Gelombang tinggi ekstrem diprediksi terjadi dalam dua hari ini. Hal itu disertai potensi arus balik dan hujan lebat di sejumlah daerah. Masyarakat diminta waspada.
Wilayah perairan selatan Indonesia diprediksi mengalami gelombang tinggi ekstrem hingga 4-6 meter pada 24-24 Juli 2018. Sementara daerah pesisir menghadapi ancaman arus balik.
Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Eko Prasetyo mengatakan, ketinggian gelombang salah satunya dipengaruhi mascarene high di Samudra Hindia atau sebelah barat Australia. Mascarene high adalah tekanan tinggi memicu kecepatan angin bergerak ke tekanan lebih rendah di utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Saat ini ada empat pusat tekanan tinggi di Samudra Hindia, biasanya hanya ditemukan satu. Angin itu bergerak ke utara melewati perairan Samudra Hindia, Laut Jawa, hingga Samudra Pasifik. Daerah itu menjadi landasan pacu angin,” tutur Eko, Senin (23/7/2018), di Jakarta.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS–Kepala Bidang Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko, memberikan penjelasan mengenai titik rawan gelombang tinggi di Indonesia.
Saat ini ada empat pusat tekanan tinggi di Samudra Hindia, biasanya hanya ditemukan satu. Angin itu bergerak ke utara melewati perairan Samudra Hindia, Laut Jawa, hingga Samudra Pasifik. Daerah itu menjadi landasan pacu angin.
Ketinggian gelombang laut fluktuatif, tergantung dari perbandingan antara pusat tekanan tinggi di selatan dan pusat tekanan rendah di utara. Jika perbandingannya kian besar, kecepatan angin dan gelombang laut makin tinggi.
BIDANG INFORMASI METEOROLOGI MARITIM BMKG–Titik tekanan tinggi dan rendah di perairan Indonesia yang memicu tingginya gelombang laut.
Beberapa wilayah perairan Indonesia diprediksi mengalami kenaikan tinggi gelombang 4-6 meter. Kondisi itu dikategorikan amat berbahaya. Wilayah Sumatera terdampak meliputi perairan Sabang, utara dan barat Aceh, barat Bengkulu, hingga Lampung dan Samudra Hindia barat Sumatera.
Sementara area Jawa meliputi Selat Sunda bagian selatan dan perairan selatan Jawa sampai Pulau Sumba. Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Jawa, dan Nusa Tenggara Barat mengalami hal serupa.
Eko menambahkan, kecepatan angin yang memicu gelombang tinggi itu bisa mencapai 50 kilometer per jam atau 25 knots. ”Kategori kencang kalau kecepatan angin di atas 40 kilometer per jam. Jika lebih dari 65 kilometer per jam, itu setara badai tropis,” ujarnya.
Gelombang tinggi menghambat pencarian Ahmad Lutfianto (30), warga Desa Tawing, Trenggalek, setelah perahunya dihantam ombak saat mencari ikan, Kamis (19/7/2018). Menurut Koordinator Pos SAR Trenggalek Asnawi Suroso, penyisiran di darat dan laut oleh tim gabungan dari sejumlah instansi berakhir pada Senin (23/7/2018). Setelah dievaluasi, tim mengubah metode pencarian sesuai situasi di lapangan.
”Pemantauan dilanjutkan dengan memberdayakan jaring nelayan lokal serta komunikasi intensif dengan komunitas radio antarpenduduk Indonesia di pesisir selatan Jawa Timur,” ujarnya. Sebab, cuaca tak kondusif. Selain angin kencang, juga ombak tinggi di atas 2 meter di perairan selatan Jatim.
Humas Basarnas Surabaya Tholeb Vatelehan mengatakan upaya pencarian terhadap korban belum dihentikan. Namun metodenya diubah sesuai dengan perkembangan situasi di lapangan. Apabila sebelumnya dilakukan penyisiran dengan mengerahkan banyak personel, saat ini pendekatannya diganti.
Tim akan memantau dan menyebar jaringan komunikasi diseluruh wilayah potensial pencarian yakni di wilayah pesisir selatan Jember. Apabila ada informasi penemuan korban, baru tim SAR akan bergerak menuju lokasi dan melakukan evakuasi.
Sebelumnya penyisiran telah dilakukan disejumlah titik yakni pesisir Gunung Watangan, Pancer, Getem, hingga Nyamplong Kobong. Adapun jumlah personel yang dikerahkan mencapai 43 orang
Arus balik
Selain kewaspadaan terhadap gelombang tinggi, warga juga diminta mewaspadai arus balik atau rip current. Arus balik itu adalah arus kuat dari laut menjauh dari pantai.
Fenomena ini terjadi saat dua arus bertemu lalu menimbulkan belokan kuat sehingga menarik orang dan benda ke tengah laut. ”Arus balik umumnya terjadi pada pesisir laut lepas. Contohnya, arus balik tinggi biasa terjadi di pesisir Bali, Banyuwangi, dan Yogyakarta,” kata Eko.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan, daya tarik yang ditimbulkan arus balik itu amat kuat. ”Arus balik ini daya tariknya sangat kuat ke manusia dan perahu. Bisa mencapai 2 meter per detik. Bisa juga merusak bangunan semipermanen,” katanya.
Untuk itu, masyarakat diminta mematuhi peringatan yang ada di kawasan pantai terkait aturan berenang di laut. Munculnya arus balik tak bisa diprediksi dan tak kasatmata.
Hary menjelaskan, beberapa daerah juga berpotensi mengalami hujan lebat disertai angin kencang, kilat, dan petir pada 24-25 Juli 2018. Hal itu karena ada satu bibit siklon tropis di Samudra Pasifik timur Filipina. Belokan angin terdapat di beberapa wilayah di Indonesia dan bisa menyebabkan cuaca buruk.
Beberapa wilayah di perairan Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan tinggi gelombang mencapai 4-6 meter. Kondisi tersebut dikategorikan sangat berbahaya. Wilayah Sumatera yang terdampak meliputi perairan Sabang, perairan utara dan barat Aceh, perairan barat Bengkulu hingga Lampung, dan Samudra Hindia barat Sumatera.
Wilayah Jawa meliputi Selat Sunda bagian selatan dan perairan selatan Jawa hingga Pulau Sumba. Adapun Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, dan Samudra Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Barat juga akan mengalami hal serupa.
Eko menambahkan, kecepatan angin yang menyebabkan gelombang tinggi tersebut bisa mencapai 50 kilometer/jam atau 25 knots. “Kategori kencang kalau kecepatan angin diatas 40 kilometer/jam. Jika lebih dari 65 kilometer/jam itu setara dengan badai tropis,” tambahnya.
Arus Balik
Selain kewaspadaan tentang gelombang tinggi, masyarakat juga diminta untuk mewaspadai terjadinya arus balik atau rip current. Arus balik ini adalah arus kuat dari air laut yang menjauh dari pantai.
Menurut Eko, fenomena ini terjadi ketika ada dua arus yang bertemu kemudian menimbulkan belokan kuat sehingga bisa menarik orang maupun benda ke tengah laut. “Arus balik umumnya terjadi pada pesisir laut lepas. Contoh arus balik tinggi biasa terjadi di pesisir Bali, Banyuwangi, dan Yogyakarta,” katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BMKG, Hary Tirto Djatmiko, mengatakan, daya tarik yang ditimbulkan oleh arus balik tersebut sangat kuat. “Arus balik ini daya tariknya sangat kuat ke manusia dan perahu. Bisa mencapai 2 meter/detik. Biasa juga merusak bangunan semi-permanen,” katanya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk mematuhi peringatan-peringatan yang ada kawasan pantai terkait aturan berenang di laut. Hal itu karena munculnya arus balik tidak bisa diprediksi dan tidak kasat mata.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS–Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, memberikan penjelasan tentang bahaya arus balik atau rip current, Senin (23/7/2018).
Cuaca Buruk
Hary menjelaskan, beberapa daerah juga akan berpotensi mengalami hujan lebat disertai angin kencang, kilat dan petir pada tanggal 24-25 Juli 2018.
“Ada potensi cuaca buruk di Sumatera Utara bagian barat, Kalimantan Selatan, Papua bagian utara tanggal 24 Juli. Untuk tanggal 25 Juli ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua,” katanya.
Hal itu, menurut Hary, karena terdapat 1 bibit siklon tropis di Samudra Pasifik Timur Filipina. Belokan angin terdapat di beberapa wilayah tersebut dan berpotensi menyebabkan cuaca buruk. (FAJAR RAMADHAN)–RUNIK SRI ASTUTI
Sumber: Kompas, 24 Juli 2018