Judul makalah ini disulut ungkapan Dr. Karlina Leksono sewaktu kami sedang ngamen dalam suatu ‘pertunjukan-bicara’ di Kampus IPB Bogor. Beliau mengaku sejak kecil sudah ingin berkecimpung dalam sains karena pada usia 9 tahun membaca buku Paul de Kruijff. Saya tidak tahu edisi mana yang beliau baca, entah yang edisi Belanda berjudul Bacterie Jagers, ataukah yang edisi Inggris berjudul Microbe Hunters, ataukah barangkali edisi Perancisnya. Yang berbahasa Indonesia saya kurang, yakin apakah sudah ada sewaktu beliau berusia 9 tahun.
Saya mengerti mengapa Dr. Karlina terkesan mengenai isi buku de Kruijff itu. Sewaktu duduk di SMA Garnadi dalam zaman pendudukan NICA, saya ingin sekali membaca buku itu tetapi tidak berhasil. Guru biologi saya Ir. Koessnoto Setyodiwirjo mengatakan bahwa buku indah sekali. Demikian pula dengan buku tulisan Faber tentang kehidupan berbagai makhluk hidup, dan yang gambar-gambarnya banyak dikutip dalam Duku Ilmu Hewan karangan Delsman dan Holstvoogd. Juga buku Faber tidak pernah saya peroleh.
Namun untung buku-ajar HBS tulisan K.B. Boedijn sangat menarik dan dilengkapi gambar-gambar pena yang dibuatnya sendiri. Boedijn kalau tidak menjadi ahli Botani mungkin akan menjadi seniman. Putrinya semata wayang akhirnya menjadi penari balet dan ia terheran-heran mengapa ada darah seni tercecer ke dalam tubuh putrinya. Sewaktu ada yang mengingatkan Boedijn bahwa ia juga seniman, pada mulanya ia membantah, tetapi kemudian ketika diingatkan lagi bahwa ia pandai sekali menggambar baru ia menggangguk-angguk. Di situ letak kesalahannya, katanya. Saya ingin dia jadi ilmuwan! Saya tidak tahu mengapa dari dua bakat Boedijn, putrinya memilih bakat seninya. Namun saya menduga pengaruh bacaan tentang kesenian di ruang keluarga lebih besat daripada pengaruh baeaan tcntang biologi, apalagi biologi jasad renik susah diikuti mata dan mungkin sekali juga rumah Boedijn ada di tengah kota .
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak demikian halnya dengan apa yang saya alami, karena apa yang ditulis Boedijn dalam dua buku pelajaran botani-nya untuk HBS, dapat saya ikuti kembali di dalam alam karena saya dibesarkan di lingkungan kebun koleksi tanaman budidaya Balai Pusat Penelitian Pertanian. Sewakktu saya duduk di kelas satu SMP saya sudah tahu bahwa jamur papan yang tumbuh di pangkal batang pohon kayu nama latinnya adalah Ganoderma aplanatum. Jadi sewaktu akhir-akhir ini orang ribut mcngenai obat Cina yang bernama Lingzhi dan nama latinnya adalah Ganoderma lucidum, saya tahu Lingzhi itu sejenis jamur papan.
Kalau saja tidak ada intervensi dari seorang guru besar matematika yang tadinya adalah dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorok untuk mengangkat saya menjadi asistennnya, mungkin sekarang saya bukan ahli statistika melainkan ahli biologi. Itu dilakukannya dengan meminjami saya buku-buku non-fiksi menarik mengenai matematika dan petualangan sains. Walaupun biologi itu sudah saya tinggalkan, berkat berbagai bacaan semasa kecil yang berkenaan dengan botani, dari tiga pelajaran sains di sekolah dasar dan menengah, yaitu fisika, kimia, dan biologi, yang paling banyak yang masih saya ingat ialah tentang taksonomi tumbuhan. Hal inilah yang menyebabkan saya sangat senang berjalan pagi di Taman Cibeunying Bandung karena taman itu mulai ditata dan setiap pohon yang ditanam di situ diberi nama daerah dan nama aslinya.
Karena itu saya perrcaya benar bahwa buku bacaan yang mengesankan sewaktu dibaca semasa kecil sangat besar pengaruhnya akan cita-cita yang ingin dicapai di masa depan, sesuai deengan penelitian C. H. Buhler dengan 8000 orang anak (lihat: Sumadi Suryabrata.1984. Psikologi Pendidikan. Rajawali Press). Itu juga dikatakan Paus Sastra Indonesia Hans Bagwie Jassin kepada mahasiswa saya Iwan Raharjo dalam suatu wawancara lisan, sewaktu ia menulis skripsi Buku Fiksi yang Paling Berkesan Bagi Mahasiswa IPB pada berbagai Taraf Perkembangan di tahun 1989.
Iwan Raharjo menemukan bahwa semakin jauh dari perkotaan seseorang dibesarkan, semakin sulit ia mendapatkan kepustakaan yang membuka cakrawalanya. Kecuali kalau ia proaktif datang ke kota hanya untuk membeli majalah. Di dalam majalah itu mahasiswa saya yang berasal dari kota kecil membaca tentang apa itu statistika dari riwayat hidup saya yang dimuat di situ. Sekarang ia sudah menyandang gelar Ph.D dari suatu universitas penelitian di Amerika Serikat.
Itulah sebabnya pilihan utama lulusan SMU menjadi mahasiswa kedokteran atau teknik yang lulusannya mereka tahu apa karyanya. Tidak seperti ahli meteorologi atau astronomi. Betapa jengkelnya seorang ahli meteorologi ketika mendengar tetangganya mengatakan kepada anaknya bahwa bapaknya bekerja di ‘Kantor Angin’.
Akhirnya inilah pengalaman saya dengan dua orang pandu perintis saya yang paling mengesankan sewaktu saya menjadi Pemimpin Pasukan Perintis Pandu Rakyat Indonesia kelompok Bogor 5. Seorang kepala regu sangat senang meminjam buku-buku saya tentang pemetaan. Pendeknya kalau ada pertandingan membaca peta, regunya yang pertama menemukan harta karun yang terpendam di dalam satu sudut kota Bogor atau di suatu desa di sekitar Bogor kalau kami sedang berkemah. Kepala regu lainnya sangat senang membaca dan melihat gambar-gambar di dalam buku-buku saya tentang P3K. Yang satu akhirnya menjadi insinyur geodesi, yang lainnya menjadi dokter.
Tentang ahli geodesi itu ada cerita lain. Sewaktu ia dengan regunya akan saya utus ke pertandingan regu antar kelompok, tiba-aba saja saya didatangi ayahnya. Anaknya itu dicabutnya dari pasukan saya karena katanya kegiatan kepanduan itu mengganggu pelajaran di sekolah. Ya apa boleh buat, hilanglah seorang petanding yang terandalkan. Enam tahun kemudian saya didatangi kembali ayahnya itu. Ia minta saya agar menasihati anaknya untuk menyelesaikan studi sarjananya. Saat itu ia mandeg di tingkat akhir karena ketagihan cari uang dari proyek-proyek survai ladang minyak. Ketika saya tanyakan kepada ayahnya di mana anaknya belajar, ia sambil malu-malu mengatakan di jurusan geodesi. Saya tertawa dan berkata: “Kalau begitu latihan pemetaan di kepanduan itu ada gunanya juga untuk kehidupan!” Memang benar seperti kata pepatah Inggris “A Hobby today become a profession tomorrow”.
Itulah sebabnya kita perlu mengadakan buku-buku bacaan yang menggambarkan betapa menariknya berbagai profesi tertentu. Termasuk profesi yang tidak langsung dapat dilihat hasilnya dengan mata. Bukan seperti profesi arsitek dan penerbang, melainkan profesi yang hasil kerjanya tidak tampak segera seperti ahli konservasi hutan, pengawas lalu- lintas udara dan guru.
Andi Hakim Nasoetion, Rektor IPB
Diambil dari Majalah Transformasi, Forum Rektor