Kebutuhan Dalam Negeri 50.000 Unit Per Tahun
Tulang tanam buatan dalam negeri mulai diproduksi secara massal. Hal itu diharapkan mampu mengurangi ketergatungan terhadap tulang tanam impor sekaligus menekan beban biaya kesehatan karena harganya lebih murah hingga 70 persen dibandingkan produk impor.
Tulang tanam atau tulang implan tersebut merupakan hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Hasil riset itu dimanfaatkan PT Zenith Allmart Precisindo (ZAP), perusahaan peleburan besi dan baja yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Pembuatan tulang tanam memakai metode produksi permesinan dengan teknologi pembuatan level medik besi tahan karat (stainless steel) 316L yang dipasok PT Aneka Tambang. Hasil uji medisnya setara dengan produk impor dari Swiss.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah mendapatkan sertifikasi produksi dan izin edar produk dari Kementerian Kesehatan, produsen diharapkan segera melakukan pendaftaran di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah agar dapat dijual lebih luas secara daring,” kata Kepala BPPT Unggul Priyanto saat peluncuran tulang tanam, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (23/10).
BPPT akan membantu melakukan audiensi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar bisa menggunakan produk buatan dalam negeri tersebut. Ditargetkan pada Januari 2018 produk ini bisa dimanfaatkan lebih luas dengan masuk ke e-katalog.
Kepala Pusat Teknologi Material BPPT Asep Rismoko menuturkan, produksi tulang tanam oleh Zenith memenuhi syarat material medis kedokteran ortopedi dan kekuatan mekanik bahan implan sesuai dengan standar internasional. Hasil inovasi itu bisa menjadi produk tulang tanam generik nasional untuk layanan kesehatan. “Sejak riset hingga produksi massal membutuhkan waktu delapan tahun,” katanya.
Direktur Utama PT ZAP Allan Changrawinata mengatakan, pasokan tulang tanam di Indonesia sekitar 97 persen masih berasal dari impor. Dengan adanya tulang tanam produksi dalam negeri, biaya pembelian tulang tanam bisa turun sekitar 45 persen hingga 70 persen dibandingkan produk impor dengan kualitas yang sama.
Bisa dipesan
Pihaknya sudah memproduksi 22 jenis tulang tanam dengan 200 barang. Kapasitas produksi mencapai 10.000 unit per bulan. Tulang tanam juga bisa dipesan sesuai karakteristik pasien dalam jangka waktu sekitar 10 hari. Produknya dilengkapi kode QR untuk melacak keaslian produk agar tidak mudah dipalsukan. “Karena diproduksi di dalam negeri, ketersediaannya bisa dijamin,” kata Allan.
Keberadaan tulang tanam produksi dalam negeri diharapkan dapat membantu keuangan BPJS Kesehatan yang selalu defisit tiap tahun. Mengutip data BPJS Kesehatan, pada 2014, defisit senilai Rp 3,3 triliun naik menjadi Rp 5,7 trilun. Lalu, pada 2016, BPJS Kesehatan kembali mengalami defisit hingga Rp 9,7 triliun dan tahun ini hingga Juni telah defisit sebesar Rp 5,7 triliun.
Adapun kebutuhan tulang tanam per tahun 50.000 unit, terutama bagi pasien kecelakaan lalu lintas. Permintaan tulang tanam secara nasional diprediksi mencapai 90.000 unit per tahun karena banyak rumah sakit belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. “Harga yang murah diharapkan mampu mengurangi defisit yang terus meningkat tiap tahun,” ujar Allan.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, pihaknya akan membantu menyosialisasikan produk inovasi tersebut ke rumah sakit. Dia berharap makin banyak rumah sakit yang menggunakan produk dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap alat kesehatan impor.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim Kohar menuturkan, ada 40 industri alat kesehatan tingkat lokal dan nasional di Jatim. Mereka siap bekerja sama dengan BPPT untuk memproduksi alat kesehatan agar tidak lagi bergantung pada produk impor. “Produksi lokal nilainya lebih kompetitif,” ujarnya. (SYA/BRO)
Sumber: Kompas, 24 Oktober 2017