Berbekal pengalaman merintis bisnis “online” atau dalam jaringan (daring) sejak duduk di bangku kuliah di kota besar, Nofi Bayu Darmawan memutuskan pulang kampung di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Di desa itu, Bayu mengajak, melatih, dan memberdayakan anak muda agar melek teknologi serta memanfaatkannya untuk berbisnis daring
Desa Tunjungmuli berada di kawasan perbukitan dengan udara yang sejuk. Hamparan sawah subur di sepanjang jalan desa. Kendaraan bermotor dan angkutan pedesaan hanya sesekali melintas. Tenang dan hening, jauh dari bising dan ambisi kaum urban di kota-kota besar. Kendati berada jauh dari pusat kota Purbalingga, sekitar 27 kilometer arah timur laut, ada ratusan anak muda yang berkarya memanfaatkan teknologi, jaringan internet, serta kecanggihan aplikasi dalam perangkat telepon pintar dan laptop. Rumah-rumah sederhana disewa dan disulap menjadi kantor Kampung Marketer yang dilengkapi dengan menara penguat sinyal internet.
Puluhan anak muda dan ibu rumah tangga usia 17-30-an tahun bertugas sebagai customer service atau pelayan toko online mengoperasikan gawainya masing-masing. Latar belakang pendidikan mereka beragam ada yang lulusan SMP, SMA, dan SMK. Ada pula perantau dari ibu kota yang pulang ke desa dan bergabung dengan komunitas Kampung Marketer. Telepon pintar tidak hanya dipakai untuk swafoto dan pamer di media sosial, tetapi bisa dipakai untuk berbisnis.
Mereka duduk melingkari meja yang di atasnya terhampar colokan listrik untuk mengisi daya batrai gawai, buku catatan, serta botol air minum pelepas dahaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Nofi Bayu Darmawan, anak muda yang merintis Kampung Marketer di Purbalingga.
Melalui aplikasi WhatsApp, mereka melayani dan menjawab banyak pertanyaan dari para calon pembeli. Mereka bekerja sejak pukul 08.00 hingga 16.30, diselingi istirahat satu jam di tengah hari. Rata-rata mereka bisa membawa pulang uang sebesar Rp 1 juta hingga Rp 4,5 juta per bulan, termasuk gaji dan bonus hasil penjualan.
Bayu mengatakan, customer service merupakan sumber daya manusia yang paling dibutuhkan oleh pebisnis daring profesional. “Kalau ditangani sendiri akan sibuk sepanjang 24 jam untuk melayani pertanyaan calon pembeli,” kata Bayu saat ditemui di rumahnya di Desa Tunjungmuli, Rabu (7/3).
Menurut Bayu, ada banyak kendala merekrut karyawan di kota besar, antara lain upah minimum besar, biaya untuk sewa kantor atau gedung yang mahal, serta loyalitas karyawan juga kurang. Bayu merintis toko daring dengan menjual produk seprai dan bed cover yang diambil dari pasar tekstil Cipadu, Ciledug Tangerang Selatan sejak 2012 semasa kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Pada semester awal, nilainya cukup baik, tetapi kemudian sempat turun akibat fokus menjalani bisnis daring. Saat itu dia pun sudah mengajak teman kosnya untuk menjadi costumer service toko daringnya.
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Nofi Bayu Darmawan bersama ibu-ibu binaannya.
Selesai kuliah, Bayu pun bekerja menjalani ikatan dinas di salah satu kementerian. Jemu dengan rutinitas kota besar, akhirnya Bayu memutuskan keluar setelah bekerja selama 3,5 tahun. Dia pulang ke desa dan melanjutkan untuk fokus mengelola toko daringnya pada pertengahan 2017 dengan produk mainan anak serta produk perawatan kulit.
Kampung Marketer
Saat itu, Bayu merekrut 20 orang teman dan kenalannya untuk bersama-sama mengelola bisnis daring. Kemudian, Bayu memulai merintis kemitraan atau partnership dengan para pebisnis daring di seluruh Indonesia. Langkah itu untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bertugas menjadi pelayan toko dan tim pengiklan dalam wadah atau komunitas Kampung Marketer.
Bayu melatih secara gratis para calon karyawan daring itu dengan materi transaksi daring serta pengetahuan dasar pada barang atau produk yang akan dijual. “Karyawan yang masuk kami seleksi, wawancara dan diprioritaskan adalah mereka yang tidak pemalu, komunikatif, tidak melankolis, kreatif, dan inovatif,” katanya.
Sampai saat ini, sudah ada 64 partner atau pebisnis daring dari seluruh kota besar di Indonesia yang bekerja sama dengan Kampung Marketer. Mitra inilah yang membayar gaji pokok dan bonus untuk para costumer service di Desa Tunjungmuli. Mereka juga menyediakan telepon pintar yang akan digunakan costumer service untuk melayani para calon pembeli.
Mitra juga membayar biaya operasional sekitar Rp 500.000 yang dipakai oleh tim Kampung Marketer antara lain untuk menyewa kantor dan membangun fasilitas internet di desa. “Sewa rumah di desa untuk dijadikan kantor selama setahun Rp 3 juta-Rp 3,5 juta,” kata Bayu.
Selain aktif berbagi dan berjejaring di media sosial, Bayu juga beberapa kali diundang mengisi workshop tentang pemasaran via internet di berbagai daerah. Di desa terutama di Kecamtan Karangmoncol, Bayu mencemati tren anak muda yang pergi merantau selepas SMA dan atau justru menganggur di desa. “Kami ingin mengentaskan sebanyak mungkin pengangguran di sekitar kampung ini terutama di Kecamatan Karangmoncol,” tuturnya.
Hingga saat ini, ada 6 kantor Kampung Marketer yang tersebar di Desa Tunjungmuli serta Desa Tamansari dengan 200 anak muda dan ibu rumah tangga yang bekerja di sana. Cukup mudah untuk menemukan lokasinya, di bagian depan kantor ini banyak terpakir sepeda motor para karyawan daring serta terpasang spanduk besar berwarna merah bertuliskan “Kampung Marketer”.
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Nofi Bayu Darmawan
Selain 6 kantor itu, Bayu juga memiliki sebuah kantor yang dibangun di bagian bawah rumahnya yang terletak di Jalan Sawah Nomor 1, Desa Tunjungmuli. Di ruangan bawah ukuran 10 meter kali 6,5 meter dengan pemandangan sawah dan sungai itu biasa dipakai Bayu untuk melatih para calon karyawan. Ruangan berkapasitas 25 orang itu juga biasa dipakai oleh 5 orang tim programmer serta pengiklan serta dilengkapi oleh 8 unit perangkat komputer di sana.
Tidak hanya berbisnis daring, Bayu juga terdorong untuk berbagi ilmu dan pengetahuan kepada warga di desa. Seperti rangkaian kata-kata mutiara dan pertanyaan reflektif yang menghiasi ruang tamu rumahnya, Bayu terus menyemangati orang-orang desa untuk melampaui keadaan saat ini. Kata-kata mutiara itu antara lain: “Wong Ndeso, Rejeki Kutho”, “Action Gila-gilaan”, “Stop Nyiyir, Start Nyambut Gawe!” “Sudahkah bermanfaat bagi orang lain?”atau “Nyari duit ga harus ke kota”.
“Itu sebagai pengingat dan doa,” pungkas Bayu.
Nofi Bayu Darmawan
Lahir: Tamansari, Karangmoncol, Purbalingga 9 November 1991
Istri: Uswatun Na’imah (25)
Anak: Maryam dan Ukasyah
Pendidikan:
– MTs Muhammadiyah 05 Tamansari, Purbalingga
– SMA N 1 Bobotsari, Purbalingga
– STAN lulus 2012, D3 Akuntansi
Kegiatan: Pembina Kampung Marketer Purbalingga
MEGANDIKA WICAKSONO
Sumber: Kompas, 23 Maret 2018