Cakupan Imunisasi di Sejumlah Provinsi Masih Rendah
Kementerian Kesehatan akan menggelar Pekan Imunisasi Nasional Polio, 8-15 Maret 2016, untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan mempertahankan status bebas polio. Kegiatan itu masih memakai vaksin polio oral karena stok vaksin polio suntik belum mencukupi.
Di tengah status bebas polio, ada sejumlah provinsi di Indonesia dengan cakupan imunisasi polio rendah. Data Kementerian Kesehatan 2015 menunjukkan, ada beberapa provinsi dengan cakupan imunisasi polio di bawah 60 persen, antara lain Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua.
Sementara provinsi dengan cakupan imunisasi polio di level menengah, 60-89 persen penduduk, antara lain Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Maluku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, rendahnya cakupan imunisasi polio itu karena medan yang sulit dimasuki. Selain itu, tenaga kesehatan di daerah-daerah tersebut terbatas.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan, Kamis (3/3), di Jakarta, menegaskan, semua pihak harus mendukung imunisasi. Agar kebijakan itu lebih kuat tersampaikan ke daerah, Presiden Joko Widodo perlu secara langsung menekankan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.
Mengganti vaksin
Menurut Jane Soepardi, penerapan vaksin polio suntik (IPV) yang mengandung virus tak aktif baru akan dimulai Juli 2016. Itu sesuai dengan peta jalan yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengganti vaksin polio oral (OPV) dengan IPV di seluruh negara anggota WHO pada 2020. Itu untuk menjamin tak muncul lagi kasus polio.
Pada Sidang Pleno Ke-68 WHO di Geneva, Swiss, Mei 2015, disepakati, penarikan OPV diadopsi semua negara secara bertahap. Itu untuk mengeliminasi risiko vaksin terkait paralytic polio dan potensi muncul lagi virus polio karena OPV memakai virus aktif dilemahkan (Kompas, 25 Mei 2015).
Kini, produsen vaksin polio, PT Bio Farma, menyediakan vaksin polio oral untuk menjangkau target imunisasi polio pada minimal 95 persen dari total 23.721.004 anak balita di Indonesia. Semua anak balita usia 0-59 bulan jadi sasaran imunisasi polio tanpa memperhatikan status imunisasi polio sebelumnya. “IPV lebih sulit diterapkan karena butuh tenaga medis yang bisa menyuntik,” kata Jane.
Pada 8-15 Maret nanti, pemerintah menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio gratis di semua provinsi kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta karena telah memakai IPV sejak 2007. “Khusus Bali, PIN kemungkinan hanya saat 15 Maret karena perayaan Nyepi,” ucap Jane.
Bebas polio
Pada 27 Maret 2014, Indonesia menerima sertifikasi bebas polio dari WHO setelah tidak ditemukannya lagi kasus polio sejak 2006. Tahun ini, PIN diadakan untuk memperkuat imunisasi rutin sekaligus menutup kesenjangan imunitas anak antardaerah di Indonesia. “Saat ini, Afganistan dan Pakistan masih ada kasus virus polio liar sehingga Indonesia harus tetap waspada,” katanya.
Mendekati pelaksanaan PIN, sosialisasi digalakkan agar warga memahami pentingnya imunisasi. Sosialisasi dilakukan melalui televisi, radio, media cetak, dan spanduk di pusksesmas atau posyandu. “Setiap hari di iklannya akan ada hitung mundur hari pelaksanaan sehingga masyarakat teringat ada PIN,” ucapnya.
Saat ini, OPV didistribusikan ke puskesmas-puskesmas di semua provinsi Indonesia. Distribusi itu berlangsung sejak tiga bulan lalu pada tahap provinsi dan terus menyebar hingga tingkat kabupaten atau kota. Semua provinsi dan kabupaten menyatakan siap melaksanakan PIN.
Kegiatan imunisasi nasional itu juga diselenggarakan serentak di negara-negara berkembang yang masih memakai OPV. Vaksinasi polio dianjurkan bagi anak berusia 0-59 bulan. Imunisasi polio serentak di dunia itu diharapkan membuat virus polio tak ada lagi tempat untuk singgah sehingga tak bisa berkembang biak dan akhirnya musnah.
Menurut Aman Bhakti, masa balita merupakan periode rentan terserang penyakit karena daya tahan tubuh belum kuat. “Karena itu, PIN wajib dilaksanakan, terutama bagi anak balita yang belum pernah vaksinasi polio. Seharusnya polio tak boleh ada lagi di Indonesia,” ujarnya.
Dia menambahkan, PIN merupakan momentum bagi Indonesia untuk mempertahankan predikat negara bebas polio. “Jangan sampai kita kecolongan ada kasus anak balita terserang virus polio,” ucapnya. (C08/ADH)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Maret 2016, di halaman 13 dengan judul “Vaksinasi Polio Dilaksanakan Serentak”.
———–
Distribusi Vaksin Belum Rampung
Sekitar 90 persen dari stok vaksin untuk kegiatan Pekan Imunisasi Nasional Polio didistribusikan sampai puskesmas di Indonesia. Tiga hari menjelang kegiatan itu pada 8-15 Maret 2016, semua vaksin polio harus sampai di pos PIN. Imunisasi nasional itu diharapkan menjangkau 23,7 juta anak balita di Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, M Subuh, pada jumpa pers, di Jakarta, Jumat (4/3), persiapan PIN Polio 2016 dilakukan sejak setahun lalu. Tenaga kesehatan telah dilatih dan sarana penyimpanan vaksin sudah disiapkan.
“H-14 pelaksanaan PIN Polio, logistik vaksin sampai di provinsi dan kabupaten/kota, H-7 sudah di puskesmas, dan H-3 vaksin harus 100 persen sampai di pos PIN. Ada lebih dari 300.000 pos PIN di Indonesia,” kata Subuh.
Pihaknya memantau distribusi vaksin, terutama di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Terkait dengan fasilitas penyimpanan vaksin di lokasi DTPK, setiap petugas sudah menyiapkan penyimpanan vaksin yang bisa dibawa ke lapangan, baik yang bertenaga surya maupun berbahan bakar lain.
Kementerian Kesehatan menargetkan PIN Polio mencakup minimal 95 persen anak usia 0-59 bulan. Nantinya, PIN digelar di pos PIN, posyandu, pos persalinan desa, pos kesehatan desa, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, dan pos pelayanan imunisasi lain. Balita dari wisatawan asing yang teridentifikasi di bandar udara pun akan diberi imunisasi polio.
Digelar serentak
Menurut rencana, PIN Polio tahun ini digelar serentak di semua provinsi, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 8-15 Maret 2016. Khusus di Bali, PIN Polio diundur menjadi 15-22 Maret 2016 karena alasan Nyepi.
Menurut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Indonesia dan negara Asia Tenggara lain telah mendapat sertifikat bebas polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 27 Maret 2014. Meski demikian, PIN Polio tetap dilakukan sebagai bentuk komitmen global untuk eradikasi polio sesuai rencana strategis Endgame 2013-2018. Terlebih virus polio liar masih ditemukan di Afganistan dan Pakistan. “Dunia ingin tak ada lagi polio di dunia. Kita akan sapu kembali kemungkinan penularan polio,” ujarnya.
Ketua Satuan Tugas Imunisasi, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cissy B Kartasasmita mengatakan, pemberian imunisasi polio kepada anak sakit berat seperti diare berat atau demam berat sebaiknya ditunda menunggu sembuh. “Vaksin polio tetes tak punya efek samping asal tak diberikan kepada anak dengan daya tahan tubuh rendah, karena sakit, misalnya,” ujarnya.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh, menegaskan, imunisasi dibolehkan karena bagian dari fikih pencegahan penyakit. Hukum imunisasi menjadi wajib karena tidak mengikuti imunisasi akan berakibat pada kematian, kecacatan, dan menyebarkan penyakit kepada orang lain.
Sementara itu, Daerah Istimewa Yogyakarta tak menggelar PIN karena memakai vaksin polio injeksi sejak 2007 dan cakupan imunisasi polio di provinsi itu 97 persen. Menjelang pelaksanaan PIN, persiapan logistik, petugas, dan sosialisasi kegiatan itu telah dilakukan di sejumlah daerah, antara lain di Batam, Kalimantan Tengah, dan Lampung.(ADH/HRS/RAZ/IDO/VIO/C07/C08)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Maret 2016, di halaman 13 dengan judul “Distribusi Vaksin Belum Rampung”.