Suatu hari datang orang tua yang mengobatkan anaknya berumur 18 bulan. Si anak mengalami panas tinggi mendadak. Orang tua khawatir kemungkinan diabetes karena ditemukan kadar gula darah yang tinggi yaitu 140 mg /dl pada anaknya.
Kadar gula ( glukosa) darah yang tinggi di atas nilai normal disebut hiperglikemi. Kasus di atas bukan keadaan sebenarnya melainkan sebuah ilustrasi untuk memudahkan gambaran karena di luar Diabetes Melitus (DM) kejadian hiperglikemi pada anak jarang dipublikasikan.
Pada hiperglikemi, kekhawatiran orang tua akan kemungkinan DM adalah wajar mengingat :
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
(a) Tidak ada batasan usia, karena DM dapat terjadi pada anak bahkan pada bayi baru lahir sekali pun.
(b) DM yang terjadi pada anak seumur itu biasanya jenis yang memerlukan insulin terus-menerus.
Apa yang disebut diabetes melitus?
Diabetes melitus (DM) yang sering secara awam disebut diabetes saja adalah kondisi ketika tubuh tak bisa mengendalikan kadar glukosa dalam darah. Glukosa merupakan hasil penyerapan makanan oleh tubuh dan glukosa kemudian diubah menjadi sumber energi. Pada penderita DM kadar glukosa akan terus meningkat. Mengapa sampai meningkat tak terkendali, jawabannya adalah pada kelenjar pankreas.
Pada pankreas terdapat sel kecil khusus yang dinamakan sel beta atau dikenal juga sebagai ”pulau-pulau Langerhansí” yang menghasilkan hormon insulin.
Gangguan pada kelenjar pankreas akan menyebabkan kerusakan pulau-pulau Langerhans tersebut, sehingga produksi hormon insulin terganggu. Terganggunya produksi insulin inilah penyebab kacaunya metabolisme glukosa karena insulin berperan memungkinkan glukosa masuk ke sel, insulin menstimulasi penyimpanan glukosa di hati dalam bentuk glikogen, insulin menstimulasi pembentukan lemak dari kelebihan glukosa dan mentimulasi pembentukan protein badan.
(Hanas ,R : Type I Diabetes 2 nd ed. Class Publishing London : 2004)
Berdasar ketergantungannya pada insulin, ada dua jenis DM yaitu DM Tipe I (insulin-dependent), jika tubuh sepenuhnya memerlukan pasokan insulin dari luar dan DM Tipe II (non insulin-dependent) jika pasokan insulin dari pankreas tidak mencukupi, atau sel lemak dan otot tubuh kebal terhadap insulin. Sebagian besar DM pada anak adalah DM tipe I.
Kurangnya insulin menyebabkan pengaturan energi dari makanan menjadi kacau tak terkendali, terjadi percepatan proses katabolisme, penggunaan gukosa oleh otot dan lemak akan berkurang akibatnya terjadi hiperglikemi setelah makan.
Apabila insulin makin rendah maka badan akan membuat lebih banyak gula melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, namun tanpa adanya insulin maka gula yang terbentuk tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga energi tetap saja kurang dan organ hati (liver) akan berupaya lebih keras lagi, sehingga terjadilah hiperglikemi bahkan dalam keadaan puasa atau sebelum makan.
DM Tipe I biasanya muncul tiba-tiba pada masa anak-anak di bawah usia 20 tahun.
Salah satu teori faktor penyebab DM Tipe I adalah auto-immune yang dibawa gen keturunan dan dicetuskan misalnya oleh infeksi virus, walaupun pada praktiknya sebagian besar kasus DM tipe I tidak ditemukan adanya faktor keturunan.
DM tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi jika pasokan insulin dari pankreas tidak mencukupi, atau sel lemak dan otot tubuh kebal terhadap insulin, sehingga terjadi gangguan pengiriman glukosa ke seluruh sel tubuh.
Faktor kelebihan berat badan dan kurang olahraga ditengarai sebagai faktor penting timbulnya DM Tipe II.
Orang sering menganggap bahwa DM Tipe II hanya diderita orang dewasa, namun kini terbukti DM tipe II juga terdapat pada kalangan muda / anak walaupun pada anak lebih banyak DM tipe I.
Kapan anak disebut menderita DM ?
Kriteria DM pada anak dibuat berdasar pengukuran kadar gula darah serta ada tidaknya gejala.
Buku Ajar Endokrinologi anak ed 1. IDAI 2010 menyebutkan diagnosis DM pada anak ditegakkan bila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Kadar glukosa darah puasa sama dengan atau lebih besar dari 126 mg/dl . Yang disebut puasa adalah tanpa asupan kalori minimal 8 jam.
2. Ditemukan gejala klinis berupa banyak kencing, banyak minum dan banyak makan, berat badan menurun. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl.
3. Pada kasus tanpa gejala, disebut DM bila ditemukan kadar glukosa sewaktu > 200 mg/dl atau kadar glukosa puasa di atas normal dengan tes toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan. Pada anak Tes Toleransi Glukosa tidak selalu dilakukan, tes dilakukan pada anak yang dijumpai gejala klinis DM.
Penyebab Lain
*Adaptive stress response.
Hiperglikemi pada anak tidak hanya disebabkan DM, ada beberapa penyebab yang perlu diketahui, antara lain ‘’adaptive stress response’’ pada infeksi akut.
Pada waktu infeksi akut regulasi glukosa terganggu, terjadi relatif insulin defisiensi dan insulin resistance serta meningkatnya ‘’counter regulatory hormone’’ (growth hormone, glucagon, cortisol, catecholamine) serta inflammatory cytokines.
Peningkatan hormon tersebut memacu pemecahan protein dan lemak yang akan membentuk glukosa melalui gluconeogenesis, juga terjadi penurunan ‘’insulin stimulated uptake’’ pada jaringan, sehingga akibat dari semua proses tersebut terjadilah peninggian kadar gula darah.
Hiperglikemi pada adaptive response tersebut biasanya tidak menetap, sehingga disebut transient hiperglikemi.
*Hiperglikemi karena obat-obatan
Selain adaptive stress response, hiperglikemi pada anak juga dapat disebabkan obat obatan. Pada bidang bedah saraf dapat terjadi hiperglikemi karena obat-obatan akibat pemberian obat deksametasone dosis tinggi juga pemberian dextrose intravena dalam jumlah besar, terjadi hyperglikemi transient karena defisiensi insulin relatif.
Yang perlu diwaspadai adalah adanya hiperglikemi pada trauma kepala biasanya menunjukkan keadaan lebih berat yang akan memperburuk prognosis.
Obat yang sering dipergunakan pada bidang onkologi (keganasan) misalnya glukokortikoid dosis tinggi serta l-asparaginase dapat menyebabkan hiperglikemi yang reversible, sedangkan obat siklosporin dan takrolimus dapat menyebabkan hiperglikemi yang menetap.
Beberapa obat anti psikotik juga dapat menyebabkan hiperglikemi.
Dapat disimpulkan, perlu waspada bila dijumpai hiperglikemi pada anak. Ada berbagai penyebab hiperglikemi anak, selain DM.
Kasus pada ilustrasi di atas tidak memenuhi kriteria diagnostik DM karena selain tidak ditemukan gejala klinik, hasil pemeriksaan nilai glukosa darah sewaktu kurang dari 200 mg/dl.
Walaupun tidak memenuhi kriteria DM, pada anak dengan stress hiperglikemi disarankan untuk dilakukan skrining antibodi terhadap diabetes. (49)
dr Bimosekti Wiroreno SpA, RS Hermina Pandanaran Semarang
Sumber: Suara Merdeka, 4 Agustus 2011