Bagi arkeolog senior Truman Simanjuntak, arkeologi bukan hanya menyangkut masa lalu, melainkan juga masa sekarang. Arkeologi juga wajib memberikan nilai-nilai penting bagi kemanusiaan, sejarah, dan peradaban.
—–Prof Truman Simanjuntak
Jumat (27/8/2021) menjadi hari yang supersibuk bagi arkeolog senior Prof Harry Truman Simanjuntak. Ada tiga momen penting yang diikutinya, yaitu peluncuran buku dalam rangka ulang tahunnya ke-70, perayaan hari ulang tahun ke-39 perkawinan bersama pasangan hidupnya, Yohana Yuliati, dan peringatan 40 tahun kiprahnya di dunia arkeologi.
”Saya tidak tahu, ternyata keluarga saya menyiapkan sejak beberapa bulan lalu dan saya baru tahu satu dua jam lewat,” kata Truman saat peluncuran buku berjudul Truman Simanjuntak: 40 Tahun Menjejak Langkah di Padang Penelitian Arkeologi terbitan Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS) dengan editor Prof Harry Widianto dan Retno Handini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kesaksiannya bergelut di ladang penelitian selama 40 tahun, Truman menceritakan bagaimana dunia arkeologi memiliki banyak tantangan. Akan tetapi, justru tantangan inilah yang membuatnya bisa semangat dalam bekerja.
”Barangkali kalau smooth-smooth (lancar-lancar) saja dan tidak ada masalah, saya pikir saya tidak akan bisa seperti sekarang ini,” ungkap Truman.
Karena itulah, menurut Truman, seorang arkeolog mesti mencintai petualangan agar selalu terbuka untuk mendapat kesempatan, kemudian memperoleh ide dan data dari berbagai aspek. Ia juga mengingatkan bahwa arkeologi bukan hanya menyangkut masa lalu, melainkan juga aspek-aspek masa kini.
Arkeologi memang berangkat dari masa lampau, dari budaya dan material. Namun, muaranya harus tetap pada kekinian dan berproyeksi ke masa depan.
”Karena arkeologi merekonstruksi, maka tidak cukup hanya berdialog dengan budaya material (masa lalu), tetapi harus berdialog dengan semua aspek kehidupan. Di sinilah peran strategis arkeologi,” katanya.
Menurut Truman, arkeologi mampu menelusuri relung-relung masa lampau yang jauh dari masa kini, lalu dibawa ke kekinian dan dimaknai hingga menjadi nilai-nilai yang sangat bermanfaat bagi masa sekarang. Oleh karena itu, arkeologi tidak bisa hanya bergelut di aspek mikro, tetapi harus sampai ke lingkup global, karena manusia tidak hanya hidup dalam satu lokasi, tetapi terkait satu sama lain dalam jejaring interaksi dan interkoneksi secara global.
Pada akhirnya, arkeologi mesti memberi nilai-nilai yang sangat penting bagi kemanusiaan, sejarah, dan peradaban. Arkeologi membuka pikiran siapa pun untuk melihat itu semua dari berbagai dimensi.
—-Tetua kampung adat Praiyawang, Tamu Rambu Ana Intan (kiri), bercakap-cakap dengan arkeolog senior Prof Harry Truman Simanjuntak (tengah) dan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria (kanan) di Uma Mbokul, Kampung Adat Praiyawang, Kecamatan Rindi, Sumba Timur, Kamis (12/4/2018). Kampung adat Praiyawang merupakan salah satu kampung adat di Sumba Timur yang masih mempertahankan tradisi khasnya dengan bangunan rumah adat yang tinggi serta kubur-kubur batu berukuran besar yang berada di tengah perkampungan.
Jangan pernah puas
Truman berharap, arkeolog-arkeolog muda sekarang lebih unggul daripada pendahulunya. Sekarang, para arkeolog muda perlu memanfaatkan teknologi yang sudah demikian maju untuk memfasilitasi dan memudahkan cara kerjanya.
”Jangan pernah puas hanya berkutat di belakang meja, tetapi harus senantiasa menjelajah lingkungan geografi untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Ini yang penting bagi arkeolog muda. Jangan takut pada tantangan, baik itu kesulitan alam maupun tantangan-tantangan lain. Saya menghadapi begitu banyak tantangan dan harus tidak mudah menyerah. Kita harus bisa berbuat sesuatu di tengah kesulitan yang ada,” papar Truman.
Peneliti di Perancis sekaligus kolega Truman, Prof François Sémah, mengapresiasi visi holistik tentang arkeologi yang dikembangkan Truman. Menurut dia, visi holistik itu dikembangkan dan dipelajari Truman bersama-sama, termasuk dengan kerja sama antarnegara.
”Visi holistik itu bisa dikembangkan berkat kerja sama antarbeberapa negara. Kami bekerja sama di Sangiran sejak beberapa tahun silam. Di situ penting sekali kolaborasi bersama semua aktor masyarakat,” kata Sémah.
Kepala Pusat Arkeologi Nasional I Made Geria melihat sosok Truman Simanjuntak sebagai periset tangguh di segala medan. Truman memiliki kejelian dalam aspek riset saintifik maupun implementasinya sehingga riset tidak hanya berhenti pada publikasi, tetapi juga menyentuh kehidupan nyata.
——Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Iskandar Zulkarnain (kiri) memberikan piagam Penghargaan Ilmu Pengetahuan LIPI Sarwono Award 2015 kepada Prof Dr Harry Truman Simanjuntak, Kamis (20/8/2015) di Auditorium Utama LIPI, Jakarta. Truman dinilai konsisten selama 38 tahun menekuni penelitian di bidang arkeologi. Dedikasi, kontribusi, dan produktivitas publikasi ilmiah Truman di berbagai jurnal internasional telah menjadikan profesor riset yang berkarya di Pusat Arkeologi Nasional ini sebagai peneliti berkelas dunia dan menjadi inspirasi bagi dunia penelitian serta sivitas peneliti.
Penghargaan LIPI
Pada 2015, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan Penghargaan Ilmu Pengetahuan LIPI Sarwono Award 2015 kepada Truman Simanjuntak. Penghargaan tersebut diberikan karena dalam empat dasawarsa terakhir, sebagai arkeolog prasejarah di Pusat Arkeologi Nasional, Truman dinilai konsisten menekuni bidang arkeologi, menelusuri masa silam Nusantara dalam konteks Asia Tenggara dan Oseania. Dia telah memublikasikan lebih dari 150 karya tulis.
Hasil riset dan petualangan Truman ke seluruh penjuru Indonesia telah mengungkap betapa Indonesia adalah kawasan yang penting untuk mengetahui evolusi manusia dan budaya. Tidak banyak wilayah di dunia yang bisa menghidupi manusia sejak masa begitu tua karena temuan-temuan Homo erectus hanya ada di beberapa tempat, salah satunya Indonesia.
”Indonesia tidak bisa menghindar dari pluralisme. Jika dipaksakan seragam, bangsa ini akan hancur, dan setelah kehancuran itu pun, akan muncul keanekaragaman lagi. Karena itu, membangun negeri ini harus berdasarkan kebinekaan agar kita menjadi sebuah bangsa yang berperadaban khas.” Itu kutipan pidato Truman saat dikukuhkan sebagai profesor riset tahun 2006.
Menurut Truman, Indonesia memiliki dimensi arkeologis yang sangat kompleks. Letak geografis yang luas dan strategis di antara Benua Asia dan Oseania menjadikan negeri ini sebagai kawasan silang budaya. Sejak 1,6 juta tahun lalu, manusia purba Homo erectus datang ke Jawa, diikuti Homo sapiens sekitar 60.000 tahun lalu, kemudian ras mongoloid dari Asia Tenggara Daratan dan Taiwan sekitar 4.000 tahun lalu.
”Dari masa tua sampai periode yang lebih muda, pluralitas di Indonesia terus berlanjut dan semakin menonjol. Kebinekaan tidak bisa dihindari karena pengaruh adaptasi lokal, nutrisi, dan lingkungan yang berbeda-beda menghasilkan keturunan yang memiliki kekhasan,” katanya.
Banyak nilai budaya berakar sejak di masa lampau, seperti keuletan, ketangguhan, keberanian, gotong royong, keterbukaan menerima pengaruh luar, dan multikulturalisme. Nilai-nilai itu dipadukan dalam Pancasila. ”Hasil-hasil penelitian arkeologi memberi andil penting bagi penguatan nasionalisme dan pengukuhan jati diri,” katanya.
Oleh ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 27 Agustus 2021