Waspadai Cuaca Ekstrem

- Editor

Jumat, 22 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fenomena El Nino Sudah Meluruh
Peralihan musim menuju kemarau sedang berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia, terutama daerah-daerah di Jawa. Dalam kondisi seperti saat ini, publik perlu mewaspadai terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat berdurasi singkat dan puting beliung.

Di Jawa, awal musim kemarau pada sebagian besar area mundur dari sekitar April-Mei menjadi antara Mei dan Juni. “Karena itu, bulan April tergolong peralihan musim dari hujan ke kemarau bagi sejumlah area di Jawa, termasuk kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi),” kata Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Adi Ripaldi, Kamis (21/4), di Jakarta.

Angin muson Asia, yang berembus dari Samudra Pasifik melintasi Indonesia menuju Benua Australia, masih stabil. Angin itu penanda musim hujan bagi sejumlah daerah di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Sementara itu, angin muson Australia mulai menguat. Jika sudah dominan, angin dari Australia melintasi Indonesia dan menuju Asia, menandakan musim kemarau bagi sejumlah wilayah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

90c12463b0d64cd49d302cae28f94c2dAngin muson Asia dan Australia, kata Adi, saat ini bertemu di area Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan sehingga terjadi belokan angin di area ini. Itu memicu pertumbuhan awan-awan konvektif yang dapat menyebabkan hujan disertai kilat dan guntur.

Kondisi itu menjelaskan hujan lebat berturut-turut di Jabodetabek setidaknya sejak Minggu (16/4) hingga Rabu (20/4). Menurut Adi, durasi hujan lebat itu masih tergolong singkat sehingga bisa dikatakan dampak peralihan musim. Dampak peralihan musim lain yang perlu diwaspadai adalah puting beliung.

Intensitas menurun
Khusus Jabodetabek, hujan berintensitas sedang-lebat berpotensi terjadi hingga sepekan mendatang. Namun, BMKG memperkirakan intensitas tidak akan seekstrem Rabu lalu.

“Energi masih ada untuk tiga hari hingga seminggu ke depan, tetapi diprediksi tidak akan sederas semalam (Rabu),” ucap Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab. Itu karena awan-awan hujan tidak setebal dan sebanyak sebelumnya sehingga suplai uap air menurun.

Pada sisi lain, suhu muka laut di sekitar Indonesia masih hangat berkisar 28,5-30 derajat celsius. Itu membuat suplai uap air dari area laut memadai. Yang bisa mencapai Jabodetabek jika terbawa angin adalah dari utara Jakarta, Selat Sunda, dan Selat Karimata.

Berdasarkan data BMKG, curah hujan tertinggi selama 24 jam (20 April pukul 07.00-21 April pukul 07.00) diterima Depok, yakni 202 milimeter. Di Pasar Minggu, curah hujan 166 mm selama 24 jam. Curah hujan sebanyak itu menunjukkan hujan berintensitas ekstrem. Hujan cukup merata di seluruh Jabodetabek.

Fachri menuturkan, April ini merupakan pengujung musim hujan bagi Jabodetabek sehingga wajar jika hujan lebat masih berpotensi terjadi. Hujan lebat beruntun setelah sebelumnya cukup kering adalah dampak dinamisnya atmosfer di Indonesia.

Kondisi nasional
Secara nasional, dalam sepekan mendatang, hujan berintensitas sedang-lebat berpotensi terjadi di Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Maluku, dan Papua bagian utara. Hujan sedang jika curah hujan 20-50 mm per hari, sedangkan hujan lebat 50-100 mm per hari.

Fachri menjelaskan, faktor potensi hujan di Lampung, Sumsel, Bengkulu, dan Babel adalah pertemuan dan belokan angin yang juga menyebabkan hujan lebat di Jabodetabek. Selain itu, ada pusat tekanan rendah di Samudra Hindia yang menarik massa udara.

Di wilayah Kalimantan, pusat tekanan rendah yang dikenal sebagai Borneo Vortex menjadi salah satu pemicu meningkatnya potensi hujan di sana. Adapun potensi hujan di Maluku dan Papua dipengaruhi pertemuan dan belokan angin karena masih stabilnya angin muson Asia.

Adi menambahkan, fenomena El Nino masih ada, tetapi saat ini sudah berintensitas moderat dan trennya terus meluruh. (JOG)
——–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Waspadai Cuaca Ekstrem”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 33 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB