dr Endang Kustiowati, Dokter Saraf yang Rela Dibayar dengan Pisang

- Editor

Senin, 14 Mei 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menjadi dokter di zaman dulu memang tidak mudah, selain minim sarana dan prasarana saat bertugas, tak jarang juga harus menghadapi banyak suka dan duka dari pasien. Salah satu yang berkesan bagi dr Endang Kustiowati, SpS (K), MSi.Med adalah bayaran yang berupa pisang bertandan-tandan.

Hal ini dialaminya saat menjalankan tugas dokter inpres di Bantarkawung, Brebes Selatan yang berbatasan dengan Purwokerto, Jawa Tengah, pada tahun 1986-an.

“Dulu kalau inpres di daerah yang betul-betul di perifer (jauh dari pusat). Banyak suka dukanya, karena di pelosok banget, di mana jangkauan pusat kesehatan jauh banget, justru lebih dekat ke Purwokerto daripada ke Brebes kota. Itu sekitar tahun 1986 sampai 1991, 5 tahun,” ujar dr Endang Kustiowati, SpS (K), MSi.Med, dokter neurologi dari RS Karyadi Semarang, saat berbincang dengan detikHealth, seperti ditulis Senin (14/5/2012).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Karena zaman dahulu masih sangat jarang sarana kesehatan, dr Endang pun sering didatangi oleh pasien yang ditandu oleh orang sekampung. Yang sakit memang hanya satu orang, namun karena jarak tempat tinggalnya sangat jauh, pasien pun harus ditandu tanpa kendaraan dan bahkan harus menyeberangi sungai oleh orang-orang sekampung.

Ini mungkin bukan suatu duka bagi dr Endang, tapi kondisi yang membuat tidak nyaman. Seorang dokter di zaman itu dituntut begitu banyak oleh masyarakat dengan segala keterbatasannya, tanpa listrik, minim alat hingga ruang rawat inap pun tak ada.

Menurut dr Endang, Puskesmas tempat ia bertugas tak ada ruang rawat inap, sehingga bila ada pasien yang harus dirawat inap, ia harus merujuknya ke kota atau rumah sakit.

Lanjut dr Endang, Puskesmas dulu hanya ada Puskesmas I dan Puskesmas II. Puskesmas I terletak di daerah kecamatan, yaitu Bantarkawung. Sedangkan dr Endang bertugas di Puskesmas II di Buaran, Brebes Selatan perbatasan dengan Purwokerto, yang dari Bumiayu masih harus ditempuh sekitar 12 km lagi.

Hal menarik lainnya menjadi dokter zaman dulu adalah bayaran dari pasien yang terbilang unik. dr Endang mengatakan bahwa dulu satu pasiennya bisa membawa 1 tandan pisang. Bila sehari ia kedatangan 10 pasien, artinya dirumahnya bisa terdapat 10 tandan pisang.

“Di rumah seperti bakulan pisang. Setiap pasien bawa 1 tandan, kalau ada pasien 10 sudah 10 tandan. Jadi kayak orang mau jualan pisang, bertandan-tandan. Itulah enaknya jadi dokter zaman dulu, sekarang kayaknya sudah nggak ada yang seperti itu,” kenang dokter yang mendalami penyakit epilepsi ini.

Saraf itu tidak kelihatan tapi penyakitnya jelas

“Saraf itu barangnya tidak kelihatan tapi penyakitnya jelas banget. Kalau sudah ada gangguan saraf, jelas banget rasanya berat dan pemulihannya juga susah, bahkan sulit normal,” jelas dokter lulusan Universitas Diponegoro, Semarang ini.

Contohnya stroke, banyak orang akan bertanya apakah setelah terserang stroke pasien bisa sembuh dan bisa kembali seperti dulu. Ini sulit untuk dijawab, karena memang sel otak paling sulit untuk dipulihkan.

Namun dengan perkembangan ilmu dan banyaknya terobosan baru, setidaknya regenerasi sel-sel otak bisa terus terjadi.

Setelah spesialis saraf yang unik, dr Endang pun memutuskan untuk menggeluti epilepsi. Menurutnya, epilepsi adalah penyakit yang unik dan benar-benar murni penyakit saraf.

“Tidak ada disiplin ilmu lain yang mengklaim epilepsi. Beda dengan stroke sekarang sudah banyak disiplin lain, seperti penyakit dalam. Penyakit dalam sekarang lebih banyak menyoroti stroke dari faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung. Tapi kalo epilepsi, unik. Murni kelainannya pada sel-sel otak,” tegas dr Endang.

BIODATA

Nama lengkap
dr Endang Kustiowati, SpS (K), MSi.Med

Tempat dan tanggal lahir
Jakarta, 4 September

Status
Menikah dengan Dr Edi Sudijanto, SpRad (K) dengan dikarunia 2 anak.

Riwayat Pendidikan
Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Spesialis Saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang (1995)

Organisasi
PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia)
PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia)

(mer/irMerry Wahyuningsih – detikHealth)

Sumber: Detik.com, Senin, 14/05/2012 10:02 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Berita ini 20 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB