Peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau, Lampung Selatan, Lampung, tidak membuat wisatawan domestik dan mancanegara waspada. Masih ada saja yang hendak mendaki gunung berstatus cagar alam itu meskipun terus menyemburkan debu, pasir, dan lava pijar.
Sepekan terakhir, itulah yang dijumpai tim patroli. Bahkan, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung-Bengkulu menemukan sejumlah wisatawan dari Inggris turun ke Pulau Krakatau. Mereka bermaksud mendaki untuk melihat aktivitas Gunung Anak Krakatau dari dekat.
”Mereka datang menggunakan kapal cepat dari Pantai Carita, Banten. Kami langsung meminta para wisatawan itu pulang. Selain berbahaya karena aktivitas gunung api meningkat, Gunung Anak Krakatau juga berstatus cagar alam, tidak boleh untuk wisata,” kata Saturnino, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Krakatau dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung-Bengkulu, ketika dihubungi pada Sabtu (4/8/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/LASTI KURNIA–Seismograf digunakan di Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Cinangka, Banten, Jumat (23/9/2011). Aktivitas Gunung Anak Krakatau meningkat sejak Juli 2018. Radius bahaya diperluas hingga dua kilometer dari puncak.
Hal sama terpantau dari di Banten. ”Kondisi Anak Krakatau diperburuk dengan kenyataan sejumlah wisatawan masih mendarat ke gunung itu,” kata Deny Mardiono, Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Cinangka, Kabupaten Serang, Banten.
Para wisatawan itu memotret letusan Anak Krakatau. Meski masih di kapal, jaraknya terlalu dekat garis pantai Anak Krakatau. ”Kami sudah menyampaikan rekomendasi perluasan radius kawasan yang tak boleh dimasuki pengunjung dari pusat erupsi,” katanya.
Di Serang, Banten, General Manager My Pisita Anyer Resort Hardomo mengatakan, wisatawan diimbau tak mendatangi Anak Krakatau. Para pemilik kapal juga diminta tak mengikuti permintaan penumpang untuk pergi ke gunung itu. Keamanan yang diutamakan.
General Manager Tanjung Lesung Beach Hotel and Villa W Widiasmanto di Pandeglang mengatakan, pihaknya sudah mencegah para wisawatan untuk mendatangi Anak Krakatau. ”Masih banyak aktivitas lain di laut yang bisa mereka pilih. Kami menawarkan aktivitas-aktivitas itu kepada para tamu,” katanya.
Berbagai aktivitas itu bisa dilakukan di dalam dan sekitar Tanjung Lesung Beach Hotel and Villa. Di tempat itu terdapat 27 vila dan 50 cottage. Peningkatan aktivitas Anak Krakatau belum berdampak terhadap kunjungan wisatawan ke Pandeglang. ”Syukurlah, tingkat hunian di tempat kami pada akhir pekan masih bagus atau lebih dari 90 persen,” ujarnya.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS–Sejumlah wisatawan menikmati panorama pantai di kawasan wisata Tanjung Lesung, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, akhir Februari 2015. Tanjung Lesung memiliki keunggulan berupa wisata privasi. Sejumlah wisatawan berkunjung ke Gunung Anak Krakatau melalui kawasan ini.
Pantauan dari pos pengamatan, material pijar erupsi Anak Krakatau sudah jatuh dengan radius melampaui satu kilometer (km). Karena itu, masyarakat diminta tidak mendekati gunung itu dan menjaga jarak lebih dari dua kilometer.
Hingga Sabtu, aktivitas Anak Krakatau masih tinggi. Dentuman terdengar keras hingga mengguncangkan daratan sekitar. Anak Krakatau juga menyemburkan abu, pasir, dan lava pijar.
Pemantauan BKSDA Lampung-Bengkulu, pohon-pohon cemara pada radius dua kilometer dari puncak mati terbakar lava pijar. Burung-burung dan biawak juga terlihat menjauhi puncak Anak Krakatau.
Menurut Saturnino, itu tanda-tanda alam agar masyarakat sekitar lebih waspada. Ia miminta warga setempat, nelayan, dan wisatawan tidak nekat mendekat ke Anak Krakatau.
Selama pemantauan, kata Saturnino, petugas BKSDA juga berhati-hati dan tidak menginap di pos pemantauan di dekat pantai Pulau Krakatau. Petugas bermalam di pulau-pulau sekitarnya, antara lain di Pulau Panjang dan Sebesi.
Tremor
Sesuai data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Sabtu pukul 06.00-12.00, aktivitas kegempaan tremor masih teramati dengan amplitudo 17-42 mm.
Tremor atau pergerakan magma dari dalam bumi terus terjadi yang dimanifestasikan dengan erupsi tipe strombolian secara kontinu. Suara dentuman keras dan getaran akibat letusan terasa hingga Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran.
Jumat pukul 06.00-12.00 terjadi 109 letusan dengan amplitudo 26-45 mm dan durasi 27-120 detik. Pada malam hari, sinar api dan guguran lava pijar teramati. Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Lampung Selatan Andi Suardi mengatakan, meski radius bahaya diperluas dari 1 km menjadi 2 km, belum ada peningkatan status Anak Krakatau. Status Anak Krakatau masih level II (Waspada).
Sekretaris Desa Tejang, Pulau Sebesi, Syamsiar mengatakan, aktivitas Anak Krakatau tak mengganggu aktivitas warga. Kalaupun nelayan tak melaut, itu karena gelombang tinggi perairan di sekitar Anak Krakatau.–VINA OKTAVIA / DWI BAYU RADIUS
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2018