Peneliti burung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hingga Rabu (22/4), memperoleh enam burung endemis atau khas Pulau Enggano, Bengkulu, di kawasan hutan sekunder di area Kampung Bendung, Desa Banjarsari.
Keberadaan spesies endemis itu bisa menjadi pertimbangan penetapan kawasan konservasi, tetapi bukan satu-satunya pertimbangan. Penegasan tata ruang di pulau ini lebih penting.
Seekor burung hantu enggano (Otus enganensis), satwa endemis Pulau Enggano, ditangkap untuk dijadikan spesimen oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari hutan sekunder daerah Kampung Bendung, Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, Selasa (21/4). Tim LIPI berada di pulau tersebut dalam rangka Ekspedisi Widya Nusantara 2015. KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jenis burung endemis yang dikoleksi adalah betet ekor panjang enggano, burung hantu enggano, burung kacamata enggano, anis kembang enggano, uncal buau enggano, dan pergam hijau enggano. “Salah satu yang belum kami dapat adalah beo enggano,” kata peneliti burung LIPI, Hidayat Ashari, Rabu (22/4), di Pulau Enggano.
Tim peneliti bidang biologi LIPI berada di Pulau Enggano dalam rangka Eksplorasi Bioresources Indonesia 2015, bagian dari Ekspedisi Widya Nusantara 2015. Eksplorasi berlangsung 20 hari dengan mendata beragam spesies, mencari spesies baru, dan mengetahui potensi manfaat sumber daya hayati pulau itu.
Berdasarkan riwayat penelitian, koleksi burung itu tergolong banyak dari pada capaian tim bidang lain, seperti tim serangga dan mamalia. Tim serangga mengumpulkan 117 spesies ngengat, 5-6 jenis kupu-kupu, dan 6-7 jenis capung. Adapun mamalia kecil yang dikoleksi lima jenis.
Menurut Hidayat, kondisi tersebut diduga disebabkan populasi burung terkonsentrasi di hutan yang semakin sempit. “Lahan hutan dan pohon-pohon tinggi tersisa jadi tempat perlindungan seluruh burung,” katanya.
Hal itu juga yang diduga menyebabkan koleksi serangga dan mamalia kecil masih minim. Penyebab lain, serangga dimangsa populasi burung yang besar.
Sigit Wiantoro, koordinator kelompok zoologi dalam eksplorasi, menambahkan, kondisi Pulau Enggano yang kian dipadati manusia ikut menekan populasi satwa. Semakin banyak penduduk, semakin banyak pembukaan kawasan hutan habitat satwa liar, termasuk satwa endemis.
Pantauan Kompas tiga hari lalu, jalan masuk hutan yang dieksplorasi tim LIPI di Bendung sudah berupa hamparan kebun, kebanyakan milik pendatang dari Jawa dan Sumatera. Tampak bekas-bekas tebangan pohon digantikan tanaman perkebunan. Bagian bawah pohon berdiameter batang 1,5 meter habitat burung sedang dibakar karena akarnya menjulur ke kebun.
Di Bendung, Selasa lalu, anggota tim eksplorasi zoologi bekerja pagi hingga malam. Pagi hari, tim satwa air tawar memasuki hutan menuju sungai. Peneliti mamalia besar mencari jejak satwa. Peneliti moluska masuk hutan mencari spesimen hewan bercangkang.
Sore hari, peneliti burung mengambil burung yang terjerat di jaring kabut. Peneliti serangga menggunakan generator diesel menghidupkan lampu menerangi layar putih memancing serangga malam hingga pukul 01.30. (JOG)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Tim LIPI Koleksi Enam Burung Endemis”.