Roslinda, siswa Kelas 3 SMP asal Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, tampil sebagai salah satu pembicara kunci di High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development di New York, 9-18 Juli lalu. Di depan sejumlah menteri dari berbagai negara dan pejabat lembaga-lembaga PBB, Roslinda yang baru berusia 14 tahun itu berbicara tentang penghapusan kekerasan terhadap anak (PKTA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
CHRISTINE NESBITT–Roslinda (14) saat berbicara pada High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development di New York, AS, Kamis (18/7/2019. Siswa kelas 3 SMP di Sumba Timur itu berbicara tentang isu perlindungan anak termasuk di dalamnya penghapusan kekerasan terhadap anak, pencegahan perkawinan anak, dan pencegahan penelantaran anak.
Selain Roslinda, ada tiga anak lainnya masing-masing dari Mongolia, Lesotho, dan Ghana yang mendapat kesempatan untuk berbicara secara estafet di forum politik tingkat tinggi yang masuk dalam agenda tahunan PBB itu. Wakil anak dari Lesotho berbicara tentang perkawinan anak, dari Mongolia berbicara tentang dampak perubahan iklim terhadap anak.
“Saya fokus bicara tentang penghapusan kekerasan terhadap anak,” kata Roslinda yang biasa disapa Oslin, Senin (22/7/2019) siang di Jakarta atau dua hari setelah ia pulang dari New York. Selama di New York, Oslin didampingi Wahana Visi Indonesia, yayasan sosial kemanusiaan yang bekerja untuk membuat perubahan berkesinambungan pada kehidupan anak, keluarga, dan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.
Oslin juga tampil pada lima sesi pertemuan lain yang menjadi bagian dari rangkaian forum politik tingkat tinggi itu. Pada sesi Leave No Child Behind: Achieving the SDGs through Investing in the Rights of the Child, ia menjadi pembicara kunci bersama para menteri dan delegasi dari berbagai negara, termasuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Bambang PS Brodjonegoro.
Pada sesi Putting Children at The Heart of 2030 Agenda yang dihadiri oleh sejumlah pejabat dari berbagai negara termasuk Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise, Oslin berbicara tentang isu yang sama.
CHRISTINE NESBITT–Roslinda ketika berbicara di salah satu acara yang masuk dalam rangkaian High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development di New York, 9-18 Juli 2019. Siswa kelas 3 SMP di Sumbawa Timur itu berbicara tentang isu perlindungan anak termasuk di dalamnya penghapusan kekerasan terhadap anak, pencegahan perkawinan anak, dan pencegahan penelantaran anak.
Ia juga bertemu dengan Utusan Khusus Sekjen PBB Urusan Penghapusan Kekerasan terhadap Anak Najat Maala M’Jid. Ia menyampaikan berbagai masalah kekerasan terhadap anak, termasuk penelantaran anak dan perkawinan anak di Indonesia, khususnya di daerah asalnya Sumba Timur. Ia berharap PBB mendorong negara-negara anggota untuk melakukan aksi nyata untuk mengatasi persoalan tersebut.
Direktur Komunikasi Wahana Visi Indonesia Priscilla Christin mengatakan, Oslin dipilih mewakili anak Indonesia di forum politik tingkat tinggi PBB lewat seleksi yang cukup ketat. “Kami menyaring anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengikuti focus group discussion tentang anak. Dari situ kami, juri, dan anak-anak yang terlibat memilih Oslin.”
Oslin dipilih karena memiliki pengalaman terlibat dalam advokasi perlindungan anak di desanya di Sumba Timur. Ia adalah ketua Forum Anak di Desa Kombapari, Sumba Timur yang membawa banyak perubahan positif terkait penghargaan terhadap anak. “Dia cerdas, mengusai isu-isu anak, dan memiliki kemampuan berkomunikasi sangat baik,” tambah Priscilla.
Oslin menceritakan, sebelum ada forum anak, kekerasan dan penelantaran terhadap anak sangat muda dijumpai di Desa Kombapari dan sekitarnya. “Dulu di sebuah desa di Sumba Timur ada anak usia 6 tahu yang dijodohkan dengan bapak-bapak. Anak itu mendapat kekerasan dan akhirnya trauma,” katanya.
Selain itu, lanjut Oslin, anak seringkali dimarahi dengan kata-kata kasar, ditampar, bahkan dipukul dengan kayu oleh orangtua atau guru. “Sekarang tidak lagi karena orangtua, guru, dan tokoh agama diajak untuk mengikuti pelatihan pengasuhan anak dengan cinta. Kalau ada masalah dengan anak, kami akan membicarakannya bersama-sama,” ujar Oslin yang terlibat dalam program pelatihan itu.
CHRISTINE NESBITT–Roslinda (berdiri ketiga dari kanan) berfoto bersama sejumlah pejabat dari beberapa negara, yakni (duduk dari kiri ke kanan) Wakil Menteri Perencanaan dan Investasi Vietnam Nguyen Van Trung, Menteri Perencanaan Ghana George Yaw Gyan-Baffour, Menteri Pembangunan Nasional Indonesia Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Anak dan Pemuda Irlandia Katherine Zappone, Senin (15/7/2019), di markas UNICEF, New York.
Ia bersama anak-anak yang terlibat di forum anak juga memperjuangkan rumah perlindungan anak bagi anak-anak yang telantar karena orangtuanya pergi menjadi TKI ke luar negeri. Selain itu, forum anak berhasil memperjuangkan akta kelahiran untuk sekitar 200 anak di Desa Kombapari.
“Sekarang semua anak di desa saya sudah punya akta kelahiran yang menjadi syarat untuk masuk sekolah,” kata Oslin. Berkat advokasi Oslin dan forum anak, Desa Kombapari menjadi desa layak anak.
Oslin mengaku mendapat banyak pengetahuan tambahan setelah berbicara di forum politik tingkat tinggi PBB di New York. Dari situ, ia tahu bahwa persoalan yang menimpa anak di berbagai negara banyak macamnya. Di Chile, misalnya, banyak anak yang menderita akibat migrasi. Di negara lainnya, banyak anak menderita karena konflik. Kenyataan ini mempertebal tekad Oslin untuk terus terlibat dalam gerakan advokasi anak.
“Setelah ini, saya akan membagikan pengetahuan saya kepada anak-anak lain. Saya akan ajak teman-teman di sekolah dan guru untuk ikut terlibat dalam gerakan perlindungan anak ,” tegasnya.–BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 22 Juli 2019