Biosekuriti Dalam Negeri Perlu Diperkuat

- Editor

Selasa, 4 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aspek biosekuriti di Indonesia terabaikan. Padahal, penerapan biosekuriti bisa mencegah masuknya hama, penyakit, dan spesies invasif yang mengancam keragaman hayati. Untuk itu, sistem biosekuriti nasional perlu diperkuat.

Hal itu mengemuka dalam lokakarya bilateral tentang biosekuriti dan keamanan hayati yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (3/9/2018). Lokakarya ini diadakan melalui kerja sama dengan The Australian Plant Biosecurity Science Foundation (APBSF), The Crawford Fund Australia, dan The Indonesia Biosecurity Foundation.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) biosekuriti adalah pendekatan strategis dan terintegrasi untuk menganalisis dan mengelola risiko yang relevan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta risiko terkait untuk lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Pemakalah lokakarya bilateral tentang biosekuriti dan keamanan hayati yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berfoto bersama, Senin (3/9/2018).

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati mengatakan, aspek biosekuriti di Indonesia belum dikelola secara sistematis. Selama ini, Indonesia lebih banyak menaruh perhatian pada keamanan hayati (biosafety) sehingga aspek biosekuriti terabaikan. Padahal, aspek biosekuriti tidak kalah penting dalam mencegah hilangnya atau berkurangnya populasi spesies lokal akibat hama, penyakit, atau spesies asing invasif yang berasal dari luar wilayahnya.

Menurut Enny, hal ini terjadi karena belum adanya regulasi yang mengakomodasi soal biosekuriti. Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan belum memuat tentang biosekuriti. Akibatnya, tidak ada lembaga khusus yang fokus pada aspek ini. Meski ada beberapa lembaga karantina yang sudah menerapkan itu, pelaksanaannya belum optimal dan belum terintegrasi satu sama lain.

Untuk itu, parlemen diminta memasukkan klausul ataupun pasal tentang biosekuriti pada UU Nomor 16 Tahun 1992 yang sedang direvisi. Dengan adanya klausul ini, diharapkan terbentuk suatu badan yang fokus pada biosekuriti dan karantina, baik dalam hal riset maupun penanganan risiko. “Kalau tidak cepat, tinggal tunggu waktu saja banyak (spesies lokal kita) yang hilang,” katanya.

YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati

Perbatasan
Enny menjelaskan, wilayah Indonesia sangat rentan karena memiliki banyak pulau dan perbatasan, baik laut dan darat. Itu akan memudahkan hama, penyakit, dan spesies asing invasif dari luar daerah ataupun luar negeri masuk dan merusak keanekaragaman hayati lokal. Dengan ada biosekuriti, produk tumbuhan dan hewan, baik hidup atau olahan, yang mengandung faktor risiko itu bisa dicegah masuk ke dalam wilayah lain yang belum terpapar.

Direktur Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Antarjo Dikin menambahkan, pencegahan masuknya hama, penyakit, dan spesies asing invasif di Indonesia masih dilakukan saat di perbatasan (at border) dan setelah masuk (post-border). Padahal, dengan begitu banyaknya lalu lintas manusia dan barang di pelabuhan, bandara, dan lokasi lainnya, ancaman itu makin besar.

Negara lain seperti Australia, telah menerapkan pencegahan sebelum faktor risiko itu masuk ke perbatasan (pre-border). Dengan demikian, keamanan keanekaragaman hayatinya bisa lebih terjamin. “Namun, ini masih sulit diterapkan di Indonesia karena terkendala biaya dan regulasi. Juga diperlukan kerja sama dengan negara asal produk itu agar bersedia diaudit sebelum masuk ke negara kita,” ujarnya.

Menurut Antarjo, lemahnya biosekuriti akan berdampak pada terganggunya spesies lokal. Ini bisa dilihat pada kasus masuknya tanaman eceng gondok (Brazil) dan keong mas (Jepang) ke Indonesia. Sifat invasif pada eceng gondok merusak ekosistem perairan. Begitu pula dengan keong sawah yang menjadi hama pada tanaman padi.

“Pada spesies yang sudah terlanjur masuk mungkin tidak bisa dimusnahkan begitu saja. Sekarang, bagaimana kita mencegah spesies invasif baru masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Perwakilan APBSF John Lovett mengatakan, kerugian yang ditimbulkan oleh invasi tanaman asing, hewan, dan mikroba di seluruh dunia mencapai 1,4 triliun dollar AS atau 5 persen dari ekonomi dunia. Untuk menekan angka kerugian itu, penguatan biosekuriti di tingkat internasional, nasional, regional, provinsi, dan komunitas sangat diperlukan.

YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Pemakalah menanggapi pertanyaan dari peserta lokakarya bilateral tentang biosekuriti dan keamanan hayati yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (3/9/2018)

Belajar dari Australia
Enny mengatakan, dengan penyelenggaraan lokakarya tentang biosekuriti dan keamanan hayati bersama pihak Australia ini, diharapkan perhatian terhadap biosekuriti meningkat. Semua pihak diharapkan kian sadar tentang pentingnya biosekuriti. Selama ini warga cuma tahu soal hama dan penyakit, tanpa sadar asalnya dari mana.

“Indonesia perlu belajar dari Australia. Australia termasuk negara paling protektif di dunia terhadap produk yang masuk ke wilayahnya,” ujarnya.

Konselor Pertanian dari Kedutaan Besar Australia Patricia Gleeson mengatakan, Australia menerapkan tiga komponen utama dalam sistem biosekuriti tanaman, yaitu sebelum masuk perbatasan atau di wilayah asal, di perbatasan, dan setelah masuk. Tahapan itu dilakukan untuk menjamin tidak ada faktor risiko yang masuk ke wilayahnya.

Menurut Patricia, penerapan biosekuriti sangat penting, apalagi Australia merupakan negara pertanian. Masuknya hama, penyakit, dan spesies asing invasif ke Australia akan sangat merugikan. Keberadaan hama seperti semut api merah dari luar negeri (red imported fire ants), misalnya, berpotensi merugikan 1,5 juta dollar Australia per tahun jika dibiarkan. “Mencegah lebih baik daripada mengobati,” ujarnya. (YOLA SASTRA)–EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 4 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB