Sebanyak Rp 38,5 triliun mesti dibayar warga Jakarta per tahunnya untuk biaya berobat menyusul deraan sakit akibat polusi udara. Data itu hasil penelitian Cost Benefit Analysis (CBA) Fuel Economy Study pada 2012.
“Persentase (pengeluaran berobat) itu naik sekitar 20 persen setiap tahunnya,” kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin, Senin (10/4).
CBA Fuel Economy Study 2012 diinisasi Program Lingkungan PBB (UNEP), United States Environmental Protection Agency (USEPA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta KPBB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ahmad menambahkan, pengeluaran puluhan triliun itu, berdasarkan data 2010, ditanggung oleh 57,8 persen warga Jakarta. Jika dirinci, sekitar 1,2 juta orang terpapar asthmatic bronchiale, sekitar 153.720 orang menderita bronchopneumonia dan penyempitan saluran pernapasan, 2,44 juta orang mengalami ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), sekitar 336.270 orang mengalami pneumonia, serta sekitar 1,24 juta orang menderita coronary artery diseases atau penyakit jantung koroner.
“Juga kanker darah, kulit, dan paru-paru,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, data biaya itu diperoleh dari analisis terhadap rekam medik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Pondok Indah, dan RSI Cempaka Putih.
Ia menambahkan, hal itu pula yang membuat tagihan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan kenaikan. Menaikkan tarif iuran BPJS juga bukan solusi karena akar masalah udara buruk tak juga terselesaikan.
Ahmad mengatakan, buruknya kualitas udara itu sebagian disumbang jeleknya kualitas emisi kendaraan bermotor di Jakarta. Menurut dia, Indonesia terlambat dalam penerapan standar emisi gas buang.
Kualitas hidup
Sebagian pengendara sepeda motor menyebutkan kualitas udara Jakarta yang buruk membuat perjalanan tidak nyaman. Pengendara sepeda motor, Indra Darmawan Putra (23), mengatakan, iritasi mata kerap terjadi. Penggunaan masker kadang justru mengurangi kenyamanan.
Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khafifah Ani mengatakan, peningkatan penyakit terkait kualitas udara memang meningkat, tetapi tidak naik tajam. Ia menambahkan, polusi udara hanya salah satu sebab. Penyebab lain adalah kualitas lingkungan permukiman dan gaya hidup yang dijalani sebagian warga. (INK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 April 2017, di halaman 28 dengan judul “Warga Tanggung Beban Triliunan Rupiah”.