Dalam dua tahun terakhir, setiap akhir pekan, Anis Suryani (26) menemani anak-anak di desanya belajar dan bermain permainan tradisional.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO–Anis Suryani (26), Pendiri Lab Inspirasi Al Fatih
Melalui ruang literasi yang ia dirikan, Anis ingin anak-anak di desanya yang demam gawai bisa punya ”jarak” dengan perangkat teknologi itu sekaligus menggugah sikap kesukarelawanan anak muda setempat pada masalah sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anis memanfaatkan halaman rumah orantuanya di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi tempat aktivitas rutin bagi puluhan anak desa melalui wadah yang dia beri nama Laboratorium (Lab) Inspirasi Al Fatih.
Di tempat itu, mereka tidak hanya diajak bermain, seperti congklak dan egrang, tetapi juga mencoba beberapa teori ilmu pengetahuan alam sederhana yang biasa diajarkan di bangku sekolah. Kegiatannya pun tidak kaku hanya bermain dan belajar teori, tetapi juga kegiatan luar ruang (outbound). Semua dikemas secara menyenangkan dan gratis.
Tidak hanya itu, mereka juga bisa mendapatkan pengetahuan lain dari membaca buku. Lab Inspirasi Al Fatih, yang berjarak sekitar 100 meter dari Jalan Raya Malang-Blitar, itu dilengkapi sebuah lemari berisi 500-an judul buku yang bebas diakses siapa saja. Sebagian buku itu milik Anis dan sebagian lainnya merupakan sumbangan teman.
Meski jumlahnya sudah mencapai ratusan judul, Anis mengatakan, buku koleksinya masih kurang. Buku tentang anak muda masih terbatas jumlahnya. Padahal, tema-tema itu banyak disukai pembaca remaja, khususnya santri salah satu pondok pesantren yang berada tidak jauh dari rumah orangtua Anis.
”Tidak hanya anak desa. Para santri juga banyak yang pinjam buku ke sini. Usianya masih muda-muda, setara dengan mereka yang masih duduk di bangku SMP-SMA. Mereka ini senang dengan buku-buku remaja,” ujarnya, Selasa (14/1/2020).
Lab Inspirasi Al Fatih juga menjadi tujuan bagi sejumlah SD di Kabupaten Malang untuk belajar luar ruang, baik itu yang diagendakan maupun tidak. Salah satunya kedatangan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, yang belajar soal pahlawan revolusi dan pengkhianatan G30S/PKI pada September 2018.
Pada masa awal Lab Inspirasi Al Fatih berdiri terdapat sekitar 50 anak yang biasa datang dan berinteraksi di tempat itu. Karena tidak semua anak ada di desa saat akhir pekan lantaran mengikuti kegiatan orangtua masing-masing, saat ini jumlah peserta yang aktif tinggal 15-20 anak. Namun, saat ada acara besar, jumlah anak yang datang bisa di atas 100 orang.
Mereka adalah anak-anak desa dari latar belakang keluarga berbeda, tetapi rata-rata dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Warga Ngebruk sendiri terdiri dari berbagai profesi, mulai dari petani, pekerja rumah tangga, tukang batu, tenaga kerja Indonesia, hingga pegawai negeri.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO–Anis Suryani (26), Pendiri Lab Inspirasi Al Fatih
Selain peserta, ada juga sukarelawan yang terlibat. Mereka adalah anak-anak muda di desa setempat yang telah duduk di bangku SMP dan SMA. Jika sebelumnya jumlah sukarelawan mencapai 20-an orang, saat ini tinggal 15 orang. Dari jumlah tersebut, karena kesibukan, saat ini yang aktif tinggal 10-15 orang.
Anis mendirikan Lab Inspirasi Al Fatih pada 18 Februari 2018. Langkah ini didasari keinginannya agar anak desa tidak kecanduan gawai. Meski tinggal di perdesaan, ternyata anak-anak ini tidak kalah dengan mereka yang tinggal di kota dalam hal gandrung teknologi.
”Saya ingin anak-anak mainnya tidak cuman gadget. Saya punya keponakan masih kecil, tetapi sudah kecanduan. Istilahnya senggol bacok, diganggu sedikit saja sudah marah-marah. Setelah lihat lingkungan sekitar, ternyata mereka banyak yang juga kecanduan seperti itu,” ujar alumnus Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang itu.
Menurut Anis, demam gawai di daerahnya cukup kronis. Ada beberapa anak yang mencuri uang milik orangtua mereka untuk membeli pulsa. Nilainya mencapai ratusan ribu rupiah. Tindakan itu diketahui setelah mereka membeli pulsa di kios tetangga. Saat ditanya penjual pulsa—yang merasa curiga—anak-anak itu mengakui telah mengambil uang milik orangtuanya.
Pertama kali merintis ruang sosial dan belajar memang tidak mudah. Anis butuh waktu cukup lama untuk mendapatkan persetujuan dari orangtua. Hal itu cukup beralasan karena saat itu ada tempat representatif untuk menggelar kegiatan sehingga orangtua tidak begitu saja menyetujui rencana sang anak.
Begitu pula saat kegiatan mulai berjalan. Penolakan dari peserta kerap muncul karena sebelumnya mereka sudah terbiasa mendapatkan hiburan dan gim menarik dari gawai. Di sisi lain, permainan tradisional yang dulu erat dengan anak desa telah ditinggalkan. Anak-anak jarang bersentuhan dengan petak umpat, gobak sodor, atau layangan meski desa mereka dikelilingi persawahan.
”Waktu kami menyelenggarakan kegiatan, tetap ada anak yang membawa gadget dan suka pamer kepada temannya yang lain. Mereka pun terkadang memberontak saat kami sarankan untuk meninggalkan gawainya sesaat. Rasa keberatan itu, sih, ada. Tetapi, kalau kami bisa alihkan dengan sesuatu yang lebih menarik, mereka akan suka juga,” ucap Anis yang kini aktif sebagai konsultan edukasi di sistem pembelajaran daring, Quipper, ini.
Anis bersinggungan dengan dunia sosial dan kesukarelawanan sudah berlangsung sejak lama. Sebelum mendirikan Lab Inspirasi Al Fatih, ia sudah terlibat dan menjadi sukarelawan, mulai dari anggota Palang Merah Remaja-Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Kabupaten Malang, Rumah Zakat, hingga pernah tergabung dalam Forum Indonesia Muda bersama pemuda lain dari Sabang-Merauke.
Kegiatan itu dilakukan sejak masih duduk di bangku kuliah hingga telah lulus. Bahkan, saat itu waktunya banyak dihabiskan di luar rumah. Ia pulang ke rumah orangtuanya hanya untuk menginap.
Gadis yang pernah 1,5 tahun mengajar kimia di dua sekolah menengah atas swasta di Kota Malang itu mengaku menyukai dunia volunteer sejak lama. Karena itu, keberadaan Lab Inspirasi Al Fatih secara implisit juga diharapkan bisa melatih anak-anak desa menjadi sukarelawan sekaligus mengasah jiwa kesukarelawanan mereka.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO–Tangkapan layar kegiatan di Lab Inspirasi Al Fatih.
”Para sukarelawan itu masih sangat butuh up grade kemampuan. Kalau mereka diberi pelatihan kepemimpinan dan manajemen yang baik, pasti akan sangat berguna. Namun, kesempatan itu belum datang,” kata anak ketiga dari tiga bersaudara ini.
Anis pun berharap ke depan Lab Inspirasi Al Fatih bisa menjadi lebih formal dari sebatas taman bacaan dan tempat bermain seperti yang ada saat ini. Dia sendiri punya cita-cita mempunyai sekolah, mulai dari tempat penitipan anak hingga jenjang lebih tinggi, dengan tujuan agar mereka mendapatkan pendidikan yang baik. (WER)
Anis Suryani
Lahir: Praya, Lombok Tengah, 11 Agustus 1994
Orangtua: Suroto dan Badiatul Aliyah
Pendidikan:
SD Batujai 4/SD Sunan Giri Ngebruk
SMP 4 Kepanjen, Malang
SMA 1 Kepanjen, Malang
Universitas Negeri Malang Jurusan Pendidikan Kimia
Oleh DEFRI WERDIONO
Editor: MARIA SUSY BERINDRA
Sumber: Kompas, 21 Januari 2020