Ada kesepahaman yang membuat besar hati dari debat capres keempat, 30 Maret 2019. Kedua capres akan menjalankan pemerintahan dengan teknologi digital.
Jokowi menyebutnya Dilan (Pemerintah Digital Melayani) dan Prabowo menyebut keharusan teknologi informatika. Pernyataan kedua capres itu membuka harapan sangat besar bagi lompatan katak (leap-frog) dalam layanan pemerintah kepada rakyat kurun pemerintahan 2019-2024.
Indonesia berpeluang nyata menjadi model dari penggunaan teknologi digital maju bagi pelayanan umum di negara kepulauan terbesar yang sedang berkembang karena di negara maju birokrasi dan layanan pemerintahan cenderung sudah kaku dan menahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menentukan prioritas
Karena begitu banyak sektor dan area strategis yang perlu diperbaiki segera, bagi Indonesia yang lebih sulit adalah memilih prioritas, mana yang dikerjakan dahulu dibanding penerapan teknologi digital.
Yang utama adalah memetik-buah-cepat dari penggunaan teknologi digital agar layanan ke rakyat membaik dengan sungguh berarti. Kalau pemerintah mentransformasikan birokrasi sekaligus, energi dan risiko yang dihadapi akan terlalu besar.
Prioritas yang sangat tinggi sudah sering dianalisis dan diulas pemerintah, politikus, dan analis, yaitu: operasi birokrasi, pemudahan layanan umum, industri-ekspor-devisa, pendidikan, dan ekonomi rakyat.
Operasi birokrasi dapat cepat ditingkatkan kecepatan, efisiensi, dan akurasinya melalui penggunaan RPA (robotic process automation) dan UC (unified communication, untuk efisiensi rapat, briefing, dan presentasi).
Pemudahan layanan umum akan berbasis layanan di web dan aplikasi HP yang didesain dengan baik untuk membuat banyak layanan menjadi daring penuh, bukan setengah daring. Dengan demikian, rakyat sangat dimudahkan menerima layanan pemerintah untuk urusan sangat esensial, seperti KTP-el dan kependudukan, perizinan, perpanjangan SIM, BPJS, imigrasi, denda tilang, dan pertanahan.
Pajak online sudah dimulai dan sangat membantu, hanya tutorial yang baku, lengkap, dan jelas, serta memang dirancang untuk memudahkan belajar sendiri (self-learning) belum tersedia sehingga banyak yang tetap datang ke kantor pajak.
Industri ekspor untuk devisa memerlukan kawasan khusus industri 4.0 yang disediakan untuk smart-industry dengan insentif dan infrastruktur serta platform digital yang lengkap dan mutakhir guna menarik investor industri 4.0 masuk dan orang Indonesia bisa mengalami secara nyata 4.0 itu. Di kawasan khusus inilah besar kemungkinan teknologi 5G diwujudkan.
Selain itu, diperlukan sistem logistik nasional terpadu dari gudang, pengangkutan darat, pelabuhan laut dan udara, sampai jalur distribusi umum dengan teknologi efektif, seperti bar/QR coding, RFID, tracking, robotic, sampai teknologi maju seperti blockchain dan computer vision serta artificial intelligence dapat digunakan untuk mencapai efisiensi dan keunggulan logistik nasional dan big data logistik nasional agar perencanaan infrastruktur nasional bisa tepat.
Pendidikan adalah sektor paling kritis dan strategis untuk menyiapkan manusia Indonesia masuk dalam kompetisi global, dan yang bisa dilakukan cepat adalah merangsang sekolah dan universitas untuk segera bertransformasi menghadapi tantangan disrupsi (dadak-libas) dengan di antaranya membentuk self-learning culture di kalangan pengajar dan juga murid dan menggunakan sumber daya Pendidikan mutakhir MOOC (massive online open courses) dalam pendidikan dan pengajaran. Pendidikan etos kerja dan perilaku profesional sangat diperlukan untuk daya saing pekerja Indonesia.
Ekonomi rakyat dibangkitkan dan dibantu dengan pelayanan web dan aplikasi untuk bantuan riil, mulai dari akses modal kerja, manajemen usaha, sampai disiplin mutu yang diperlukan UMKM agar bisa tegak dan tumbuh. Sektor ekonomi rakyat perlu ditumpukan pada industri pariwisata dan pertanian dengan teknologi digital, seperti penggunaan IoT (internet of things) dan drone.
Posisi Kominfo dan BRTI
Untuk mewujudkan panen-cepat digital itu, presiden memerlukan sumber daya yang andal yang bisa membantu presiden melayani semua fungsi pemerintahan pusat dan daerah untuk mendapat bantuan cepat mewujudkan digitalisasi layanan umum tersebut. Yang bisa dipertimbangkan adalah Kementerian Kominfo dan BRTI yang secara tradisional lahir dari kebutuhan mengatur sektor telekomunikasi dan kini sudah waktunya berubah menjadi pelayanan digitalisasi.
Indonesia saat ini sudah memiliki dalam jumlah cukup jaringan digital fiber dan nir-kabel berkecepatan tinggi, data centers dan platform awan (cloud infra) aplikasi, dan platform layanan dengan standar operasi dan keamanan yang tinggi. Jika kurang pun, relatif mudah ditingkatkan atau dikembangkan. Pemerintah dapat menggunakannya segera setelah menetapkan syarat kebutuhan pemerintah (requirement specification).
Adapun BRTI di era digitalisasi perlu ditingkatkan menjadi lembaga regulasi independen dari kementerian dan punya tantangan besar dalam merumuskan regulasi di ranah digital yang demikian luas dan merasuk dalam kehidupan. Regulasi yang sudah mulai dibahas dunia adalah pengaturan penggunaan dan kemampuan media sosial yang banyak disalahgunakan untuk politik dan terorisme.
Peran profesional muda
Digitalisasi pelayanan umum memerlukan banyak tenaga enginer dan ahli di domain komputer/informatika yang jumlah sekolah/jurusannya begitu banyak di Indonesia. Indonesia, khususnya para unicorn baru, sangat memerlukan tenaga ini, tetapi ironisnya tidak dapat menemukan dalam jumlah cukup yang memenuhi syarat kemampuan dan etos kerja. Akibatnya, mereka harus mencari tenaga dari India dan China.
Karena itu menjadi jelas, pemerintah melalui Departmen Ristek/Dikti perlu mereformasi dan meningkatkan mutu di semua jurusan dan sekolah komputer dan informatika/IT di Indonesia untuk menghasilkan tenaga profesi bidang ini. Dengan demikian, lulusannya dapat mengisi kebutuhan dunia usaha dan juga pemerintah dalam membuat lompatan katak digitalisasi Pemerintahan Indonesia sehingga Indonesia dapat masuk jajaran ekonomi produktif dan besar dunia .
Suryatin Setiawan Senior Digital Consultant and Coach—Advisory Board PCU PT Pegadaian
Sumber: Kompas, 25 April 2019