Apakah Semburan Lumpur Purworejo Sama dengan Sidoarjo?

- Editor

Senin, 9 September 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fenomena semburan lumpur disertai air asin dan gas terjadi di Desa Butuh, Purworejo. Warga desa panik karena khawatir lumpur akan meluas seperti yang ada di Sidoarjo. Nah, apakah memang dua fenomena semburan lumpur tersebut sama?

Geolog dari BP Migas, Awang Harun Satyana, mengungkapkan bahwa mekanisme lumpur atau gas keluar dari dalam tanah dari dua semburan lumpur itu memang sama. Namun, sebab dasar dan dampak kedua semburan tersebut berbeda.

Awang menuturkan, semburan lumpur di Purworejo terjadi ketika pengeboran dilakukan hingga kedalaman masih dangkal, 15 meter. Pengeboran menembus kantung gas. Gas itu sendiri berasal dari hasil samping bakteri yang mengolah sedimen yang terpendam di tanah.

Sementara, di Sidoarjo, sebab semburan lumpur jauh lebih kompleks. Semburan sendiri terjadi ketika pengeboran dilakukan hingga kedalaman ribuan meter. Selain itu, sebabnya juga tak sekadar kantung gas yang ditembus lewat pengeboran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Awang mengatakan, wilayah Sidoarjo sekitar 5-10 juta tahun lalu merupakan wilayah yang sangat dalam. Di sana, berlangsung pula proses pengendapan. Hanya, pengendapan berlangsung dalam waktu yang cepat.

“Pengendapan yang cepat ini membuat hasil endapannya belum menjadi batuan yang sempurna. Tetap dalam bentuk batuan, namun tidak tegar, masih dengan mudah bergerak,” kata Awang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/9/2013).

Wilayah endapan di Sidoarjo sendiri mencakup daerah yang sangat luas, mencapai Selat Madura dan Purwodadi. Lapisan sedimen dengan batuan tak tegar itu dilapisi oleh batuan yang lebih keras di bagian atasnya, membuat tekanan di lapisan itu tinggi.

Saat pengeboran dilakukan dan menembus wilayah endapan itu, terjadi kontak antara lapisan itu dengan yang di permukaan. Karena tekanan di lapisan sedimen tinggi, ada dorongan untuk melepaskan, yang akhirnya mendorong terjadinya semburan lumpur.

“Yang menyembur adalah lumpur karena adanya perbedaan tekanan dan temperatur. Di lapisan sedimen, tekanan dan temperatur tinggi. Perbedaan tekanan kemudian mengubah fase batuan, keluar menjadi lumpur,” jelas Awang.

Dibanding dengan semburan lumpur Sidoarjo, semburan lumpur Purworejo tak ada apa-apanya dan bisa dikatakan sering terjadi. Semburan lumpur Purworejo takkan berlangsung lama seperti semburan lumpur Sidoarjo.

Menurut Awang, semburan lumpur dan gas akan berhenti bila terjadi kesamaan tekanan antara di dalam tanah dan di permukaan. Lumpur Sidoarjo tak berhenti menyembur sejak 2006, sementara semburan di Purworejo akan berhenti dalam beberapa hari.

Editor : Yunanto Wiji Utomo
Penulis: Yunanto Wiji Utomo

Sumber: Kompas, Jumat, 6 September 2013 | 19:39 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB