Kehadiran kawasan hutan penting dalam mengurangi emisi dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pernyataan itu disampaikan secara langsung atau tidak langsung oleh peserta KTT Hutan Hujan Asia-Pasifik ke-3.
“Hutan memiliki produk nyata dan berwujud ( tidak berwujud ), termasuk keanekaragaman hayati. Hutan memiliki manfaat jangka panjang, “kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam sambutan pembukaannya pada pembukaan KTT Hutan Hujan Asia-Pasifik ke-3, Senin (23/4/2018), di Yogyakarta.
Hutan memainkan peran dalam mencapai beberapa target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Ini termasuk, antara lain, perubahan iklim, air, makanan, energi, kesehatan, ekosistem, pekerjaan, industri, mata pencaharian, kota yang berkelanjutan, dan konsumsi produksi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ANTARA / ANDREAS FITRI ATMOKO–Menteri Lingkungan dan Energi Australia Josh Frydenberg mempresentasikan pembukaan KTT Hutan Hujan Asia-Pasifik ke-3 yang berjudul “Melindungi Hutan dan Rakyat, Mendukung Pertumbuhan Ekonomi” di Yogyakarta, Senin (23/4/2018). Acara ini dihadiri oleh sekitar 1.000 peserta dari 39 negara yang mewakili lima benua untuk memperluas jaringan, kolaborasi, memperkuat kemitraan, dan mengembangkan sinergi antara negara-negara hutan tropis Asia-Pasifik.
Kawasan hutan di Asia Pasifik adalah 740 juta hektar. Kehidupan lebih dari 550 juta orang bergantung pada pengelolaan hutan lestari. Ini termasuk, antara lain, pemulihan dan pengelolaan gambut berkelanjutan, mangrove, ekosistem dan ekowisata, dan pendanaan hutan. Dalam Perjanjian Paris, masing-masing negara menyatakan komitmen untuk kontribusi pengurangan emisi (NDC).
Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Fiji Osea Naiqamu mengatakan, untuk menekan emisi dari hutan, Fiji bekerja bersama Forest Carbon Partnership Facility dengan Bank Dunia, dan Giz (The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH), FITC (Forest Industries Training Centre). “Melindungi hutan dan gambut itu penting. Namun, perlu rencana kebijakan pembangunan berkelanjutan dalam kerangka komitmen global dan SDG, “katanya.
Sementara Brunei Darussalam menegaskan 41 persen wilayah negara itu sebagai kawasan konservasi dan lindung. Peraturan hutan lahir tahun 1934. Produksi kayu dibatasi dengan kuota 800.000 meter kubik per tahun, tetapi produksinya lebih rendah dari itu. Produksi kayu juga dipelihara dengan aturan ketat.
“Saat ini pengembangan ekowisata berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati jadi strategi konservasi menjaga kehati, hutan hujan, dan habitat alam,” kata Menteri Sumber Daya Utama dan Pariwisata Brunei Darussalam Dato Seri Setia Awang Haji Ali bin Apong.
Menteri Negara Utama, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air, Singapura Amy Khor Lean mengatakan, “Hutan tropis di Asia Pasifik mengandung 18 persen karbon dunia dan kehati tinggi.”
Negara-negara Asia Pasifik perlu fokus pada penerapan program untuk menjaga sekuestrasi karbon. Produsen harus mempertahankan sertifikat dan mencatat jejak produksi. Singapura akan menjadi tuan rumah pertemuan para menteri ASEAN pada bulan Juli.
Pelajari lebih lanjut
Pertemuan negara-negara Asia Pasifik menekankan proses belajar dari praktik dan kesalahan yang baik. “Kami ingin belajar bersama, ini langkah yang bagus. Australia dengan tekun mendorong ini. Sekarang ini adalah pertukaran bisnis (pengelolaan hutan yang baik), ia membutuhkan pemimpin hutan hujan tropis, mengatasi deforestasi untuk bangkit kembali . Australia dan Indonesia memimpin masalah hutan tropis di daerah ini, “kata Siti.
Pertemuan untuk mengatasi deforestasi agar bisa berbalik arah. Indonesia memiliki hutan yang luas dan di nusantara. “Indonesia perlu belajar perdagangan karbon bagi masyarakat untuk melindungi hutan,” katanya. (ISW)
Sumber: Kompas, 24 April 2018