Dalam menunjang program pemerintah membangun poros maritim dunia di Nusantara dan menguatkan ekonomi nasional berbasis sumber daya kelautan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengeluarkan Tinjauan Masa Depan Riset Kelautan untuk periode 2020-2035. Tinjauan ini diharapkan menjadi masukan bagi penyusunan peta arah pengembangan jangka panjang kelautan oleh Konsorsium Riset Samudera.
Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Zaenal Arifin mengatakan hal ini dalam peluncuran buku berjudul Foresight Riset Kelautan 2020-2035 dan Pedoman Pelaksanaan Demand Driven Research Grant (DDRG) di Jakarta, Senin (18/12). Buku tersebut diterbitkan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Penyusunan Forsight Riset Kelautan, lanjut Zainal, juga akan menjadi masukan dalam kerja sama dengan Science and Technology Policy Institute Korea Selatan untuk topik yang sama. Kerja sama itu akan dimulai tahun depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penyusunan Forsight Riset Kelautan juga akan menjadi masukan dalam kerja sama dengan Science and Technology Policy Institute Korea Selatan untuk topik yang sama.
Tinjauan masa depan tersebut, kata Lutfah Ariana, Ketua Tim Foresight Pappiptek (Pusat Pusat Penelitian Perkembangan Iptek) LIPI, memasukkan hasil penelitian dan kajian yang dilakukan LIPI dan instansi terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait masalah dan potensi yang ada di Indonesia.
Adapun dengan melihat masalah kelautan yang dihadapi seperti pencemaran laut, perubahan iklim, dan potensi yang dimiliki seperti keragaman hayati laut, ditetapkan riset masa depan bidang kelautan, yaitu ketahanan pangan dan ketahanan energi dari sumber daya laut, pencemaran laut, terutama limbah plastik, pengelolaan lingkungan pesisir berkelanjutan, dan penelitian perubahan iklim.
Visi jangka panjang
Kepala Puslit Oseanografi LIPI Dirhamsyah menambahkan, Foresight Riset Kelautan dan program DDRG mendapat dukungan dari program Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative. ”Peluncuran ini dilatarbelakangi visi jangka panjang nasional, yakni membangun Indonesia sebagai negara kepulauan yang berorientasi maritim,” ujarnya.
Program DDRG mendapat dukungan pendanaan dari Bank Dunia dengan pendekatan manajemen riset berdasarkan orientasi pemangku kepentingan. ”DDRG merupakan pendekatan riset yang secara khusus diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang ada dan didasarkan pada permintaan atau kebutuhan itu didasarkan pada permasalahan yang sedang dihadapi,” kata Dirhamsyah.
Ia menambahkan, program DDRG merupakan kelanjutan dari Program Kompetitik dan Unggulan yang diadakan LIPI sebelumnya. Namun, program ini terbuka untuk peneliti di luar LIPI dan pemilihannya berdasarkan seleksi oleh panelis dari LIPI dan lembaga lain. Program DDRG akan berlangsung selama dua tahun dengan alokasi dana sebesar Rp 4,76 miliar untuk sekitar 10 riset per tahun.
Program DDRG akan berlangsung selama dua tahun dengan alokasi dana sebesar Rp 4,76 miliar untuk sekitar 10 riset per tahun.
”DDRG sangat diperlukan khususnya untuk memenuhi standar dalam meningkatkan pengetahuan, menyiapkan produk, ataupun kebijakan berbasis sains, menguatkan kapasitas pemangku kepentingan, sekaligus meningkatkan kepedulian publik,” kata Dirhamsyah.
Dari kegiatan riset ini diharapkan dihasilkan luaran-luaran yang implementatif, siap pakai, dan berdampak nyata. Hilirisasi hasil riset kelautan yang dilakukan LIPI, lanjut Zainal, dapat dilakukan melalui Konsorsium Riset Samudera yang baru dibentuk. Konsorsium melibatkan semua pemangku kepentingan di Indonesia.
Sementara itu, peneliti dari Puslit Oseanografi LIPI, Sam Wouthuyzen, menambahkan, hilirisasi hasil riset kelautan LIPI dapat diintegrasikan dengan Program Pusat Unggulan Iptek di Kemenristek dan Dikti dalam bentuk kluster kegiatan yang terkait. ”Saat ini ada sekitar 106 lembaga riset yang dibina pada program ini,” katanya.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 19 Desember 2017