Sekitar 22 juta kendaraan berada di jalanan Jakarta tiap hari. Emisi yang dikeluarkan berbagai macam kendaraan ini melepaskan polutan pengotor udara Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games 2018. Tanpa pengaturan lalu lintas menyeluruh, polusi udara di Jakarta akan melebihi baku mutu ambien standar internasional Organisasi Kesehatan Dunia.
Pengaturan lalu lintas berkontribusi pada peningkatan mutu udara Jakarta, membantu mengurai kemacetan, dan meningkatkan mobilitas atlet. Saat panitia menguji coba pemakaian jalan tol dan jalur transjakarta yang dijadikan Asian Games Line (AG Line) dikawal petugas, ketika lalu lintas padat, waktu tempuh Wisma Atlet Kemayoran ke kompleks Gelora Bung Karno lebih dari 1 jam (Kompas, Sabtu, 10 Februari 2018).
”Sekitar 70 persen sumber emisi di Jakarta berasal dari transportasi,” kata MR Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sabtu (17/2), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia merespons kekhawatiran sejumlah pihak terkait mutu udara Jakarta saat penyelenggaraan Asian Games 2018, pada 18 Agustus-2 September mendatang. Mengutip data 2016 dan 2017 Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Greenpeace Indonesia menunjukkan indeks mutu udara Jakarta berada pada moderat, tetapi di bawah mutu baku mutu ambien Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Bondan Andriyanu, pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia mengatakan, emisi di Jakarta juga berasal dari 22 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) radius 100 kilometer. Emisi particulate matter (PM) ukuran di bawah 2,5 mikrometer atau PM2,5 bisa terbawa angin hingga ratusan kilometer.
Namun, menurut Karliansyah, sumber emisi pembangkit listrik ini tak sebanding dengan 22 juta kendaraan di Jakarta dalam sehari. Ia pun menunjukkan data dari Jasa Marga menunjukkan lebih dari 1 miliar kendaraan bertransaksi di pintu tol seputar Jakarta.
”Untuk emisi dari industri, paling dari kawasan industri Pulogadung, tidak signifikan,” ujarnya. Karena itu, jika ingin kualitas udara Jakarta diperbaiki, minimal selama pelaksanaan Asian Games, penurunan emisi harus dilakukan melalui pengaturan lalu lintas.
Kewenangan pengelolaan lalu lintas atau rekayasa lalu lintas berada di Kementerian Perhubungan dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Negara RI atau Polri. Pengaturan lalu lintas dengan mengurangi volume kendaraan yang melintas di Jakarta diproyeksikan secara signifikan mengurangi emisi.
Selain bersumber dari transportasi, Karliansyah menyebut polusi di Jakarta bersumber dari berbagai pembangunan infrastruktur yang berkontribusi pada tingginya partikel debu. Untuk itu, pihaknya merekomendasikan agar pengerjaan konstruksi yang menimbulkan debu ditunda selama pelaksanaan Asian Games.
Pemantauan
Karliansyah memaparkan, saat ini pihaknya bersama dengan Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) sepakat untuk memasang layar dan alat sistem pemantauan kualitas udara (AQMS). Harapannya, alat tersebut dipasang secara permanen.
Berbeda dengan layar pemantauan udara yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, alat ini menampilkan kualitas udara secara waktu nyata (real time). Beberapa jenis emisi yang ditampilkan antara lain, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida, PM10, dan PM2,5. Pihaknya juga menyiagakan 2 sistem pemantau PM2,5 mobile di seputar Jakarta.
Menurut Agus Dwi Susanto, Presiden Perhimpunan Dokter Paru Indonesia yang juga pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam diskusi di Jakarta, pekan lalu, di risetnya bersama tim, pada 2016 menyebutkan, prevalensi asma pada penyapu jalan, yang terkena polusi udara di Jakarta, Indonesia, sebanyak 3,1 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan India (1,8 persen) dan Denmark (2,3 persen).
Sementara prevalensi penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK pada populasi yang terpapar polusi udara di kalangan penyapu jalan di Jakarta mencapai 6,58 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penyapu jalan di Denmark yang sebesar 2,5 persen. (ICH)
Sumber: Kompas, 19 Februari 2018