sejak 2005. Tanggung jawabnya, mengontrol ada-tidaknya gangguan pada genset, mesin BTS, atau gangguan jaringan yang bisa menghambat operasi BTS. Jika ada gangguan teknis, ia langsung mengontak staf di pusat Kota Jayapura agar segera datang membawa peralatan yang dibutuhkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu, Irul bertugas melaporkan ketersediaan bahan bakar solar agar pemasok datang sebelum tangki genset kehabisan solar.

Aktivitas itu menjadi mata rantai pekerjaan guna memastikan BTS tetap beroperasi dan memenuhi kebutuhan komunikasi orang-orang dalam radius 2-3 kilometer dari BTS, baik untuk berkirim pesan singkat, menelepon, maupun berselancar di dunia maya. BTS Merah Putih itu menyediakan jaringan 4G sehingga berinternet di sekitar PLBN Skouw- bahkan hingga sebagian Kampung Wutung di wilayah PNG- bisa sama cepatnya dengan menggunakan internet di Jakarta.

Hal ini membuat kerinduan tentara-tentara di Pos Komando Taktis Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan RI-PNG di Skouw kepada keluarga mereka pun bisa terobati.

Tiap hari, sekitar pukul 06.30, Irul datang ke BTS. Ia kembali ke rumahnya di Koya Timur, Distrik Muara Tami, pukul 17.30 yang berjarak sekitar 15 kilometer. Namun, jika masalah muncul malam hari sekalipun, ia wajib datang lagi, mengecek sumber gangguan sinyal, lalu melaporkan ke Kantor Telkomsel.

Suatu malam, pada tahun 2008, ia dikontak salah seorang rekannya di kantor Telkomsel Jayapura, berkabar bahwa BTS tengah bermasalah sehingga ia harus segera datang mengecek. Padahal, Irul saat itu masih tinggal di Dok 5, Jayapura, yang berjarak sekitar 70 km dari Skouw. Ia pun memacu sepeda motornya kencang- kencang menuju BTS.

Nyaris tertembak
Tahun 2014 pernah menjadi masa mencekam di Skouw. Terjadi baku tembak antara anggota TNI dan Polri dengan kelompok bersenjata. Setelah itu, teror demi teror silih berganti dilancarkan kelompok bersenjata di Skouw, mengakibatkan perbatasan ditutup hingga berbulan-bulan. Dalam kondisi itu, Irul tidak pernah libur.

Suatu ketika di tengah masa teror bersenjata, Irul duduk rehat di bawah pohon di samping BTS seusai memperbaiki kerusakan mesin genset. Posisi BTS kala itu lebih dekat dengan garis perbatasan, berbeda dengan posisi yang sekarang. Telinga Irul sayup- sayup menangkap suara letupan senapan dan suara benda yang meluncur cepat di dekat kepalanya. Syuung-syuung..

“Teman saya bilang, ‘Rul, di samping kepalamu itu apa putih-putih?’,” cerita Irul. Ia pun melihat daun-daun berjatuhan.

Irul segera paham, bahaya sedang dekat dengan mereka. Ia langsung mengajak rekannya berlindung di tempat aman. Atas nama kepentingan orang banyak, Irul melawan rasa gentarnya setelah kejadian itu meski ancaman bahaya selalu ada.

Minim penghargaan
Keluhan dan omelan dari pelanggan akrab dengan Khairul, terutama saat mereka kesulitan berkomunikasi karena gangguan pada BTS. “Kadang orang tidak tahu, tidak ada suku cadangnya di sini,” tuturnya.

Di tengah sejumlah tantangan dan keterbatasan, Irul tetap saja bertahan dengan pekerjaan itu. “Sudah enak dengan teman-teman, sambil hitung-hitung ibadah-lah,” ucapnya.

Untuk menambah pendapatan, Irul pada waktu senggang menawarkan jasa ojek sepeda motor, mengantarkan warga Papua Niugini yang selesai berbelanja di Pasar Skouw sampai ke PLBN untuk selanjutnya kembali ke negara mereka.

Tarifnya biasanya 2 kina (sekitar Rp 8.300). Pekerjaan sampingan lain adalah menjadi kuli panggul di Pasar Skouw dengan bayaran Rp 10.000-Rp 20.000 sekali memanggul. Sementara itu, istri Irul juga membantu dengan sesekali berjualan sayur.

Inilah sosok Khaerul, orang kecil di balik kehadiran negara di perbatasan dalam rupa sinyal telekomunikasi.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

KHAERUL ANAM

Lahir:
Jayapura, 23 Mei 1976

Keluarga:
Istri dan dua putri

Pendidikan:
Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda
SMP Yapis
SMEA Yapis

Pekerjaan:
Penanggung jawab BTS Merah Putih Telkomsel di Skouw, Jayapura

J GALUH BIMANTARA & ANTONY LEE
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Agustus 2017, di halaman 16 dengan judul “Di Balik Sinyal Perbatasan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu
Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia
Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun
Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik
Cerita Sasha Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Unair, Pernah Gagal 15 Kali Tes
Sosok Amadeo Yesa, Peraih Nilai UTBK 2023 Tertinggi se-Indonesia yang Masuk ITS
Profil Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor UGM Semasa Ganjar Pranowo Masih Kuliah
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Kamis, 28 September 2023 - 15:05 WIB

Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu

Kamis, 28 September 2023 - 15:00 WIB

Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia

Kamis, 28 September 2023 - 14:54 WIB

Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:43 WIB

Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB