Penelitian terbaru Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah mengungkap temuan bahwa manusia dan fauna telah menghuni kawasan itu sejak 1,7 juta tahun lalu. Artinya, Sangiran telah dihuni jauh lebih awal daripada perkiraan sebelumnya.
Dalam penelitian pada 12-27 Agustus 2019, Tim Penelitian Puslit Arkenas yang diketuai Prof Harry Widianto berhasil menemukan beberapa fragmen tulang hewan dan manusia di daerah Ngampon dan Mlandingan, Sragen. Ketika melakukan ekskavasi pada lapisan endapan lempung hitam Formasi Pucangan yang menunjukkan usia 1,7 juta tahun, tim menemukan tulang paha dan gigi geraham harimau (Panthera tigris), gigi geligi buaya rawa (Crocodylus siamensis), pecahan tempurung dada kura-kura, dan fragmen tulang pinggul manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema “Evolusi Kita” di House Of Sampoerna, Surabaya, Rabu (24/10/2018). Selain untuk menggalakan minat generasi muda untuk ke museum pameran yang berlangsung hingga 29 November tersebut mengajak pengunjung untuk mengetahui sejarah evolusi manusia.
“Penelitian memberikan pemahaman baru bahwa harimau, buaya, dan kura-kura telah hadir jauh lebih dini dibandingkan dengan perkiraan orang sebelumnya sekitar 0,7 juta tahun yang lalu pada fase berlangsungnya pengendapan Formasi Kabuh. Mereka ternyata telah menjelajahi rawa-rawa Sangiran pada 1,7 juta tahun lalu atau 1 juta tahun lebih awal dibandingkan dengan perkiraan para ahli selama ini,” kata Harry, Kamis (29/8/2019), saat dihubungi Kompas dari Jakarta.
Dari penemuan-penemuan sebelumnya, hewan-hewan di Sangiran yang hidup 1,7 juta tahun lalu, antara lain kerbau/banteng, kijang/rusa. Namun demikian, dari hasil penelitian ini terungkap keberadaan jenis fauna-fauna lain yang juga hidup pada masa tersebut, yaitu harimau, buaya, dan kura-kura.
Menurut Harry, tulang paha harimau yang ditemukan menunjukkan relief perlekatan otot yang sangat berkembang. Dari sini terlihat bagaimana kekarnya harimau yang hidup pada masa itu.
PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Tulang paha Harimau yang ditemukan di Sangiran
Homo erectus lebih tua
Sementara itu, penemuan pecahan tulang pinggul manusia sebelah kanan pada formasi yang sama (Pucangan) dengan perkiraan usia 1,7 juta tahun lalu memperbarui temuan sebelumnya yang berusia 1,5 juta tahun lalu. Hal ini memberikan pemahaman baru tentang kedatangan Homo erectus di Sangiran.
“Manusia telah hadir di arena rawa berlumpur Sangiran pada 1,7 juta tahun yang lalu, berdampingan hidup dengan kerbau/banteng, rusa/kijang, harimau, buaya, dan juga kura-kura. Kronologi kepurbaan manusia di Sangiran semakin menghujam lebih tua lagi dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya menjadi 1,7 tahun melalui temuan in-situ dalam penggalian di Ngampon, Sangiran ini,”paparnya.
Dilihat dari ukuran dan ciri-ciri morfologi pecahan tulang pinggul, Homo erectus ini menunjukkan kesamaan dengan Homo erectus awal dari Afrika, yaitu spesimen iliac. Secara signifikan, ukuran badannya diperkirakan lebih besar dibanding dengan Homo sapiens atau manusia modern.
PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Pecahan tulang pinggul Homo erectus yang ditemukan di Sangiran
Sebelumnya, dalam penelitian di Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah bulan Juni hingga Juli lalu, Balai Arkeologi Yogyakarta juga menemukan fosil tulang Homo erectus berusia lebih tua, sekitar 1,8 juta tahun lalu. Dengan demikian, kepurbaan manusia di Sangiran semakin mendekati usia Homo erectus di Bumiayu, dan periode antara 1,7 juta-1,8 juta tahun yang lalu bisa jadi merupakan masa kemunculan Homo erectus di Pulau Jawa.
Usia yang semakin tua ini semakin memudarkan peran teori migrasi “Out of Africa”, yang menggariskan Homo erectus berasal dari Afrika, yang bermigrasi sejak 1.8 juta tahun lalu dan mencapai Pulau Jawa pada 1.5 juta tahun silam. Nyatanya, mereka hadir di tanah tua Pulau Jawa jauh lebih awal dibanding dengan teori “Out of Africa” itu.
“Boleh jadi, mereka bukanlah para migran dari Afrika, akan tetapi merupakan cikal-bakal lokal, yang tumbuh dan berkembang pada masing-masing habitat mereka di Pulau Jawa, sejak 1,8-1,7 juta tahun lalu, dan mengalami evolusi lokal, sesuai dengan teori Multi-Regional. Bukan ‘Out of Africa’, akan tetapi ‘Multi-Regional’,” tambah Harry.
Sebelumnya, arkeolog senior Prof Truman Simanjuntak mengatakan, berdasarkan teori ”Out of Africa”, persebaran Homo erectus bermula dari Afrika pada 1,8 juta tahun lalu dan sampai di Pulau Jawa pada 1,5 juta tahun lalu. Kedatangan Homo erectus di Pulau Jawa itu diprediksi terjadi ketika air laut menyusut menjadi daratan selama zaman es dengan terbentuknya jembatan darat karena proses glasiasi.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 30 Agustus 2019