Di tengah cepatnya ritme gaya hidup masa kini dan kejaran kebutuhan sehari-hari, banyak orang merasa sulit meluangkan waktu dan pikiran pada keberlangsungan masa depan satwa. Bahkan, belitan beban hidup justru menjadi pembenar bahwa satwa dan lingkungannya bisa dieksploitasi demi keberlangsungan hidup manusia.
Pandangan itulah yang didobrak Rosek Nursahid, Direktur ProFauna Indonesia, lembaga nonprofit perlindungan satwa liar dan habitatnya di Indonesia yang sudah berkiprah sejak 15 tahun lalu. ProFauna selama ini aktif mengungkap kasus perdagangan dan eksploitasi satwa di Indonesia.
Aktivitas ProFauna mendapat apresiasi dari Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA)—organisasi satwa tertua dan salah satu terbesar di dunia—pada pertengahan September tahun lalu di kantor pusatnya di Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ProFauna mendapatkan penghargaan khusus bidang investigasi karena terus mengungkap praktik perdagangan ilegal satwa liar dan eksploitasi satwa di Indonesia sejak tahun 1994. Beberapa kasus penting yang pernah diungkap ProFauna adalah penyelundupan burung nuri ke luar negeri, perdagangan penyu di Bali, perdagangan harimau di Sumatera, dan mafia perdagangan orangutan di Jakarta.
”Pendirian ProFauna dilatarbelakangi fakta bahwa negara ini memiliki kekayaan satwa liar tertinggi di dunia sekaligus memiliki daftar terpanjang satwa yang terancam punah akibat kerusakan habitat dan eksploitasi berlebihan. Ini cukup memprihatinkan sebab kerusakan alam dan musnahnya satwa liar yang dilindungi akan berdampak pada kehidupan bangsa,” ujar Rosek.
Dengan keprihatinan itu, bersama sekitar 500.000 suporter atau anggota ProFauna dari dalam dan luar negeri, termasuk beberapa artis, seperti Slank dan Melanie Subono, Rosek getol meneruskan jerit pilu satwa yang terancam punah dari kaki Gunung Kawi di Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Di Desa Petungsewu, ProFauna memiliki pusat pendidikan informal tentang pelestarian satwa dan alam Indonesia yang didirikan tahun 2003, yakni Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC). Di sini terdapat pusat rehabilitasi satwa yang siap dilepasliarkan ke alam seusai disita.
Selain itu, P-WEC memiliki sejumlah program edukasi bagi masyarakat terkait alam dan satwa, seperti pengamatan burung di alam, tur di hutan untuk mengenal ekosistem hutan, dan mengenal ekosistem sungai.
Turun ke jalan
Di luar kegiatan yang bersifat edukasi, Rosek pun mengajak aktivis ProFauna untuk gencar melakukan aksi turun ke jalan guna berkampanye. Seruan perlindungan atas burung nuri dan kakatua maluku, harimau jawa, dan elang jawa merupakan agenda tetap. Ancaman alih fungsi lahan hutan di luar Jawa menjadi kebun sawit juga menjadi isu yang mereka kawal.
Bersama aktivis ProFauna dan P-WEC, Rosek menggandeng puluhan pondok pesantren untuk memberikan materi pandangan-pandangan Islam tentang satwa dan alam. Melalui berbagai pendekatan, dia berharap masyarakat Indonesia memiliki kesadaran lebih mengenai pentingnya kepedulian atas alam dan satwa.
Semua perjuangan Rosek itu pelan-pelan mulai menampakkan hasil. ”Meski eksploitasi terhadap alam dan satwa selalu masih ada, setidaknya isu-isu alam dan satwa sudah diperhatikan banyak pihak. Kini kepedulian sejumlah tokoh dalam negeri terhadap pelestarian alam dan satwa juga mulai tumbuh. Kondisi ini tak seperti saat awal ProFauna dibentuk. Ketika itu dukungan relatif hanya dari luar negeri,” ujarnya.
ProFauna terus berkembang dengan membuka kantor-kantor cabang di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bali, Maluku, dan Bengkulu. Bahkan, ProFauna pun memiliki perwakilan di luar negeri, yakni di Perancis, Inggris, dan Belanda.
”Bagi saya, semua kegiatan ProFauna adalah kerja sosial. Jika tidak ada orang Indonesia yang peduli lagi, lalu siapa yang akan peduli dengan alam dan lingkungan kita sendiri?” ujar Rosek.
Selain dibiayai lewat sumber dana dari para suporter, semua kebutuhan aktivitas sosial itu juga mengandalkan pemasukan yang dilakukan ProFauna, seperti pelatihan dan pendidikan outbond dan program bird watching.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, Rosek bersama sang istri, Made Astuti, memiliki usaha yang jauh di luar bidang kesatwaan dan alam. Mereka menjadi supplier komputer di wilayah Jawa Timur, di samping berdagang komponen kendaraan bermotor.
Biologi
Kepedulian Rosek terhadap satwa dan alam sudah dimulai sejak ia berusia muda. Sebagai remaja yang suka bertualang, dia tumbuh dengan idealisme prolingkungan. Bahkan, dia kemudian memutuskan untuk kuliah di Jurusan Biologi Universitas Brawijaya, Malang.
Pilihan belajar Biologi disadarinya sebagai salah satu cara agar dia dapat lebih memahami dan belajar lebih mendalam tentang alam dan satwa.
Namun, pendidikan akademik rupanya tidak cukup mampu mewadahi gairah muda Rosek. Itulah sebabnya mengapa kemudian dia juga memutuskan untuk menceburkan diri menjadi sukarelawan lingkungan.
Sebagai sukarelawan lingkungan, salah satu tugas Rosek adalah menemani dan mengantar para aktivis lingkungan dari luar negeri yang ingin meneliti persoalan lingkungan di Indonesia. ”Tahun 1992 saya mengantar aktivis lingkungan asal Jerman untuk melihat langsung ke Pasar Pramuka di Jakarta sebagai pasar satwa terbesar kala itu,” katanya.
Ironisnya, ketika itu di Pasar Pramuka ternyata banyak satwa langka yang diperjualbelikan dengan bebas. ”Berangkat dari keprihatinan perdagangan satwa langka inilah saya dengan bantuan dari banyak pihak lalu mendirikan ProFauna,” ujar Rosek.
Sejak saat itulah kampanye perlindungan satwa dan hutan lalu menjadi ”makanan” sehari-hari bagi Rosek. Lewat ProFauna dia ingin mewujudkan mimpinya, yakni melihat hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan satwa.
Itulah ujung dari perjuangan Rosek, sesuatu yang sudah dijalaninya selama belasan tahun ini dan akan terus dia upayakan.
***
Rosek Nursahid
• Lahir: Malang, 12 April 1971
• Pendidikan:
– S-1 Biologi Universitas Brawijaya
• Istri: Made Astuti
• Anak:
1. Nada Prinia
2. Chanakya Galerita
• Pengalaman organisasi:
– Pendiri ProFauna Indonesia, 1994-kini
– Steering Committee Jaringan Pemantauan Perdagangan Hidupan Liar Indonesia, 2000-2002
– Pendiri dan Dewan Pembina Pusat Penyelamatan Satwa Petungsewu, 2001-2006
– Pendiri dan Pembina Petungsewu-Wildlife Education Center, 2003-kini
– Anggota International Primate Protection League (IPPL) Amerika Serikat
[Dahlia Irawati]
Sumber: Kompas, 17 Maret 2011