Tim ilmuwan dari Indonesia, Amerika Serikat dan Australia menemukan jenis mamalia baru dari hutan Indonesia. Binatang tersebut bernama tikus hidung babi.
Kabar soal temuan genus dan spesies baru itu dilansir di jurnal ilmiah jmammal.oxfordjournals.org, pada 29 September 2015 lalu. Para peneliti yang terlibat adalah Jacob A. Esselstyn, Anang S. Achmadi, Heru Handika, Kevin C. Rowe. Mereka berasal dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Lousiana State University Amerika Serikat dan Museum Victoria Australia, serta peneliti dari Universitas Andalas.
Setelah dipublikasikan, kabar temuan genus baru tersebut langsung menyeruak luas. Media-media dunia mengabarkannya secara simultan. BBC melaporkan, temuan itu dinamakan Hyorhinomys stuempkei atau ‘tikus hidung babi’. Hewan pengerat itu memiliki bentuk wajah unik dan berbeda jika dibandingkan tikus lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kurator mamalia Museum Victoria, Kevin Rowe, mengungkapkan, spesies pengerat ini belum pernah terdokumentasi.
“Kami dalam misi mendata hewan di gunung-gunung terpencil di Sulawesi dengan konteks untuk mengetahui bagaimana evolusi terjadi di Asia dan Australia,” ujar Rowe.
“Sejauh ini belum ada yang diketahui tentang tikus ini dan bagaimana penyebarannya di hutan,”
Dalam jurnal disebutkan, tikus ini ditemukan pada ketinggian 1,600 mdpl di Gunung Dako, Kabupaten Tolitoli. Ia dibedakan dari spesies tikus Indonesia lainnya berdasarkan ukuran hidung yang besar, datar, berwarna merah muda dengan moncong hidung menghadap ke arah depan.
Saat ditemukan bobot tikus 250 gram (BBCIndonesia)
Jika dibandingkan dengan spesies tikus Sulawesi lainnya, spesies ini memiliki telinga yang sangat besar (~ 21% dari panjang kepala dan badan), rambut urogenital yang sangat panjang, prosesus hamular yang jelas dan menonjol pada pertulangan pterygoid, gigi seri bagian bawah yang sangat panjang, dan penampang persendian yang panjang dan tidak biasa pada kondilus mandibula.
Secara morfologi, takson ini lebih mirip dengan kelompok tikus endemik Sulawesi yang umumnya dikenal sebagai “tikus cucurut”. Kelompok ini dicirikan dengan mulut yang panjang, pemakan daging, dan termasuk di dalamnya adalah genus Echiothrix, Melasmothrix, Paucidentomys, Sommeromys, dan Tateomys.
Analisis Bayesian dan likelihood menggunakan sambungan sekuens DNA dari 5 lokus yang tidak terpaut menunjukkan spesies tikus cucurut baru ini berkerabat dekat dengan kelompok yang terdiri dari Melasmothrix, Paucidentomys, dan Echiothrix, memberi kesan tikus cucurut Sulawesi merepresentasikan suatu clade atau kelompok tersendiri.
Tikus air Sulawesi, Waiomys mamasae, diketahui berkerabat dekat dengan tikus cucurut dalam analisis yang dilakukan. Penemuan genus dan spesies baru ini menambah keanekaragaman jenis tikus cucurut di Sulawesi yang telah diketahui menjadi 6 genera dan 8 spesies. Besarnya perbedaan morfologi di antara spesies-spesies tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa mengingat sedikitnya jumlah spesies yang telah diketahui saat ini.
“Sekarang dengan temuan ini, kita punya 722 spesies mamalia dari Indonesia, sebelumnya 721,” kata Anang, salah seorang peneliti yang melakukan riset soal tikus tersebut.
(mad/faj)
Sumber: detik.com, Kamis 08 Oct 2015
Foto: dok. BBCIndonesia