Mengakhiri 2108, kita pantas berefleksi tentang berapa banyak kejadian penting selama tahun ini. Perubahan cepat yang perlu direnungkan kita di Indonesia adalah kejadian terkait pengaruh Revolusi Industri Keempat pada bidang kesehatan.
Saat ini kita berada di tahun-tahun awal Fourth Industrial Revolution(4IR) atau Revolusi Industri Keempat; juga disebut Industri 4.0. Istilah ini pertama kali diungkapkan Profesor Klaus Schwab pada 2016. Istilah revolusi industri menggambarkan adanya perubahan besar-besaran yang terjadi secara mendasar, dan memiliki dampak terhadap bagaimana kita hidup, bekerja, dan berhubungan dengan orang lain. Kondisi ini juga tak dapat dielakkan berdampak terhadap sektor kesehatan. Harapannya bisa memperbaiki kualitas hidup dan sehat manusia dengan mengantisipasi dampak buruk (disruptif) harus selalu diwaspadai.
Revolusi Industri Pertama terjadi saat penemuan dan penggunaan meluas mesin uap pada akhir abad ke-18. Kemudian disusul Revolusi Industri Kedua yang terjadi saat dipacunya produksi massal akibat penemuan listrik pada abad ke-19. Revolusi Industri Ketiga terjadi mulai tahun 1960-an akibat penemuan dan penggunaan teknologi digital untuk proses otomatisasi produksi (Klaus, 2016). Revolusi Industri Keempat merupakan kelanjutannya, tetapi memiliki ciri tak terduga tentang terjadinya fusi dari berbagai teknologi sehingga terjadi batas yang kabur antara dimensi fisik, digital, dan biologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Industri 4.0 atau 4IR berbeda dalam konteks kecepatan, cakupan, dan dampak sistematiknya. Berbeda dengan revolusi industri yang lain, 4IR melaju secara eksponensial dan tidak secara linear sehingga dampak apa pun yang akan kita rasakan akan terjadi jauh lebih cepat daripada dekade-dekade sebelumnya. Industri 4.0 tak hanya mengubah apa dan bagaimana kita melakukan sesuatu, tetapi bisa memiliki dampak sampai dengan mengubah diri kita sendiri jika tidak dikontrol dengan baik.
Revolusi tersebut diperantarai antara lain oleh teknologi: artificial intelligence (AI, kecerdasan buatan), internet of things (IoT, internet digunakan pada banyak hal), cloud computing (komputasi awan), connected wearable devices, quantum computing, media sosial, data science, 3D printing, robotika, dan genetika. Teknologi transformatif ini akan berdampak pada berbagai macam bidang: ekonomi, bisnis, sosial, kesehatan, dan individu seseorang (Klaus, 2016; Park, 2016).
Transformasi teknologi kesehatan
Para pelaku industri kesehatan memperkirakan sektor kesehatan akan sangat mendapatkan manfaat yang besar dari fusi antara sistem fisik, digital, dan biologis di era Industri 4.0. Saat ini sudah banyak teknologi sehari-hari (konsumer) yang mampu mengumpulkan data tentang kesehatan dan kebugaran (fitness) seseorang, misalnya cukup dengan memencet-mencet smartphone dan smartwatch. Informasi-informasi yang terkumpul tersebut memiliki potensi untuk membuat transformasi tidak hanya individual, tetapi juga bidang riset medis (Park, 2016).
Terdapat beberapa contoh tentang bagaimana kombinasi teknologi fisik, digital, dan biologis dapat membuat transformasi dalam bidang kesehatan. Sensor yang terkoneksi dapat memudahkan pasien mengatur kesehatannya sendiri. Salah satu contoh adalah Novartis yang mengembangkan inhaler digital, yang memungkinkan pasien penyakit paru obstruktif menahun (PPOK) memantau data tentang penggunaan inhalasi secara real-time (Wedzicha, 2016). Bahkan, nanti pasien dengan gangguan pernapasan dapat memiliki sensor di rumah mereka yang mampu menentukan saat pernapasan mereka tampak akan terganggu untuk segera menggunakan inhaler, sebelum rawat inap di rumah sakit. Tentu hal ini dapat mengurangi pembiayaan kesehatan akibat kepatuhan pasien yang buruk terhadap pengobatan yang dijalani (Park, 2016).
Contoh lain, para peneliti Jepang meriset tentang bagaimana eksoskeleton yang dipasang pada pasien dapat membantu pasien lanjut usia bergerak. Sensor pada alat pembantu mobilitas mekanik ini dapat mendeteksi saat otot pasien mulai digerakkan. Sensor lalu menggerakkan mesin untuk menopang pasien tersebut dengan mengurangi beban berat badan pasien (Schlesinger, 2015).
Kecerdasan buatan juga diterapkan untuk kepentingan dunia kesehatan. Watson Project yang dirintis IBM (sering disebut sebagai IBM Watson Health) berusaha melakukan kombinasi antara data klinis individu pasien, riset, dan sosial. Tujuannya untuk menghasilkan solusi terhadap masalah kesehatan seorang pasien dalam bentuk alternatif solusi berdasarkan berbagai uji klinis terhadap penyakit tertentu. Teknologi ini membuat teknologi komputasi tak hanya dimanfaatkan untuk mencari data atau informasi tentang penyakit, tetapi dapat menjadi question-answering machine yang dapat membantu menyelesaikan masalah secara aktif.
IBM juga berusaha membuat teknologi aplikasi yang mampu melakukan streaming data dari insulin pump. Aplikasi ini dapat memperkirakan bahwa gula darah seorang pasien diabetes akan turun menjadi terlalu rendah. Aplikasi tersebut dapat membuat pasien menangani diabetes mereka secara lebih proaktif (Forbes, 2016).
Contoh lain adalah IBM Watson for Oncology. Proyek ini dilakukan peneliti di Memorial Sloan Kettering dengan mengembangkan IBM Watson menjadi sistem komputasi kognitif yang dapat menganalisis data dalam volume besar, termasuk data rekam medis pasien, literatur medis, dan data berbagai uji klinis sehingga menjadi rekomendasi solusi yang bersifat personalized, dan berbasis bukti untuk tata laksana seorang pasien kanker. Saat ini sistem tersebut mampu membuat rekomendasi untuk kanker paru, payudara, dan kolorektal (usus besar), serta dikembangkan untuk kanker saluran cerna yang lain (Medical Marketing & Media, 2016).
Efektivitas penggunaan kecerdasan buatan tentu saja memiliki prasyarat yang harus dipenuhi agar bekerja dengan baik, yaitu input data yang komprehensif dan valid, serta ketepatan algoritma pikir dari kecerdasan buatan. Tanpa itu, kecerdasan buatan akan memunculkan produk yang tak tepat arah. Sebaliknya, manusia punya bekal alamiah, misalnya, intuisi dari seorang ahli kesehatan sebagai hasil pengalaman bekerja dalam suatu bidang.
Teknologi genomic dapat membuat revolusi tentang bagaimana kita mendiagnosis dan mengobati penyakit. Saat ini dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan sekuensing genom manusia dalam waktu 24 jam. Hal ini akan membuat preventative dan personalized medicine dapat diwujudkan. Penyakit pasien dapat dianalisis sampai tingkat molekuler sehingga obat yang tepat sesuai target dapat diberikan secara efisien. Dengan adanya teknologi editing genomik, kita dapat secara tepat memotong atau mengganti gen yang menyebabkan penyakit yang tak dapat diobati saat ini (Cho et al, 2012; Oh et al 2015). Contohnya seperti dokter di China yang baru-baru ini mengumumkan bayi kembar yang diklaim sebagai hasil editing genomik yang heboh itu. Selain itu, peluang penggunaan telemedicine menjadi lebih terbuka sehingga dimungkinkan untuk pengobatan pasien dari jarak jauh, bahkan pasien mendapatkan pengobatan di rumah mereka sendiri (Park, 2016).
Pelengkap kemanusiaan
Revolusi Industri 4.0 akan mengubah tak hanya apa dan bagaimana kita melakukannya, tetapi juga siapa kita. Itu akan memengaruhi identitas kita dan semuanya masalah terkait: bagaimana kita membuat konsep privasi dan kepemilikan, bagaimana kita mengonsumsi, bagaimana cara kita mengalokasikan waktu untuk bekerja dan bersantai, bagaimana kita mengembangkan keterampilan, merencanakan karier, dan membentuk hubungan dengan orang (Park, 2016). Di satu sisi, Revolusi 4.0 memungkinkan kita untuk membuat konsep diri yang terukur dan terkendali, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh teknologi ”kami diri”. Namun, di sisi lain, sangat penting untuk mempertahankan sentuhan manusia dan interaksi sosial, bahkan di dunia di mana ”informasi adalah kekuatan” dan orang-orang semakin terhubung secara daring.
Dalam sisi ancaman, Revolusi 4.0 ini memang mungkin memiliki potensi untuk menciptakan proses robotisasi kemanusiaan dan sehingga dicemaskan menjauhkan atau menghilangkan kita dari hati dan jiwa kita. Namun, jika didayagunakan dengan tepat, teknologi bisa sebagai pelengkap bagian terbaik manusia, yakni kreativitas, empati, penatagunaan. Pemanfaatan yang terukur dan bijak atas kemajuan teknologi bisa mengangkat umat manusia punya kesadaran kolektif baru dan kesadaran moral berdasarkan berbagi rasa takdir. Ini tugas kita semua untuk memastikan revolusi ini mendatangkan kemanfaatan daripada mudaratnya
Dunia industri perawatan kesehatan tentu akan dihadapkan pada tantangan senantiasa untuk beradaptasi dengan model digitalisasi bidang kesehatan. Apalagi yang dihadapi adalah kecepatan berakselerasi, perluasan lingkup, dan dampak sistematis yang akan mengarah gangguan serius, serta harapan pelanggan. Sesungguhnya untuk memenuhi harapan layanan pasien yang diberdayakan secara digital sungguh sangat menantang. Apalagi kalau harus menghadapi mereka yang memiliki pengetahuan yang cukup dan mencari alternatif untuk menyediakan pengalaman superior demi memecahkan kesulitan yang kadang begitu kompleks. Ini menjadi tantangan bagi dunia kesehatan, termasuk para dokter dan rumah sakit, untuk menyediakan jawabannya. Kita bisa memanfaatkan kemajuan teknologi yang memberi peningkatan ke berbagai macam koneksi pintar produk dan layanan, menggabungkan sensor, perangkat lunak, analitik data, dan konektivitas di segala macam cara.
Penyedia layanan perawatan kesehatan harus menjadi jauh lebih inovatif untuk merespons lebih baik bisnis yang cepat berubah, sangat kompetitif. Kolaborasi pun diperlukan di sektor kesehatan termasuk di antara pelanggan, mitra, usaha rintisan, universitas, dan komunitas penelitian. Lesatan inovasi ini sedang merestrukturisasi tatanan industri perawatan kesehatan dan menuju penciptaan keseluruhan industri baru ala 4.0. Seluas, sejauh, setinggi apa pun lesatan inovasi itu, jangan lupakan fokus pada manusia; sebagai konsumen dan pelanggan, serta partisipan kemanfaatan produk dunia kesehatan. Di mana posisi negara?
Pemerintah sebagai representasi negara, dengan mempertimbangkan potensi IoT, perlu makin menyadari kemampuan analitik data dan perangkat pintar, mendukung dengan tindakan nyata lewat aktualisasi kebijakan. Ini termasuk melindungi privasi dan hak-hak konsumen dan bisnis perawatan kesehatan, persyaratan keamanan yang lebih kuat untuk perangkat dan sistem kritis, insentif itu mempromosikan pembagian data yang adil di seluruh perawatan kesehatan penyedia layanan, dan peraturan baru untuk membantu pelaku dunia kesehatan bergaul dengan mesin yang semakin cerdas.
Tantangan ”digital divide”
Kebijakan juga diperlukan untuk membantu mengatasi penciptaan lapangan kerja, satu tantangan terberat. Revolusi memang berarti risiko pemindahan pekerjaan di setiap industri, meskipun pada saat yang sama akan ada pertumbuhan permintaan untuk pekerja terampil tertentu. Pemilik skill dan keahlian dalam bidang artificial intelligence and machine-learning, robotika, nanotechnology, 3-D printing, genetika dan bioteknologi, serta big data analytics akan sangat dibutuhkan pasar industri. Ini berarti kita perlu terus mendidik diri kita sendiri karena dunia mau tidak mau akan tetap melaju maju.
Meski demikian, hal tersebut tentu saja akan memunculkan ”ketidaksetaraan” dalam peluang kerja, yang disebut sebagai ”digital divide”; pemisahan akibat digitalisasi. Robotika dan mesin dengan kecerdasan buatan akan menggantikan banyak pekerjaan manusia. Orang-orang dengan kondisi ”termarginalisasi secara digital” akan mengalami dampak yang paling besar dan lebih berat daripada dekade-dekade sebelumnya, misalnya orang lanjut usia dan kelompok kaum miskin.
Para pembuat kebijakan publik harus mengatur agar digital divide dapat dikurangi dampaknya (Park, 2016). Profesor Schwab juga menyatakan bahwa ”pada akhirnya, semuanya bergantung pada peran masyarakat dan nilai-nilai kemanusiaan.” Industri 4.0 berpotensi membuat kondisi dehumanisasi, robotisasi manusia, dan menjauhkan manusia dari nilai hati dan jiwa manusia, apabila kita tak mengedepankan peran manusia dan memberdayakan mereka (Klaus, 2016). Untuk itu, peran implementasi kaidah bioetika menjadi sangat penting untuk menjaga bidang kesehatan tetap berada di jalan yang seharusnya. Kaidah bioetika dimaksud adalah setidaknya penerapan empat prinsip: non-maleficence (tak merusak), autonomy (menghargai pilihan pribadi), beneficence (bermanfaat bagi manusia), dan justice (kesetaraan dalam akses kesehatan).
Akhirnya, 4IR atau Industri 4.0 akan memberikan manfaat yang besar bagi kita semua apabila dikelola dengan baik. Kita harus mampu lebih memahami bagaimana teknologi dapat difusikan untuk membantu kesejahteraan manusia. Hal ini akan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih baik, kesehatan personal yang lebih baik, dan memperbaiki kualitas hidup banyak manusia. Kita telah melewati tiga revolusi industri sebelumnya dengan antusias dan relatif selamat, maka boleh berharap di Revolusi 4.0 dunia kesehatan akan makin humanis karena kian tangkas dan ringkas dalam melayani problem kemanusiaan.
Djoko Santoso Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
Sumber: Kompas, 26 Desember 2018