ORANG tak akan heran jika Prof Ir Eko Budihario MSC masih ditunjuk lagi oleh Rektor Undip untuk menjabat sebagai dekan Fakultas Teknik, periode kepemimpinan yang kedua.
Terbukti, aktivitasnya yang menumpuk baik di Dewan Kesenian Jateng, Ikatan Arsitek Indonesia, Ikatan Perencanaan, maupun Dewan Penasihat Arsitektur Kot, tak menghilangkan kecintaannya kepada FT Undip.
Untuk mengetahui beberapa kebijakan yang akan diterapkan selama masa kepemimpinan kedua ini, berikut wawancara dengannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pernyataan menarik dari Rektor dalam sambutannya FT merupakan salah satu fakultas prestisius di Undip. Pendapat Anda bagaimana?
Yah, itu membanggakan. Tetapi di sisi lain ada tanggung jawab amat berat,yang menjadi konsekuensi dan julukan itu, dan mau tak mau harus dipikul. Kalau dari segi alasannya, saya melihat karena FT pernah menjadi dedengkot untuk dua hal.
Pertama, satu dari tiga fakultas pertama Undip yang sudah memiliki program pascasarjana, selain Ekonomi dan Hukum. Kedua, FT manmade dari tiga fakultas sumber, selain Kedokteran dan Hukum. Fakultas sumber adalah fakultas yang diberi kewenangan membantu pengembangan fakuItas sejenis Iain yang masih berusia muda termasuk yang berada di PTS. Jadi dari kedua perintisan itu mungkin FT lalu disebut prestisius.
Berarti tanggungjawab beratnya dalam mempertahankan mutu?
Jelas. Orang bilang,mempertahankan lebih berat daripada merebut. Demikian pula FT. Kalau soal prioritas saya ingin lebih serius lagi dalam pembukaan program magister atau S2 di FT.
Sebab, sampai sekarang baru Jurusan Arsitektur yang sudah mempunyai program S2. Kami baru mengusulkan untuk Jurusan Sipil dan kimia. Sedangkan untuk program S1, sedang diajukan pembukaan jurusan teknik lingkungan. Jadi saya pikir jurusan ini tepat. Karena sekarang sedang jadi trend. Soal PT Freeport misalnya, atau kasus lain yang sejenis.
Bagaimana dengan dosen dan mahasiswa?
Untuk dosen, saya perlu menambah jumlah dosen yang bergelar doktor atau lulusan S3. Dalam waktu dekat, saya akan memanggil mereka yang sudah lulus S2, untuk menjajaki kemungkinan menempuh program doctor.
Sebab telah diterbitkan ketentuan dosen yang belum bergelar doktor tidak akan bisa menjadi professor. Sedangkan bagi lulusan S2 baru bisa memperoleh gelar profesor bila mempunyai disertasi yang setingkat doktor.
Kalau komposisinya saya pikir FT Sudah baik. Dosen yang bergelar master dan doktor sudah lebih dari 40 persen dari seluruh staf pengajar. Bahkan, di Jurusan Planologi semua dosen sudah lulus S2.
Sedangkan untuk mahasiswa saya menginginkan ada kegiatan rutin dan terencana dengan baik. Apakah itu per bulan atau tiap minggu sekali. Saya pikir bukan besarnya kegiatannya yang terpenting. Tetapi, justru kedalaman maknanya bagi pengembangan kemampuan mahasiswa.
Soal kiprah FT terhadap masyarakat luas bagaimana?
Rintisan kerja sama dengan berbagai instansi terkait yang selama ini telah terjalin akan terus ditingkatkan. Baik itu dengan Pemda Kodya, PU Cipta Karya, Transmigrasi, maupun lembaga lain.
Kalau kiprah konkretnya, saya ambil contoh, kiprah nyata FT sewaktu kami mengadakan studi mengenai rumah susun Pekunden. Kami tanya sedetail mungkin, mau tinggal dengan siapa, atau mau tinggal di blok mana, dan lain-lain. Setelah studi itu, konsep ”membangun tanpa menggusur” yang kami kembangkan banyak diterapkan oleh berbagai pihak.
Tolon g ini ditulis juga. Pengembangan FT masih banyak diuntungkan oleh pola pikir masyarakat yang masih menganggap insinyur itu lebih dari yang lain. Mau bukti tolong dengarkan kalau ibu-ibu menimang bayinya. Le pokoke nek ora dadi dokter, ya dadi insinyur ya. (Adi Prinantyo-45)
Sumber: Suara Merdeka tanpa tanggal