Ketika Ular dan Tawon Menyerbu Kota

- Editor

Kamis, 19 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Setelah serangan tawon yang mematikan, kini warga di Jakarta dan kota-kota lain di Jawa menghadapi ledakan populasi anak-anak ular kobra di sekitar tempat tinggal mereka. Kasus ini menandai terjadinya perubahan lingkungan yang memicu ketidakseimbangan ekosistem.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Anakan ular kobra yang baru saja dievakuasi dari rumah warga di kawasan Tanah Baru, Depok, diangkut ke basecamp pengurus Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia di kawasan Pancoran Mas, Depok, Rabu (18/12/2019). Kemunculan ular, terutama kobra, meresahkan warga Jabodetabek. Bulan November-Desember merupakan waktunya telur ular menetas. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO18-12-2019

Ledakan serangan tawon (Vespa affinis) telah terjadi pada tahun 2017 di Klaten, Jawa Tengah. Data yang dikompilasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut, pada tahun 2017-2018, sebanyak 36 orang di Klaten disengat serangga yang kerap disebut tawon ndas (dari bahasa Jawa artinya kepala) ini dan 7 orang di antaranya meninggal dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tahun 2019 ini, serangan mematikan tawon terjadi di banyak daerah. Baru-baru ini, Sutarma (74), warga Bekasi yang diserang tawon pada Rabu (11/12/2019) lalu akhirnya meninggal dunia. Sebelumnya, pada 24 Nobember 2019, pasangan suami istri Suwaryo (62) dan Endriyati (45) dari Pemalang, tewas diserang kawanan tawon saat melintasi areal pemakaman seusai pulang dari sawah.

Armi Fauzi (11) siswa SDN Samarang 1 asal Kampung Nangela, Desa Cikedokan, Garut tewas disengat tawon pada 20 November. Sementara di Krandon, Kota Tegal, Carmi (75) tewas disengat tawon pada 19 November 2019. Sehari sebelumnya, Japar (49), petani di Desa Kenongosari, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, meninggal tersengat tawon. Sejumlah serangan tawon juga dilaporkan terjadi di daerah-daerah lain meski tak memicu korban jiwa.

Tawon biasanya menyerang secara keroyokan. Saat salah satu anggota kawan ini menyerang, dia akan mengeluarkan feromon, yang membuat kawanannya turut menyerbu. Racunnya bersifat hemolisis dan bisa memicu serangan gagal ginjal, kerusakan otot, kerusakan hati hingga kelainan koagulasi.

“Seperti ular, populasi tawon akan meningkat di awal musim hujan, sekitar November hingga Desember. Tetapi, belakangan memang kasus serangan tawon cenderung meningkat,” kata Cahyo Rahmadi, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Selasa (18/12/2019).

Cahyo mengatakan, tawon merupakan pemangsa yang bisa hidup di mana saja sepanjang pakannya tersedia. Makanan alaminya ulat atau larva serangga lain, termasuk juga belatung. “Belakangan kami perhatikan, orang buang sampah di mana-mana dan itu memicu ledakan populasi tawon. Banyak belatung dan larva serangga di sampah sehingga koloni tawon bisa berkembang di mana-mana, termasuk di sekitar perumahan,” kata dia.

Pada saat bersamaan, predator alami yang bisa mengontrol populasi tawon telah berkurang. Predator alami tawon adalah burung-burung pemakan serangga, di antaranya sikep madu Asia dan jalak. “Dengan hilangnya predator sementara pakan tersedia, maka terjadi ledakan populasi tawon di sekitar hunian,” ujarnya.

Pertambahnya populasi tawon yang hidup di sekitar manusia ini membuat kasus serangan tawon meningkat cukup tinggi. Tawon bisa sangat agresif, dia akan menyerang jika merasa terganggu oleh warna yang menyolok atau bau. Cahyo menyarankan, warga sebaiknya tidak memindahkan sarang tawon di dekatnya, namun menghubungi pemadam kebakaran untuk meminta pertolongan.

KOMPAS/KRISTI UTAMI–Petugas pemadam kebakaran sedang mengecek sarang tawon yang berada di salah satu rumah warga Desa Pecabean, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal Rabu (27/11/2019). Evakuasi dilakukan karena pemilik rumah takut disengat tawon.

Keseimbangan Ekosistem
Fenomena merebaknya anak-anak ular kobra Jawa atau ular sendok (Naja sputatrix) di Jakarta dan sekitarnya, memiliki akar masalah serupa dengan tawon, yaitu terganggunya keseimbangan ekosistem.

Amir Hamidy peneliti herpetologi Pusat Penelitian LIPI mengatakan, spesies ular kobra Jawa memiliki daya adaptasi yang bagus terhadap lingkungan. Dia bisa hidup di persawahan, tegalan, dan permukiman. Reptil yang bisa mengeluarkan bisa melalui patukan maupun semburan ini juga bisa beraktivitas pada malam dan siang hari.

“Ular sendok ini memang asli Jawa. Banyak permukiman saat ini dulu mungkin habitat dia. Karena adaptasinya bagus, walaupun lingkungan sudah berubah jadi permukiman, namun karena pakannya juga banyak, ular kobra akan berkembang biak,” kata dia.

Seekor ular kobra sudah bisa bereproduksi setelah berumur 1,5 – 2 tahun. Dengan periode hidup 20-25 tahun dan satu tahun rata-rata bisa bertelur 10-20 butir, kemungkinan ledakan populasinya sangat tinggi.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Pengurus Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia, Elang, menunjukkan cara menangkap ular berbisa dengan peralatan yang ada di kawasan Pancoran Mas, Depok, Rabu (18/12/2019). Kemunculan ular, terutama kobra, meresahkan warga Jabodetabek. Bulan November-Desember merupakan waktunya telur ular menetas.KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO18-12-2019

“Di awal musim hujan begini memang saat musim menetas telur kobra. Biasanya indukan akan meletakkan telur di kawasan yang lembab dan gelap di sekitar rumah atau pekarangan, kemudian ditinggal pergi dan menetas tiga atau empat bulan kemudian,” kata dia

Kobra yang baru menetas sudah memiliki bisa sehingga dapat menangkap mangsa kecil seperti katak dan anak tikus. Tahun-tahun sebelumnya juga banyak temuan anakan kobra, meski tidak sebanyak saat ini. “Tahun lalu juga ditemukan anakan ular kobra di kantor LIPI Cibinong. Hanya tahun ini laporan cukup banyak di sekitar Jakarta, jadi kemungkinan saat ini ada ledakan populasi anakan,” ungkapnya.

Anakan populasi ular kobra ini akan terseleksi. “Kalau sekarang kita tidak bisa mengendalikan populasinya, sedangkan predator alaminya sudah tidak ada, peluang terjadi ledakan populasi kobra baru terlihat 1,5 – 2 tahun,” kata dia.

Sekalipun banyak laporan temuan anakan ular kobra, sejauh ini kasus dipatuk kobra relatif jarang. Kobra Jawa ini berbeda dengan king kobra atau ular tedung (Ophiophagus hannah) yang menewaskan pemiliknya di Depok pada 6 November 2019 lalu. Meski sama-sama menyandang kobra, keduanya memiliki perbedaan spesies, bahkan genus. King kobra paling banyak dipelihara untuk dijadikan atraksi dan telah banyak menelan korban jiwa.

Di sisi lain, keberadaan ular kobra yang berkeliaran di sekitar kita ini juga membantu mengendalikan populasi hama tikus. Jika ular-ular ini dibasmi, bisa terjadi ledakan populasi tikus ke depan. Alam memang pengatur yang paling baik, namun manusia kerap mengacaukannya.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 19 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB