Vaksinasi Tekan Kematian Anak Sapi Akibat Diare

- Editor

Senin, 2 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Uji coba vaksinasi pada sapi di sentra peternakan di Jawa Tengah berhasil mengatasi kasus penyakit diare akibat Escherichia coli. Penyakit yang diakibatkan bakteri itu menjadi penyebab utama kematian anak sapi yang baru lahir.

Uji mutu vaksin baru yang diberi nama ETEC+VTEC atau enterotoksigenik Escherichia coli dan verotoksigenik Escherichia coli dilakukan Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Hasilnya diperkirakan keluar tiga bulan lagi. Hasil tersebut menjadi dasar untuk menerbitkan nomor register dan izin edar oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Bambang Ngaji Utomo, Kepala Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian, mengungkapkan hal itu saat kunjungan kerja ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah di Ungaran, Kabupaten Semarang, Sabtu (31/3/2018). Pada hari yang sama juga dilakukan kunjungan ke Balai Budidaya Ternak Terpadu Kendal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Uji coba
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng Agus Wariyanto melaporkan, uji coba pemberian vaksin pada sapi dilakukan di Taman Ternak Sumberejo, Kendal (256 sapi); Taman Ternak Maroon, Temanggung (109 sapi); dan Taman Ternak Pagerkukuh, Wonosobo (87 sapi).

Pengembangan vaksin ini, lanjut Bambang, merupakan bagian dari program Kementerian Pertanian untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia melalui kegiatan Sapi Indukan Wajib Bunting. ”Program ini akan efektif jika sapi yang bunting mampu melahirkan pedet yang sehat dan mampu tumbuh sampai dewasa,” ujarnya.

–Ujicoba pemberian vaksin antidiare ETEC+VTEC dilakukan di Balai Budidaya Ternak Terpadu Kendal. Hasilnya efektif mengatasi kematian anak sapi. (Kompas/Yuni Ikawati)

Program ini akan efektif jika sapi yang bunting mampu melahirkan pedet yang sehat dan mampu tumbuh sampai dewasa

Lebih lanjut, ia menjelaskan, diare umumnya terjadi pada anak sapi atau pedet yang lahir pada pekan pertama kelahiran. Penyakit tersebut ditandai dengan sejumlah gejala, yakni diare profus, dehidrasi atau kekurangan cairan, hingga berakhir dengan kematian.

Penyakit ini disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) dan verotoksigenik Escherichia coli (VTEC). Angka kejadian diare neonatal pada anak sapi ini mencapai 22 persen dengan tingkat kematian mencapai 91 persen.

Penggunaan antibiotik untuk pengobatan diare neonatal akibat E coli harus selektif karena saat ini beberapa antibiotik sudah tidak mampu membunuh bakteri penyebab penyakit tersebut. Solusi untuk pencegahan dan pengendalian kasus diare neonatal yang efektif adalah melaksanakan imunisasi pasif, yakni memberikan kolostrum atau air susu pada pedet dari induknya yang telah divaksinasi dengan vaksin ETEC+VTEC.

Vaksinasi
Vaksin ETEC+VTEC merupakan hasil inovasi Balai Besar Penelitian Veteriner yang mengandung sel bakteri enterotoksigenik E coli dan verotoksigenik E coli isolat lokal yang telah diinaktivasi. Menurut Rahmat Setya Adji, Kepala Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, bakteri yang digunakan merupakan hasil isolasi, antara lain dari Bogor, Pangalengan, Salatiga, dan Sukabumi.

Penggunaan dan pemanfaatan isolat lokal ini karena mempunyai keunggulan, yaitu sesuai dengan bakteri penyebab diare neonatal yang ada di Indonesia. Hal itu diharapkan dapat memberikan kekebalan yang optimal.

Vaksinasi atau sapi induk bunting dengan vaksin itu akan memberi kekebalan pada pedet sampai 90 persen. Imunisasi itu juga mampu mencegah kematian anak sapi akibat diare sehingga pedet tumbuh dengan baik.

Saat ini, pembuatan vaksin ETEC+VTEC telah melalui kerja sama dan lisensi oleh perusahaan obat hewan nasional PT Caprifarmindo. Produksi terbatas dilakukan untuk memenuhi program pemerintah. ”Adapun produksi untuk skala komersial menunggu keluarnya izin edar,” kata Bambang.–YUNI IKAWATI

Sumber: Kompas, 2 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB