ADA musim untuk kawin (seasonal breeding) atau lebih tepat lagi musim untuk bercinta pada binatang. Musim ini bagi binatang ada juga strateginya, dengan tujuan utama untuk menghasilkan keturunan. Pengetahuan manusia mengenai sifat dan faktor-faktor yang mempengaruhi musim kawin pada binatang makin bertambah, tetapi justru sifat dan musim yang sama pada manusia belum banyak terungkap.
Padahal pengetahuan ini penting sekali sebagai salah satu unsur penunjang pengendalian jumlah populasi manusia, apalagi kalau dihubungkan dengan ketersediaan sumber daya alam dan daya dukung bumi.
Pada kebanyakan binatang, musim untuk kawin mempunyai strategi yang berbeda bagi betina maupun jantan, tetapi bila dikaji lebih lanjut tujuannya adalah satu. Dan kajian ini makin menarik bila kita melihat pelbagai perangai dari kedua lawan jenis dihubungkan dengan beberapa aspek di luar tubuh binatang seperti: panjang hari, makanan, temperature, lingkungan social, ketegangan (stress) dan lama hidup (life span).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lama Hidup dan Musim
Dalam pengertian lain lingkungan (environment) di mana binatang itu hidup berinteraksi dengan kondisi yang ada di dalam tubuh binatang. Pemahaman ini penting bagi pengetahuan manusia, karena binatang merupakan model yang baik bagi manusia, hanya saja lama hidup (life span) pada manusia lebih panjang dari binatang. Sehingga life span juga mempengaruhi naluri mereka untuk segera mempunyai anak dan jumlah anak. Monyet Rhesus misalnya, mempunyai life span sekitar 20-an tahun, mengalami puber yang lebih dini dari manusia sekitar usia 3-4 tahun. Itu berarti ia segera akan punya keturunan.
Sementara itu, domba dengan life span sekitar 12 tahun akan segera memasuki masa puber beberapa bulan setelah lahir. Hal yang hampir sama juga terjadi pada serigala. Makin pendek life span makin cepat tiba masa puber dan makin dekat musim kawin dan juga makin banyak anak.
Banyak pustaka dari negara-negara bermusim empat yaitu, musim dingin (winter), semi (spring), panas (summer) dan gugur (autumn) melaporkan tentang perubahan tingkah laku dan perubahan pada fisik binatang jantan maupun betina. Keadaan ini dihubungkan dengan dorongan untuk menghasilkan anak.
Kita tahu bahwa binatang juga menjadi suatu sumber sandang dan pangan bagi manusia, sehingga dengan pengetahuan tadi, manusia dapat mengendalikan populasi binatang yang menguntungkan, sekaligus mengurangi yang merugikan. Sebagai contoh, pada kelinci liar (wild rabbit) yang betina: musim kawinnya dari akhir Januari sampai akhir Agustus.
Musim ini sesuai dengan persediaan makanan yang mulai bertambah sejak dari akhir musim dingin sampai awal musim gugur. Dalam jangka waktu itu kira-kira 7 bulan, kelinci jantan dan betina bercinta. Hamil ,melahirkan dan membesarkan anaknya. Artinya, memasuki musim gugur dan selanjutnya di mana anak kelinci sudah harus cukup besar untuk tahan terhadap perubahan musim dan kekurangan makanan.
Contoh lain yaitu domba liar. Musim kawinnya hanya berjangka waktu 5 bulan dari pertengahan April sampai pertengahan September yaitu musim semi sampai akhir musim panas. Saat itu rumput dan tumbuhan lain mulai tumbuh dan mekar, kondisi pangan yang baik bagi pertumbuhan dan kembang-biak bagi domba. Namun ada pula contoh Serigala (red fox), musim kawinnya hanya berkisar dua setengah bulan, yaitu dari pertengahan April sampai akhir Juni.
Pertanyaan kita adalah mengapa demikian? Rupanya keteraturan alam sudah demikian, di mana faktor ketersediaan makanan bagi serigala berasal dari kelinci dan domba. Hal lain yang juga penting yaitu jumlah serigala tentu tak mungkin lebih dari jumlah persediaan makanannya.
Bila kita lngin bersafari lebih lanjut dan memperhatikan kelinci jantan, musim bercintanya juga
dari akhir Januari sampai Agustus. Dalam jangka waktu itu, ketika testikel (testis) kelinci jantan yang ditangkap diperiksa, maka ternyata produksi sel kelaminnya (sperma) sedang berlangsung penuh. Sesudah akhir Agustus ternyata testikel kelinci jantan makin mengecil. Saat ini pula kelinci jantan dan betina tidak saling tertarik. Hal itu disebabkan karena beberapa hormon tubuhnya tidak mengeluarkan bau yang menarik lawan jenisnya (pheromones).
Situasi yang mirip dialami pula oleh domba jantan, masa kawinnya hanya dua bulan. Begitu pula serigala, masa kawinnya cuma 1 bulan. Dengan demikian kita melihat bahwa ada interaksi antara lingkungan alam binatang dan fungsi normal di dalam tubuhnya. Sulit dibayangkan kalau domba jantan terus ingin kawin dan serigala jantan ingin bercinta sepanjang musim.
Musim Pada Manusia
Hal-hal yang menarik dari contoh tersebut di atas, ternyata ada kemiripan dengan manusia. Jika kita melayangkan pandangan ke daerah-daerah pertanian atau pedesaan, di mana musim panen adalah saat kawin yang baik. Tetapi di masa paceklik, jarang kita menerima undangan kawin atau pinangan. Sayangnya pengamatan ini belum bisa memberi cukup informasi tentang pengaruh musim, lamanya atau panjangnya hari, temperatur dan faktor sosial lainnya, yang ikut mempengaruhi musim kawin di dalam masyarakat kita.
Hari yang panjang, lamanya waktu kerja, stres karena kerja, merupakan parameter yang baik sekali untuk diteliti dalam hubungannya dengan musim kawin atau keinginan seksual pada manusia. Sebab, pengetahuan ini penting juga untuk menunjang program pengendalian pertambahan penduduk. Faktor-faktor tadi nyata berbeda mendekati daerah perkotaan, karena itu tidaklah mengherankan kalau jumlah manusia kota juga terus bertambah.
Tidak berhenti di situ saja pengamatan para ahli mengenai binatang dilihat dari musim kawin dan perubahan fisiknya. Ketika mereka meneliti lebih jauh di dalam tubuh binatang, maka yang ditemukan adalah berikut ini. Antara otak dan kelenjar kelamin yaitu indung telur (ovarium) padai betina dan testikel pada jantan terjalin komunikasi timbal balik atau dua arah.
Penelitian pada domba jantan memberi informasi bahwa dari otak, khususnya hipotalamus akan dikeluarkan perintah atau signal pada hipofise agar dikeluarkan hormon yang akan dikeluarkan ke dalam aliran darah dan tiba di kelenjar kelamin tadi. Aktivitas hormon tadi menyebabkan testikel menghasilkan sperma dan karena itu ukuran testikel bertambah besar. Sambungan komunikasi tadi menjadi aktif pada musim kawin tersebut di atas, dan menjadi tidak aktif di luar musim kawin. Kondisi dan situasi yang sama terjadi pada domba betina. Sehingga di luar musim kawin, pada pemeriksaan jaringan dengan mikroskop nampak bahwa testikel dan indung telur domba tadi mengecil dan mengeriput.
Karena itu, dengan kemiripan dan secara empiris, kita dapat belajar dari binatang apa yang kiranya dapat menjadi teladan. Hal yang penting yaitu perlu terpelihara suatu lingkungan yang terkondisi untuk berlangsungnya reproduksi secara alamiah. Jika itu tidak tercapai, maka manusia harus memakai ilmu dan teknologi sebagai jalan keluar, antara lain memakai kunci pengetahuan tentang umur harapan hidup, life span dan faktor lingkungan sekitar manusia seperti musim, persediaan kebutuhan hidup, panjang hari dan lingkungan kerja.
Dengan pengetahuan tentang manipulasi misalnya, manusia dapat memanipulasi kerja hormon di dalam otak manusia dan fungsi kelenjar kelamin. Hanya saja, pengetahuan manusia itu juga bukannya tanpa risiko. Itu sebabnya, seruan untuk kembali ke alam, mungkin perlu ditanggapi dengan baik,
lihatlah kapan saat yang baik untuk kawin. ***
Paul S Poli, penulis sedang studi lanjut di Departemen Obstetri dan Ginekologi, Universitas Edinburgh
Sumber: Suara Pembaruan, SELASA 6 DESEMBER 1994