Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa yang digelar Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) dan Yayasan Makassar Skalia memasuki trip kedua, 3 sampai 18 Januari 2019. Program ini berwujud pelayaran mengelilingi sebagian wilayah Indonesia dengan pinisi selama delapan bulan, 18 Desember 2018 hingga 17 Agustus 2019.
Pada trip kedua, kapal layar yang mengangkut 12 awak itu, kini menelusuri rute Kendari-Molawe, Konawe Utara-Pulau Labengki-Lameruru-Bungku, Morowali-Donggi-Luwuk-Ampana, Tojo Una-Una-Pulau Togean-Torosiaje-Gorontalo-Bitung. Sebelumnya, pada trip pertama, mereka menelusuri Makassar-Bulukumba-Pulau Kabaena, Bombana-Teluk Lianabanggai, Buton Tengah-Baubau-Raha-Pulau Saponda-Kendari.
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA–Para pembuat perahu pinisi di Tana Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bulukumba salah satu sentra pembuatan kapal pinisi yang terkenal di seluruh dunia. Beberapa negara di Eropa, Amerika hingga Afrika pernah memesan perahu di Bulukumba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Koordinator Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa, Moh Abdi Suhufan, mengungkapkan, dua temuan penting terkait kondisi masyarakat pesisir yang disinggahi. Untuk pembuatan kapal pinisi, di Bulukumba (Sulawesi Selatan), misalnya, terjadi krisis bahan baku. Kayu bitti (Vitex cofassus) yang layak dipakai belum masif dibudidayakan. Akibatnya, terjadi peningkatan ongkos produksi karena bahan baku terpaksa didatangkan dari luar provinsi.
Perlu ada program nasional atau provinsi Sulsel yang mendukung ketersediaan bahan baku kayu yang diperoleh dari budidaya dan penyediaan lahan hutan di wilayah seperti Bulukumba, Sinjai, dan Selayar. Berdasarkan keterangan Cabang Dinas Kehutanan Bulukumba, potensi hutan rakyat di Bulukumba seluas 21.843 hektar sementara di Sinjai 8.686 hektar, dan Selayar ada 15.000 hektar.
Di samping itu, ditemukan perubahan perubahan geomorfologi, diduga karena perubahan iklim dan penangkapan ikan dengan bom. Kondisi seperti ini ditemukan di Pulau Saponda (Sulawesi Tenggara).
Ketua umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia, Zulficar Mochtar mengatakan bahwa tema pelayaran trip 1 adalah tentang optimalisasi pemanfaatan pulau-pulau kecil sebagai asset pembangunan. “Kami ingin ada formula pembangunan yang tepat, berkeadilan, dan tetap memberi perlindungan bagi masyarakat. Dalam hal ini pemerintah dapat mengelola pulau-pulau kecil sebagai sumber pendapatan negara” kata Zulficar.
Hal ini tidak mudah sebab kebijakan pembangunan saat ini belum memberi perhatian dan prioritas yang jelas tentang upaya apa yang akan dilakukan pemerintah untuk tata kelola pulau kecil yang jumlahnya ribuan.
KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG–Kapal pinisi dalam program “Pinisi Bagi Negeri”, tengah berlayar di perairan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/4/2017). “Pinisi Bagi Negeri”, kolaborasi antara Yayasan Makassar Skalia dan PT Toyota Astra Motor, menjalankan program edukasi maritim dan konservasi terumbu karang untuk pelajar dan mahasiswa di Makassar.
Pelayaran ini bermisi penyadaran akan sejarah maritim dan pinisi, teknik berlayar, pendidikan lingkungan, serta edukasi kebencanaan. “Ada misi pendidikan karakter bangsa yang ingin kita bangkitkan dalam program ini,” kata Abdi menambahkan. (*/NAR)–NASRULLAH NARA
Sumber: Kompas, 7 Januari 2019