Mahasiswa Terpacu Kembangkan Aplikasi Digital
Sejumlah perguruan tinggi mulai memasukkan kewirausahaan dalam materi perkuliahan. Hal ini bertujuan menanamkan jiwa kemandirian sejak duduk di bangku kuliah. Mahasiswa pun terpacu mengembangkan aplikasi berbasis digital untuk turut mengatasi persoalan di masyarakat.
Vice Rector Global Employability and Entrepreneurship Binus University Idris Gautama menyampaikan, persaingan bisnis saat mahasiswa lulus nanti dinilai akan semakin ketat. Untuk itu, mahasiswa harus dibentuk sejak masa kuliah agar siap menghadapi tantangan tersebut.
”Ke depan, manusia semakin ditantang untuk bisa bertahan di tengah persaingan global. Kami harap mahasiswa kami sudah siap menghadapi kondisi itu setelah lulus sehingga bisa berkontribusi bagi kemajuan bangsa,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Binus Incubator Head of Program Industri Relation Specialist for Employability and Entrepreneurship Karyana Hutomo menambahkan, saat ini mahasiswa tidak cukup sekadar paham teori dan praktik saja untuk siap bekerja di perusahaan. Namun, jiwa wirausaha yang cepat beradaptasi, berkreasi, dan berinovasi dalam berbagai kondisi dinilai perlu ditanamkan sejak dini.
KOMPAS/RYAN RINALDY–CEO Tokopedia William Tanuwijaya membagi pengalaman berwirausaha di hadapan lebih dari 100 mahasiswa dalam program Kantor Staf Presiden (KSP) Goes to School bertajuk “Entrepreneurs Wanted!” di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur, pertengahan Maret 2017. Program yang diinisiasi oleh KSP itu bertujuan menginspirasi generasi muda untuk turut berkontribusi menciptakan lapangan kerja dengan berwirausaha.
Menurut dia, penanaman konsep berbisnis perlu ditekankan sejak masa mahasiswa. ”Bisnis itu tidak sekadar mencari untung. Bisnis itu lebih kepada menawarkan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi masyarakat sehingga menghasilkan suatu nilai yang dibutuhkan. Makin besar nilai yang dihasilkan, makin besar pula keuntungan yang didapatkan,” ujarnya.
Sejak 2006, Binus University sudah menerapkan kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib sejak semester pertama. Mulai 2015, baru dibentuk program inkubasi khusus mahasiswa yang berminat terjun ke dunia usaha.
Dalam program ini, mahasiswa mendapatkan kurikulum khusus yang dilengkapi fasilitas pendukung, seperti co-working space (tempat kerja berprinsip economy sharing), dosen pengampu, pelatih, mentor, dan narasumber dari perusahaan rintisan yang sudah berkembang di dunia wirausaha berbasis teknologi (startup company).
Program inkubasi
Hal serupa dilakukan Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Sejak 2013, perguruan tinggi yang berkampus di Serpong ini membentuk program inkubasi khusus untuk potensi wirausaha berbasis teknologi dari mahasiswanya. Program ini dilakukan melalui Skystar Venture.
Program Manager Skystar Ventures Yovita Surianto menyampaikan, mahasiswa dilatih mengembangkan ide bisnis, membentuk bentuk bisnis dasar (prototype), dan melakukan percobaan terhadap bisnis tersebut.
Untuk bisa memaksimalkan program ini, dukungan dari berbagai aspek kepentingan sangat dibutuhkan. ”Dukungan dari rektor, dosen, mitra kerja, pemerintah, dan pembimbing berpengaruh terhadap keberhasilan program ini,” ujarnya.
Penggagas Shoebox.id, salah satu bisnis rintisan berbasis teknologi yang dikembangkan melalui Skystar Venture, Odilio Erly Susanto (21), menyampaikan, sebelum mengikuti program inkubasi, dirinya belum paham dasar berwirausaha. Shoebox.id adalah layanan perbaikan dan perawatan sepatu yang ditawarkan melalui situs web dan media sosial.
Setelah mengikuti program inkubasi, wawasannya menjadi terbuka, termasuk soal koneksi dengan perusahaan lain dan semangat bekerja dalam tim.
Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Hargo Utomo menyatakan, sejak 2014, pihaknya menyediakan ruang dan fasilitas bagi mahasiswa mengembangkan usaha rintisan digital melalui program Innovative Academy. Program tersebut meliputi seleksi peserta, lokakarya, mentoring, dan pemagangan. Saat ini telah ada 25 tim yang mengembangkan usaha rintisan dan menjadi bisnis, antara lain Iwak dan Pasienia.
Iwak adalah platform yang menghubungkan petani dengan pasar, termasuk produk budidaya ikan air tawar di Nganjuk, Jawa Timur. Sejak diluncurkan pada 2015, saat ini terbangun kolam ikan yang dikelola 30 keluarga. Ikan didistribusikan ke Yogyakarta dan sejumlah kota di Jatim. Iwak hasil program Innovative Academy gelombang II (2015).
Adapun Pasienia berupa aplikasi yang mempertemukan orang-orang yang mengidap penyakit yang sama. Mereka bisa berbagi cerita dan saling menguatkan. Aplikasi ini juga terhubung dengan perusahaan farmasi. Kini sudah tercatat 10.000 pengguna aplikasi itu. Pasienia adalah produk inkubasi gelombang II (2015).
Hargo menyatakan, program inkubasi aplikasi merangsang kepekaan sosial mahasiswa untuk melihat masalah di masyarakat. Masalah itu lalu diatasi dengan memanfaatkan teknologi.
Pendiri Pasienia, Fadli Wilihandarwo, menyatakan, usaha rintisan mereka cukup meraup keuntungan dari transaksi obat- obatan dengan perusahaan farmasi. (DD04/VDL)
Sumber: Kompas, 2 Januari 2018