Hampir dua dekade Hendra Kwee melatih dan membina anak-anak cerdas yang dipersiapkan ikut olimpiade fisika tingkat internasional.
ARSIP PRIBADI—Hendra Kwee, Ketua Dewan Pembina TOFI dan Pendiri Yayasan Simetri
Kompetisi Fisika seperti terus memanggil jiwa Hendra Johnny Kwee. Ketika SMA, ia memenangi kompetisi fisika dan ikut olimpiade. Setelah itu, selama dua dekade ia menjadi pelatih dan pembina anak-anak cerdas yang akan berlomba dalam Olimpiade Fisika tingkat Asia dan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hendra adalah alumnus Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) yang meraih honorable mention pada Olimpiade Fisika Internasional atau International Physics Olympiad (Ipho) 1997 di Sudbury, Kanada. Sejak saat itu, olimpiade fisika menjadi bagian dari kehidupannya hingga sekarang.
Setelah memenangi honorable mention, ia diminta pendiri dan pemimpin TOFI Yohanes Surya untuk berkontribusi sebagai pelatih. Pada 2001, ia bahkan diminta menjadi pemimpin TOFI yang dibentuk pada 1993. Tanggung jawab itu ia pegang hingga 2019. Ia juga tercatat sebagai Ketua Dewa Pembina TOFI sejak 2008 sampai sekarang.
Semua itu ia lakukan di sela-sela jadwal kuliahnya yang padat. Bersama pelatih lainnya, Hendra melatih para pelajar dari sejumlah daerah yang diseleksi secara ketat untuk masuk TOFI. Mereka membuat soal-soal baru untuk mengasah kemampuan siswa-siswa yang disiapkan untuk kompetisi fisika.
”Saya memang punya passion mengajar. Mengajar membuat ilmu saya bertambah karena saya juga banyak belajar hal baru, termasuk dari anak-anak. Mereka itu anak-anak yang kritis dan enggak mudah percaya begitu saja dengan apa yang diberikan pelatih,” ujar Hendra, Jumat (24/4/2020), di Tangerang, Banten.
—Arsip foto: Jonathan Pradana Mailoa, peraih The Absolute Winner pada Olimpiade Fisika Internasional ke-37 tahun 2006 di Singapura, dicium ibunya setiba di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (17/7/2006).
Tim pelatih, lanjut Hendra, harus bisa mengembangkan ide baru dalam pembuatan soal. Sebaliknya, anak-anak ditantang mengasah logikanya untuk memahami konsep-konsep dasar fisika dan matematika secara benar.
”Yang kami lakukan adalah menggali potensi anak. Kami tidak mau anak bisa mengerjakan karena hafal jawabannya,” ujar Hendra yang setia mendampingi anak-anak didiknya saat berlomba ke luar negeri.
Selama memimpin TOFI mengikuti Olimpiade Fisika tingkat Asia (Apho) ataupun tingkat dunia (Ipho) pada 2001-2009, TOFI meraih 32 medali emas, sejumlah medali perak, perunggu, dan honorable mention.
Membuka jalan
Hendra bergelut dengan kompetisi fisika sejak terpilih sebagai salah satu anggota TOFI pada 1997. Sebelumnya, Hendra yang saat itu tercatat sebagai siswa SMA Xaverius 1 Palembang, Sumatera Selatan, menjuarai kompetisi fisika tingkat nasional yang digelar sejumlah perguruan tinggi.
Ia memiliki ambisi untuk mencatat prestasi pada kompetisi fisika di level internasional seperti yang pernah dicapai kakaknya, Herry Kwee, pada Ipho 1995. Saat itu sang kakak meraih penghargaan honorable mention.
Hendra berhasil menembus Ipho 1997 dan mendapat penghargaan serupa yang diperoleh kakaknya. Prestasi itu membuka jalan baginya untuk kuliah di ITB lewat jalur prestasi olimpiade. Dia lulus dari ITB dengan predikat cum laude dan indeks prestasi kumulatif 3,88 dari 4,00. Selanjutnya, ia meneruskan kuliah S-2 dan S-3 di Amerika Serikat dengan beasiswa.
”Saya dan sejumlah alumnus berasal dari keluarga sederhana. Kalau tidak jadi anggota TOFI, kami kemungkinan besar hanya selesai studi di kampus daerah dan tidak lanjut sampai doktor,” ujarnya.
Dari pengalamannya bersama TOFI, Hendra melihat banyak anak-anak berbakat yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Mereka perlu ditemukan, diasah, dan didukung agar bisa berkembang optimal.
Sejauh ini cukup banyak alumnus TOFI yang mendapat beasiswa kuliah di luar negeri dan berkarier di perusahaan global. Salah satunya adalah Oki Gunawan, doktor dari Universitas Princeton, AS.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO—(Dari kanan ke kiri) Peraih medali emas dalam Asian Physics Olympiad (Apho), Yakutsk, Rusia, Gerry Windiarto Mohamad Dunda, ketua rombongan tim Apho Indonesia Franky Lumbatobing, dan Sekretaris Jenderal Apho Hendra Kwee berbagi cerita selama mengikuti Apho ke-18 di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Senin (15/5/2017). Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perak, dan 5 honorable mention dalam Apho ke-18 yang dilaksanakan pada 1-9 Mei di Yakutsk.
Oki kini bekerja sebagai peneliti di kantor IBM Thomas J Watson Research Center, AS, dengan prestasi internasional. Ia misalnya bisa memecahkan rahasia dalam konsep fundamental fisika ”Hall Effect” yang telah terkubur selama 140 tahun.
Sejumlah alumnus TOFI, seperti Hendra, tidak ingin pengiriman anak-anak berbakat Indonesia ke ajang Apho yang sepenuhnya mandiri terhenti. Adapun Ipho kini didukung pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengiriman anggota TOFI ke ajang Apho sempat mengalami kendala finansial. Untuk itu, Hendra bersama sejumlah alumnus TOFI menggagas pembentukan Yayasan Sinergi Mencerdaskan Tunas Negeri (Simetri) tahun 2016 yang berkantor di Serpong, Tangerang.
Yayasan Simetri menyeleksi anak-anak berbakat dari daerah untuk dikirim ke ajang Apho setiap tahunnya dengan memberikan pelatihan secara gratis. Yayasan juga membiayai pendaftaran dan akomodasi sekitar delapan pelajar TOFI selama pelaksanaan Apho di luar negeri.
”Harapan kami lewat Yayasan Simetri, kami bisa menemukan bakat-bakat ini dan memberikan kesempatan lebih luas bagi mereka untuk mengembangkan potensi mereka,” ujar Hendra.
Hendra mengenang masa paling berat pada 2017 ketika Tim Apho yang berjumlah delapan pelajar Indonesia ikut lomba di Rusia. Harga tiket untuk satu orang saja sekitar Rp 25 juta, belum biaya lain. Beruntung ada sponsor dan masih ada sisa dana cadangan sehingga TOFI tetap bisa mengirimkan pelajar Indonesia ke Apho.
DOKUMENTASI HENDRA KWEE.—Tim Indonesia pada pembukaan Olimpiade Fisika Se-Asia di Yakutsk, Rusia, awal Mei 2017.
”Kami bersyukur, sekarang ada donatur yang membantu sehingga masih terus bisa mengirim TOFI ke Apho. Termasuk pula kami para pelatih jadi relawan dibayar kecil supaya ada dana untuk yayasan,” tambah Hendra.
Hendra merasa berbahagia ketika Februari lalu berkesempatan bertemu dengan sejumlah alumnus TOFI di Singapura. ”Saya merasa bersukacita, melihat alumni, murid-murid saya, kini bisa kuliah dan berkarier di luar negeri. Ini sumbangsih kami untuk Indonesia,” katanya.
Ia sendiri memilih kembali ke Tanah Air seusai meraih gelar doktor pada tahun 2007. ”Saya memilih pulang ke Indonesia karena melihat kemampuan saya lebih berguna bagi Indonesia. Saya bisa berkontribusi lebih banyak untuk pendidikan Indonesia dengan menjadi dosen bagi calon guru dan pembina olimpiade,” ujar Hendra.
Hendra Johnny Kwee
Lahir: Palembang, 8 Agustus 1979
Pendidikan:
S-1 Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung (lulus 2001)
S-2 Departemen Fisika, The College of William and Marry, Williamsburg, Virginia, Amerika Serikat (2002)
S-3 di Departemen Fisika, The College of William and Marry, Amerika Serikat (2007)
Penghargaan:
Peserta terbaik pada National Workshop on Mathemathical Aspects of Modern Optics And Its Application yang digelar Jurusan Fisika ITB dan Universitas Twente, Belanda (2001)
Honorable mention pada Olimpiade Fisika Internasional di Kanada (1997)
Pekerjaan/organisasi:
Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya (2010-sekarang)
Ketua Dewan Pembina TOFI (2008-sekarang)
Pendiri dan pengajar Yayasan Simetri (2016–sekarang)
Salah satu pendiri Edutech Eureka (2020)
Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU
Editor: BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 6 Mei 2020