MENURUT rencana pada akhir abad ke 20 ini, bangsa Indonesia akan mencatat satu karya besar lagi, khususnya dalam bidang teknologi konstruksi. Setelah berhasil pada proyek-proyek besar sebelumnya, seperti jalan layan g terpanjang Cawang-Tanjung Priok, bendungan-bendungan besar seperti Mrica, Gajah Mungkur, Wadas Lintang dan masih banyak lagi, dan proyek apalagi yang akan menyusul itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu realisasi dari suatu paket yang disebut Tri Nusa Bima Sakti. Dalam hal ini ialah pembangunan jembatan yang akan menghubungkan kota Surabaya dengan pulau Madura.
Ide pembangunan jembatan Surabaya-Madura ini sesungguhnya merupakan cetusan dari prof. Ir Sudiyatmo dalam suatu paket yang menghubungkan pulau Sumatra, Jawa, Bali dan pulau Madura. Paket inilah yang kemudian dikenal dengan Tri Nusa Bima Sakti itu. Dan pada awal tahun tujuh puluhan ide ini dicetuskan kembali oleh Gubernur Jawa Timur kala itu, Mohamad Noer.
Dari keseluruhan Tri Nusa Bima Sakti tersebut, pembangunan jembatan/ terowongan yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatra masih belum memungkinkan. Demikian pula jembatan laut yang menghubungkan pulau Jawa dan Bali masih terbatas pada rencana. Hal ini karena masih banyaknya kendala yang harus dihadapi terutama dari segi ekonomisnya. Sedangkan jembatan yang mempersatukan Jawa madura diharapkan sudah dapat direalisasikan mulai akhir abad 20 ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apabila pekerjaan pembangunan proyek ini benar-benar dapat diwujudkan, selain akan dapat menaikkan prestise bangsa Indonesia di mata dunia, juga berfungsi untuk melancarkan arus lalu lintas barang dan penumpang dalam rangka pengembangan kota Surabaya ke arah utara yaitu ke pulau Madura. Karena dari data yang ada wilayah kota Surabaya dewasa ini sudah terlalu padat untuk menampung perkembangan industri, lagi pula di Madura sendiri masih cukup banyak lahan (sekitar 1.000 ha) untuk menampung perkembangan kota dan industri dari Surabaya. Sehingga lahan persawahan yang subur yang masih ada di Surabaya dapat dipertahankan untuk kepentingan petani dan bagi Madura sendiri berarti sektor perindustriannya akan ikut berkembang yang nota benenya menurut Gubernur Jawa Timur Sularso, pulau Madura merupakan daerah di Jawa Timur yang termasuk lambat pertumbuhannya.
Nasib dari rencana pembangunan jembatan Surabaya-Madura tersebut saat ini sedang dibahas dengan pihak Jepang, yaitu menyangkut survei, disain dan cara-cara pembiayaannya.
Patungan
Kelak dalam pengoperasiannya, jembatan ini akan menggunakan sistem tol yang penghasilannya, sebagian besar (sekitar 80 persen) untuk pembayaran investasi. Menurut Menristek Prof DR BJ Habibie saat ini sedang diupayakan pembentukan perusahaan patungan terdiri perusahaan-perusahaan Jepang, swasta Indonesia dan pihak pemerintah daerah. Asset dari Pemda adalah lahan/ tanah. Namun diharapkan, agar tidak terjadi spekulasi dalam masalah tersebut. “Nilai tambah menjadi dirugikan, jika terjadi spekulasi dalam masalah penyediaan tanah” ujar Menristek pula.
Dengan digunakannya sistem tol pada pengoperasiannya, besar biaya pungutan dapat diformulasikan: t = c/365xLHRxF, dimana t: biaya pungutan tiap kendaraan; c: besarnya biaya konstruksi dan pemeliharaan jembatan selama n tahun; LHR: lalu lintas harian rata-rata; F: suatu faktor yang besarnya= n(1 + e)n-1/n(1 + i)n-1 , dimana N : jumlah tahun dihitung sejak permulaan jembatan sampai tahun terakhir jembatan tersebut dikelola investor; e: kenaikan jumlah-kendaraan yang lewat per tahun; 1: jumlah kumulatif kendaraan yang lewat; i: suku bunga pinjaman.
Dari formula di atas, menurut Ir Agus Abdul Manan dalam sebuah tulisannya (majalah Konstruksi November 1989) menjelaskan bahwa jembatan Surabaya-Madura ditinjau dari aspek penanaman modal adalah layak,: bila : Untuk n tahun dari jembatan dikelola oleh penanam modal dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Biaya operasional kendaraan yang lewat jembatan tersebut lebih murah dari biaya bila melewati prasarana lainnya dan b. pada tahun ke n penanaman modal menerima penerimaan dari biaya pungutan kendaraan lebih besar dari biaya konstruksi ditambah biaya pemeliharaan sampai tahun ke n termasuk juga biaya suku bunga pinjaman.
Lebih lanjut Menristek menjelaskan, bahwa panjang jembatan tersebut diperkirakan 2.680 meter dengan lebar badan jembatan 19 meter dan lebar jalan meliputi 17,9 meter. Nantinya pada bagian tengah jembatan merupakan jembatan gantung sepanjang 580 meter untuk lalu lintas pelayaran. Adapun tinggi jembatan gantung di atas perairan terdalam itu mencapai 30 meter sehingga lalu lintas pelayaran akan berjalan lancar. Diperkirakan pembangunan jembatan Surabaya-Madura ini akan menghabiskan biaya tidak kurang dari 14,5 juta yen (sekitar 180 miliar rupiah) dan memakan waktu pelaksanaan kira-kira 5 tahun.
Sebagaimana proyek jalan layang Cawang-Tanjung Priok, maka pada pelaksanaan pembangunan jembatan Surabaya-Madura ini diharapkan selain dapat berjalan lancar, juga akan menghasilka temuan temuan baru, metode-metode baru, serta ilmu dan teknologi baru yang bermanfaat bagi dunia konstruksi pada umumnya dan bagi bangsa Indonesia pada khususnya sehingga dapat lebih berprestasi lebih hebat lagi. (Dwi Wanto, mahasiswa Teknik Sipil UNS Surakarta)
Sumber: Suara Merdeka, 19 Mei 1990